Bab 34

101K 17K 3.2K
                                    

Part 32 vote-nya mencapai 9k loo padahal isinya pendek banget. Emang kalo dijanjiin update, vote-nya langsung lancaaarrr yaa wkwkkw....Anyway cerita ini akhirnya mencapai 1 M views. Thank you banget buat kalian semuaa...

 Thank you banget buat kalian semuaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NADIA

Menyaksikan pertemuan pertama antara seorang anak dan Ayahnya setelah sekian tahun terpisahkan oleh keadaan sungguh menghadirkan keharuan yang begitu menyesakkan. Air mataku tercurah semakin deras saat Elang akhirnya memanggil Rendra dengan sebutan Ayah.

Momen ini sungguh berarti untukku, momen istimewa yang tak akan kulupakan seumur hidupku. Di saat hatiku diselimuti keraguan, momen ini membuatku percaya kalau keputusanku sudah benar. Melihat Rendra dan Elang berpelukan, saling mengungkapkan perasaan membuatku sadar kalau kuncup-kuncup layu di hatiku mulai bermekaran.

Kebahagiaan itu sudah di depan mata, aku hanya butuh keberanian untuk meraihnya. Aku harus menepis rasa takut dan mulai percaya kalau masa depan yang indah menanti di depan sana. Maka aku berdamai dengan diriku sendiri dan memutuskan kalau menikah dengan Rendra memanglah jawabannya.

Semua terasa menakjubkan, semua baik-baik saja hingga Rendra kembali menjungkir-balikkan keadaan. Dia membuatku segalanya jadi berantakan hanya dalam sekejap mata. Sangat khas Rendra.

Sebenarnya aku mengerti maksud hatinya tapi tetap saja keki rasanya. Aku mendengarkan pidatonya dalam diam sementara suasana hatiku semakin kelam sering dengan setiap patah kata yang diucapkannya.

Rasanya aku ingin memukul kepalanya dengan batu agar dia tahu betapa geramnya aku. Tapi tentu saja aku bukan perempuan yang mengungkapkan amarah dengan kekerasan atau kata-kata menyakitkan. Seperti biasa aku hanya diam. Kadang aku sangat kesal pada diriku sendiri yang hanya bisa memendam perasaan.

Aku menghela napas lelah. Masalah dengan Rendra bisa dipikirkan nanti, saat ini ada masalah lain yang harus kuhadapi. Mas Gilang duduk di hadapanku dengan wajah tegang pertanda dia akan memulai sebuah pembicaraan yang serius. Elang sudah naik ke kamar bersama Ayah jadi hanya tinggal kami berdua di ruang tamu.

"Aku sudah bicara dengan Ibuku." Mas Gilang mengawali pembicaraan. Aku hanya mengangguk karena tak tahu bagaimana lagi harus menanggapi.

"Nad, aku mohon agar kamu jangan salah paham. Ibuku bicara seperti itu karena terpengaruh omongan teman-temannya. Mereka terlalu berlebihan hingga membuat Ibuku jadi kepikiran. Seharusnya Ibu membicarakannya denganku dulu dan bukan langsung ke kamu. Sayangnya sudah terjadi. Maafkan Ibuku, Nad. Ia sebenarnya nggak bermaksud buruk, hanya mengkhawatirkan aku. Nanti pelan-pelan aku buat Ibu mengerti kalo kamu dan Elang nggak seperti itu." Mas Gilang mencoba menjelaskan panjang lebar.

"Nggak ada yang perlu dimaafkan, Mas. Ibu Mas nggak salah. Kenyataannya memang banyak kejadian yang kurang menyenangkan antar saudara jika berkaitan dengan harta. Apalagi antar saudara tiri. Jadi sangat wajar kalo Ibu Mas khawatir tentang hal itu," ucapku tenang.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang