Bab 8

111K 14.7K 1.2K
                                    

Haii, ada yang kangen Rendra nggak? Nggak ada kayaknya yaa..Ya udah nggak jadi update wkwkkw. Becandaaaa...🤣🤣 Thank you akhirnya part 7 kemaren vote nya mencapai 3k. Tetep semangat untuk vote yaa, makasiiih 🤗🤗🤗

Entah berapa lama aku hanya berdiri di tempat. Sangat ingin mendekat tapi takut tanganku berkhianat. Otakku jelas-jelas melarang, aku bukan tipe laki-laki yang akan menyentuh perempuan yang sedang nggak sadar. Hanya saja saat ini tanganku seperti punya kehendak sendiri.

Akhirnya aku melangkah menuju kamar mandi, membasuh wajahku dengan air dingin lalu memandang pantulannya di cermin. Sepasang mata nanar balas menatapku. Pertemuan kembali dengan Nadia benar-benar membuatku guncang. Begitu tiba-tiba hingga aku nggak sempat mempersiapkan strategi. Tapi satu hal yang pasti aku harus sangat hati-hati. Kalau ini kesempatan kedua yang diberikan Tuhan untuk menebus kesalahanku dulu maka aku harus benar-benar memanfaatkannya. Nggak boleh salah langkah lagi.

Aku melangkah keluar dari kamar mandi. Di sudut kamar tergeletak sebuah koper kecil, aku membukanya dan menemukan kaos longgar yang cukup panjang. Aku tersenyum melihatnya, rasanya senang menemukan sesuatu yang familiar, selera pakaian tidur Nadia tetap sama seperti dulu.

Nadia suka tidur dengan hanya mengenakan kaos. T-shirt dress yang panjang selutut. Tapi kadang saat kami menginap berdua ia akan tidur mengenakan kaosku yang hanya menutupi hingga pertengahan pahanya. Sangat seksi.

Aku menghela napas, berusaha menghalau pikiran tentang Nadia dan segala keseksiannya. Kembali aku melangkah mendekati ranjang sambil membawa kaos, sebotol air mineral dan sebutir aspirin yang tadi sempat kubeli di Apotek sebelum menuju hotel. Aku duduk di tepian ranjang, menatap sosok sintal yang masih tergolek tanpa sadar ada sepasang mata yang menatapnya lapar.

Do the right things, Ren. Jangan bikin kacau lagi setelah segala kekacauan akibat ulahmu dulu.

Otakku yang sok pintar sudah kembali bisa menasehati. Aku menghela napas untuk kesekian kalinya lalu meraih tubuh Nadia hingga ia setengah duduk, berusaha dengan cepat memakaikan kaos agar tubuh indahnya tak lagi membutakan akal sehatku.

"Minum dulu obatnya, Nad," ucapku pelan.

Nadia bergumam, matanya hanya separuh terbuka, namun akhirnya dia berhasil menelan obat yang kuberikan. Aku mendekatkan botol air mineral ke bibirnya dan Nadia meneguknya bagai orang kehausan.

Setelah selesai, aku kembali membaringkannya. Nadia beringsut meringkuk dalam posisi menyamping sambil meracaukan serentetan kalimat. Nggak jelas apa, satu kata yang berhasil kutangkap hanya 'Ren'. Dan itu saja sudah membuat hatiku senang. Aku tersenyum mendengarnya.

Sebelum otakku yang sok pintar kembali menasehati, aku menyerah pada godaan dan ikut berbaring menyamping di sebelahnya. Hanya berbaring, hanya ingin memandang wajahnya lebih lama lagi, belum siap rasanya untuk pergi.

"Nadia."

Aku bergumam hanya karena suka merasakan bibirku mengucapkan namanya. Namun mata Nadia malah terbuka hingga sepasang mata sayunya bertemu dengan mataku yang gelap. Keningnya berkerut lalu matanya kembali menutup. Beberapa detik berlalu dalam hening hingga mata itu terbuka lagi.

"Kenapa dalam mimpiku pun kamu harus datang mengganggu?" bisiknya sangat lirih.

Aku hanya diam, takut mengucapkan sesuatu, takut sepatah kata akan mengakhiri momen ini, takut Nadia menyadari kalau ini semua bukan mimpi.

Tangan Nadia terulur membelai rahangku yang kasar oleh titik-titik hitam bakal jenggot yang belum sempat kucukur. Belaian tangannya begitu lembut namun entah kenapa menimbulkan sensasi sakit yang teramat sangat di jantungku. Untuk pertama kalinya Nadia menyentuhku malam ini. Setelah sekian tahun berlalu, ternyata tetap memberikan efek yang sama. Membuatku lupa segalanya.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang