Bab 21

102K 15.5K 2.2K
                                    

Tengah malam update, semoga masih ada yang baca hahaha. Enjoy..

NADIA


"Bun, kenapa Om Narendra pergi gitu aja? Apa dia nggak suka sama aku?"

Pertanyaan Elang membuatku terpaku. Aku tahu dia mengekspresikan perasaannya atas kejadian di rumah sakit tadi, saat tanpa sepatah kata Rendra pergi begitu saja. Tapi hatiku terpukul seolah pertanyaan Elang ditujukan untuk kejadian enam tahun lalu, saat Rendra pergi meninggalkan kami. No, saat Rendra pergi meninggalkanku. Karena saat itu dia bahkan belum tahu keberadaan Elang.

I feel guilty. Ya, aku tahu menyembunyikan Elang adalah tindakan yang salah, tapi aku tetap melakukannya. Karena saat itu aku merasa itulah keputusan yang terbaik, bahkan hingga saat ini pun aku masih berpikir begitu. Tapi nggak pernah sekali pun aku berpikir kalau tindakanku benar. Jadi melihat tatapan sakit hati Rendra tadi, dan mendengar pertanyaan Elang saat ini membuat rasa bersalah menggerogotiku semakin dalam.

Aku menghela napas sambil menatap Elang yang tengah berbaring di tempat tidur, perlahan jemariku membelai rambutnya yang lebat dengan sayang. Bibirku berusaha mengembangkan senyum sementara mataku berusaha menyembunyikan kesedihan yang kurasakan.

"Nggak gitu, Bunda yakin Om Rendra suka kamu, hanya saja mungkin ada urusan penting yang membuat dia harus buru-buru pergi." Aku berusaha menjelaskan. Elang manggut-manggut dengan wajah lebih cerah.

"I like him too," bisiknya sambil menatapku dengan sepasang matanya yang bening.

"Really? Why? Kamu baru ketemu sama dia sekali." Aku cukup tercengang.

I mean, di satu sisi Elang memang bocah yang easy going, dia mudah berteman dengan siapa saja. Tapi di sisi lain dia juga bocah yang cuek, nggak pernah sekali pun aku mendengarnya bilang suka si ini atau suka si itu.

Pernah aku bertanya padanya apa dia suka Om Gilang, dia hanya menjawab 'yeah, why not?' lalu pergi melanjutkan naik sepeda. Dia nggak terlalu suka bicara tentang feeling, jadi saat ini aku heran dia bisa dengan begitu mudah mengungkapkan perasaannya tentang Rendra.

"I don't know. Suka aja." Elang mengedikkan bahunya.

"Do you think he will come here, Bun? Kalo urusannya udah selesai?"

Rasa bersalah yang kurasakan semakin pekat mendengar pertanyaan Elang yang diucapkannya dengan sorot mata penuh harapan.

"Bunda nggak tahu. Om Rendra kerja di tempat yang jauh, jadi mungkin akan sulit buatnya untuk datang ke sini." Aku berusaha nggak memberi Elang harapan, namun hatiku sakit melihat rasa kecewa yang membayang di matanya.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang