Bab 32

87K 16.7K 1.7K
                                    

Hai..hai..sore sore Rendra menyapa, ayo silakan dibaca hahahha...

RENDRA

Aku adalah definisi laki-laki tak tahu malu yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginanku. Aku menggunakan kelemahan Nadia untuk menyudutkannya. Membuatnya tak lagi punya celah untuk melarikan diri dan akhirnya mengiyakan permintaanku.

Aku nggak bangga pada diriku sendiri. Aku menyebut orang lain bajingan padahal aku juga salah satu dari mereka. Saat ini tubuh Nadia terguncang oleh tangis di pelukanku dan yang bisa aku lakukan hanya semakin mengeratkan rengkuhanku.

Aku sampai pada titik di mana aku tak peduli apa pun lagi asal aku bisa memiliki Nadia dan Elang dalam hidupku. Aku ingin melindungi mereka, ingin memberikan kebahagiaan yang selama ini tak pernah bisa kuberikan. Kejadian tadi sore membuatku sadar kalau aku nggak bisa menunggu lagi, nggak bisa membiarkan segalanya terus terkatung-katung dalam ketidak jelasan.

Orang-orang seperti Pak Robert tidak hanya satu di dunia begitu juga dengan mulut-mulut tajam yang bisanya hanya menghakimi. Nadia mungkin bukan perempuan sempurna, dia pernah berdosa, namun dia nggak layak diperlakukan seperti perempuan hina yang tak berharga.

Aku jauh lebih berdosa tapi kenapa harus Nadia yang lebih menderita? Bahkan Elang yang tak berdosa pun harus ikut mengalami hinaan yang sama. Terkadang aku merasa dunia ini sangat tidak adil.

Aku nggak ingin mereka terus mendapat perlakuan tidak adil di masyarakat. Tapi aku juga nggak sanggup melepas Nadia dan Elang untuk laki-laki lain. Jadi satu-satunya jalan adalah kami harus menikah. Sayangnya Nadia menolak dan tanpa tahu malu aku menggunakan Elang untuk membuatnya tak bisa lagi berkata tidak.

You're a real bastard, Ren. Otakku yang sok pintar pun ikut menghujat. But yeah, kali ini aku harus setuju dengannya.

Tangisan Nadia mulai reda, hanya tersisa isakan lirihnya yang terdengar begitu pilu hingga menusuk hatiku. Kaosku sudah basah oleh air matanya. Selama beberapa tahun ini entah sudah berapa banyak air matanya yang tercurah untukku, bahkan sampai saat ini pun aku masih membuatnya menangis. Kadang aku merasa hari itu, saat Nadia bertemu denganku untuk pertama kalinya adalah hari tersial dalam hidupnya. Karena hanya tangis dan lebih banyak tangis yang bisa kuberikan.

Aku mencium lembut puncak kepala Nadia sambil menekan rasa bersalah yang memenuhi dadaku. Kami akan menikah dan semua akan baik-baik saja. Saat ini Nadia mungkin belum bisa mempercayaiku tapi aku akan berjuang untuk mendapatkan kepercayaannya lagi.

Yeah, good luck, Bro, itu nggak akan mudah. Semoga kamu nggak kabur sebelum berhasil melakukan itu.

"F*ck you!"

Tubuh Nadia berjengit dalam pelukanku, membuatku sadar kalau umpatan itu benar-benar terucap dan bukan hanya sekedar ungkapan kekesalan dalam hati untuk otakku yang sok pintar. Memang dasar otak sialan.

"Sorry..sorry, tiba-tiba ingat laki-laki kurang ajar yang udah bikin kamu nangis tadi," ucapku cepat.

Nadia mengangguk, mungkin mengira aku bicara tentang si Robert bajingan itu. Ia beringsut membebaskan diri dari pelukanku dan dengan sangat tak rela akhirnya aku melepaskan. Hatiku terenyuh melihat matanya yang sembab dan pipinya yang basah. Tanganku terangkat, mengusap lembut jejak air mata di pipinya yang seputih kapas. Kulit Nadia sangat putih, mungkin karena jarang keluar ruangan, sangat berbeda dengan kulitku yang gelap terbakar matahari.

"Kamu keberatan kalau nanti kita mengatakan pada Elang kalau aku Ayahnya?" tanyaku sambil merengkuh pipinya dengan kedua tangan hingga tatapan kami bertaut.

Ada seberkas rasa bimbang yang terpancar di mata Nadia namun akhirnya dia mengangguk. Dadaku membuncah oleh rasa bahagia namun juga disertai rasa takut yang membuatku kalut. Bagaimana kalau tanggapan Elang nggak sesuai dengan harapan? Apa Nadia akan mengubah keputusannya untuk menikah denganku?

"Bunda." Ketakutanku memuncak saat suara Elang terdengar. Aku menoleh dan melihat Elang sudah bangun dan sedang berdiri menatap kami dari balik pintu kaca yang menghubungkan kamar dengan balkon.

"Nad, I'm scared," bisikku dengan dada bertalu kencang. Belum pernah aku setakut ini seumur hidupku. Nadia menghela napas sementara rasa gundah juga terlihat di matanya yang indah.

"Aku juga, tapi mau nggak mau harus kita hadapi," ucapnya lirih.

Aku mengangguk sambil berusaha mengumpulkan kekuatan. Nggak lama lagi aku akan jadi kepala keluarga, akan jadi sandaran untuk keluarga kecilku. Aku nggak boleh lemah, aku harus membuktikan kalau mereka bisa mengandalkanku.

Aku bangkit berdiri lalu mengulurkan satu tanganku pada Nadia. Nadia tampak ragu namun dengan gemetar akhirnya ia menyambut uluran tanganku. Kami berjalan bergandengan tangan masuk ke dalam kamar diikuti tatapan penasaran Elang.

Saat sudah tiba di dalam kamar, aku menggendong tubuh Elang dengan satu tangan sementara tanganku satunya masih menggenggam erat tangan Nadia. Aku berjalan menuju tempat tidur lalu menurunkan tubuh Elang hingga ia duduk di pinggir tempat tidur. Aku membimbing Nadia agar duduk di sebelah Elang sementara aku sendiri menyeret salah satu kursi dan duduk di hadapan Elang.

"El, tadi Om janji mau cerita tentang Ayah kamu. Kamu mau mendengarkan?" tanyaku setenang yang aku bisa, berusaha keras menyembunyikan getar yang akan menunjukkan rasa takutku. Elang mengangguk kuat sementara sepasang mata beningnya menatapku penuh rasa ingin tahu.

"El, apa pun yang Om ceritakan nanti, satu hal yang harus kamu tahu, jangan pernah ragu kalau Ayahmu sangat mencintaimu, kamu mengerti?"

Kembali Elang mengangguk. Wajahnya yang begitu polos membuatku terenyuh. Rasanya aku nggak akan sanggup menanggung beban rasa bersalah kalau kelak mata polosnya berubah menjadi pancaran kebencian. Aku menghembuskan napas kuat untuk melonggarkan rasa sesak di dada. Aku melirik Nadia dan melihatnya mengangguk pelan maka aku pun menguatkan hati dan mulai bercerita.

Nanti malam lanjutannya yaa, jadi vote yang banyaaakkkk biar semangat ngetiknya hehehehe...Jangan lupa juga komen dan follow aku di sini, juga di ig Ayleen_Tan. Thank youu..

 Thank youu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang