Bab 31

97.2K 16.6K 2.3K
                                    

Hai..hai.. part 30 kemarin vote-nya 8k lebih loo. Tetep semangat vote yaa, biar tambah semangat update. Makasih semuaaa....

Aku menatap Elang yang tengah terbaring di tempat tidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menatap Elang yang tengah terbaring di tempat tidur. Matanya terpejam sementara deru napasnya mulai teratur. Syukurlah akhirnya dia tertidur. Wajahnya yang begitu polos membuat dadaku sesak oleh rasa sesal.

Penyesalan ternyata memang hukuman terberat bagi seorang pendosa. Yang paling aku sesali adalah harus melihat sosok mungil tak berdosa yang kucintai lebih dari nyawaku harus ikut menanggung dosa-dosa masa laluku. Dia harus mengalami cercaan yang mungkin saat ini tak dimengertinya, tapi bagaimana jika dia sudah semakin besar nanti?

Aku menghela napas lalu beranjak perlahan menuju jendela. Menatap hamparan bintang yang menghiasi pekatnya langit malam lewat jendela kamar yang terbuka lebar. Kejadian tadi sore benar-benar mengguncang jiwaku. Aku merasa kalah. Kalah karena ternyata aku tak sekuat yang kubayangkan. Aku yang hanya bisa terpaku bagai patung saat anakku membutuhkanku.

Aku benar-benar seorang ibu yang tidak becus. Syukurlah Rendra lebih cepat menguasi diri. Dia berdiri lalu melangkah cepat ke arah Elang dan meraih tubuhnya dalam gendongan. Aku hanya menatap semua itu dengan tubuh gemetar. Kesadaran baru datang menghampiri saat tangan Rendra menggenggam tanganku lalu menarikku menjauh. Dengan pasrah kaki-kakiku melangkah mengikuti langkahnya.

Rendra berjalan mendekati Utari. Dia menyerahkan kartu namanya pada Utari lalu minta tolong agar Utari menelponkan dokter atau petugas kesehatan hotel untuk memeriksa Pak Robert sementara dia mengantarku dan Elang ke kamar. Aku nggak tahu kamar apa yang dimaksud hingga dia menarikku menuju lobby untuk check in. Ternyata dia memesan satu kamar agar aku bisa menunggunya sementara dia kembali ke bawah untuk mengurus segala keruwetan yang telah terjadi.

"El, tunggu di sini sebentar sama Bunda ya. Nanti Om jelaskan segalanya. Tapi sebelum itu ada hal-hal yang harus Om bereskan dulu." Rendra berucap saat sudah menurunkan Elang di lantai kamar. Dia berlutut di hadapan Elang sementara sepasang mata Elang yang masih terlihat bingung menatapnya tak berkedip.

"Tapi apa Om benar Ayahku?" tanyanya lirih. Rendra menghela napas lalu mengacak rambut Elang yang basah.

"Om akan cerita tentang Ayah kamu, tapi ceritanya panjang. Kalau diceritakan sekarang nanti kamu masuk angin. Sekarang kamu mandi dulu terus makan terus tunggu Om datang. Nanti Om akan ceritakan semuanya. Kamu bisa bersabar sebentar, kan?" Rendra menggenggam erat tangan Elang sementara matanya memohon pengertian.

Air mataku kembali menetes saat Elang mengangguk. Dia hanya seorang bocah tapi dia bisa mengerti. Dia nggak menuntut, dia nggak merengek, dia bahkan nggak menangis. Untuk anak semumur dia itu sudah termasuk sangat menakjubkan. Rasanya aku ingin memeluknya erat tapi kutahan agar dia nggak semakin kebingungan.

Rendra tersenyum lalu tanpa berkata apa-apa lagi bangkit berdiri. Ia berjalan mendekati telepon yang ada di sebelah tempat tidur. Aku mendengarnya memesan makanan untuk Elang. Dia juga membeli pakaian untuk Elang dari butik hotel. Setalah itu dia berjalan mendekatiku lalu menggandeng tanganku menuju pintu.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang