Bab 28

99.7K 15.7K 1.5K
                                    

Hai..hai...udah pada kangen Elang? Yuuk dibaca sama-sama. Thank youuu 🤗🤗

NADIA

Beberapa hari ini benar-benar melelahkan. Bukan hanya karena pekerjaan yang menumpuk tapi juga karena ada dua laki-laki yang sangat ingin kuhindari tapi malah selalu beredar di sekitarku.

Syukurlah yang satu hanya beredar lewat sambungan telepon, walaupun dalam sehari teleponnya bisa datang berkali-kali. Mas Gilang masih menginap di hotel bersama orangtuanya. Dia bilang belum bisa datang ke rumahku untuk bicara langsung karena pekerjaan dan tugas mengantar orangtuanya jalan-jalan benar-benar menghabiskan waktunya.

Nggak seperti laki-laki satu lagi yang tampaknya punya sangat banyak waktu luang karena statusnya yang katanya pengangguran. Setiap hari Rendra nggak pernah absen datang ke rumah.

Mereka berdua benar-benar mengganggu terutama di pagi hari karena selalu mengusik waktu tidurku. Seperti pagi ini, aku masih bergelung di balik selimut ketika handphone-ku berdering. Dengan mata mengantuk aku mengambilnya dan melihat nama Mas Gilang tertera di layar. Aku mengerang kesal, apalagi saat melihat waktu baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Beberapa hari ini aku baru bisa tidur menjelang subuh karena harus menyelesaikan desain tulisan untuk pesanan merchandise yang menumpuk. Mataku masih sangat berat, Elang juga masih lelap di sebelahku maka aku hanya mengubah pengaturan handphone ke mode silent lalu menaruhnya kembali di meja nakas dan melanjutkan tidurku. Aku terbangun lagi saat mendengar suara-suara di sebelahku, tampaknya Elang sudah bangun.

"Aku udah bangun, iya aku mau turun, aku laper." Pasti dia sedang menelepon Kakeknya untuk membantunya ke bawah.

Aku memang belum mengizinkannya turun sendiri walaupun kakinya sudah jauh lebih baik. Dia sebenarnya sudah bisa jalan sendiri, tapi aku masih khawatir jadi biasanya kalau turun tangga selalu dibantu aku atau Kakeknya. Sebentar lagi pasti Kakeknya datang maka aku membiarkan rasa kantuk menguasai dan tanpa terasa kesadaranku menghilang lagi. Derai tawa yang terdengar cukup nyaring membuat lelapku kembali terusik.

"Ssstt, jangan keras-keras nanti Bunda bangun." Seseorang berbisik lirih. Itu jelas bukan suara ayahku atau suara Elang. Suaranya mirip Rendra tapi nggak mungkin Rendra ada di kamarku, kan?

"Ups, sorry. Abis cerita tentang pandanya lucu banget. Om Rendra beneran pernah ketemu panda?"

Mataku langsung terbuka mendengar Elang menyebut nama Om Rendra. Aku melihat dua sosok tengah duduk di ujung ranjang dengan punggung menghadapku. Punggung Elang terlihat sangat kecil bersanding dengan punggung lebar dan tegap milik seorang laki-laki dewasa. Aku bisa mengenali punggung itu di mana pun. Ternyata memang benar Rendra ada di kamarku. Rasa kantukku langsung hilang menyadari kenyataan itu. Kenapa Rendra bisa ada di kamarku?

Aku hendak bangkit namun tubuhku seperti terbuai oleh percakapan mereka. Aku ikut mendengarkan saat dengan suara lirih Rendra menceritakan pengalamannya dengan panda. Aku selalu suka mendengar Rendra bercerita. Ia bisa menceritakan kejadian yang sederhana menjadi menarik dengan cara bicaranya yang memikat.

Tampaknya Elang juga merasakan hal yang sama. Wajahnya mendongak menatap Rendra dengan terpesona. Rendra lalu bertanya tentang foto yang ada di dinding dan dengan semangat Elang bercerita tentang petualangannya main lumpur bersama gajah di kebun binatang. Rendra tak henti berdecak kagum seolah apa yang diceritakan Elang sangat menakjubkan. Tanpa kusadari senyumku terkembang menyaksikan interaksi mereka.

"Turun yuk sebelum Bunda bangun, nanti Bunda marah." Suara Rendra seperti mengingatkanku kalau seharusnya aku marah dan bukannya senyum-senyum sendiri di sini.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang