Bab 3

105K 16.3K 2.6K
                                    

NADIA

"Ada orang-orang kayak Rendra yang orangtuanya kaya dan dia juga berhasil dengan kemampuannya sendiri, ada orang-orang kayak aku yang orang tua pas-pas an, sekarang juga dapet pekerjaan dengan gaji pas-pas an," desah Yanti.

"Oh, kamu kerja apa sekarang, Yan?" tanyaku, berusaha mengalihkan pembicaraan tentang Rendra.

"Aku guru TK, yah kamu tahulah gaji guru di Indonesia standarnya berapa. Kamu kerja apa, Nad? Aku nggak pernah denger kabar apa-apa lo tentang kamu? Kamu masih tinggal di Surabaya?" Yanti balik bertanya. Aku menggeleng pelan.

"Nggak, udah lama pindah, aku buka usaha sendiri, toko kecil-kecilan," jawabku samar.

Aku nggak terlalu ingin bercerita tentang diriku, tentang hidupku pasca Rendra. Nggak siap kalau nantinya Rendra tahu. Astaga, apa aku berpikir kalau Rendra masih menyimpan rasa dan berusaha mengejarku jika dia tahu keberadaanku? Pikiran yang sangat bodoh. Rendra sudah menutup buku. Episode di hidupnya yang melibatkan aku sudah berakhir sejak dia pergi.

Aku menghela napas, hanya jaga-jaga nggak masalah kan? Lebih sedikit yang teman-teman tahu tentang aku lebih baik. Hidupku sekarang sudah stabil, aku nggak ingin ada gangguan yang punya prospek untuk mengacaukan kehidupan yang sudah susah payah aku bangun, dalam bentuk Rendra atau apapun.

Saat Rendra pergi adalah masa-masa terkelam dalam hidupku. Aku baru lulus kuliah, dari jurusan yang aku ambil hanya karena mengikuti Rendra. Aku hancur dan kebingungan, nggak tahu harus melakukan apa.

Ayahku seorang penulis yang cukup terkenal, tapi usianya nggak lagi muda, novel-novelnya nggak lagi terlalu dicari. Keadaan ekonomi kami nggak sebaik dulu. Mencari pekerjaan pun ternyata tak semudah itu. Aku kesal pada diriku sendiri yang nggak punya kelebihan apa-apa, kesal karena selama ini duniaku selalu berpusat pada Rendra hingga saat dia pergi aku seperti kehilangan arah.

Suatu hari, saat aku masih berkutat mencari lowongan pekerjaan, seorang ilustrator favorite-ku, yang sudah ku-follow di instagram dari dulu, memposting sebuah lowongan pekerjaan. Namanya Hana, dia baru mulai merintis toko online yang menjual berbagai merchandise berhias ilustrasi karyanya. Dia mencari seorang hand-lettering artist untuk meng-handle di bagian tulisan.

Aku menyukai hand lettering, tapi sudah pasti bukan seorang hand-lettering artist. Nggak banyak yang tahu tentang hobby-ku ini, hanya Ayah dan Rendra. Mereka selalu mendorongku untuk menekuni hobby ini lebih serius, kata mereka aku berbakat.

Tapi aku bukan Rendra, yang selalu menggebu-gebu. Aku hanya mengedikkan bahu, menganggap omongan mereka angin lalu. Aku terlalu menikmati hari-hariku bersama Rendra hingga untuk melakukan hal lain rasanya seperti buang-buang waktu. Dulu aku begitu naif, bagiku Rendra segalanya. Cinta membuatku jadi perempuan bodoh.

Entah kenapa saat itu aku nekat mengirimkan lamaran berikut contoh karya-karyaku. Walaupun aku tahu sangat kecil kemungkinan aku akan diterima. But miracles do exist, aku diterima dengan gaji yang terbilang lumayan untuk aku yang belum punya pengalaman apa-apa.

Pekerjaan itu mengharuskan aku pindah ke Bali. Ragu aku bercerita pada Ayah. Aku sudah terlalu banyak mengecewakan Ayah, pindah ke Bali dan meninggalkan Ayah seorang diri pasti akan menambah rasa kecewanya padaku.

Lagi-lagi keajaiban terjadi, Ayah mendukungku dan bahkan mau ikut pindah ke Bali untuk membuka lembaran hidup baru. Malam itu kami bicara dari hati ke hati, baik aku maupun Ayah menangis. Entah untuk apa, mungkin untuk segala yang telah terjadi, atau mungkin untuk masa depan yang masih serba tak pasti namun setidaknya ada setitik cahaya yang sungguh sangat berarti.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang