Bab 24

94.4K 15.6K 2.1K
                                    

Hai..hai..akhirnya bisa update sebelum tengah malam hahaha. Selamat menikmati...

 Selamat menikmati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RENDRA

I can't sleep. Dari tadi aku hanya berbaring terlentang di tempat tidur sambil memandang langit-langit kamar dengan mata nyalang. Aku orang yang termasuk jarang susah tidur, seberat apa pun masalah yang kuhadapi biasanya nggak pernah terlalu mengganggu waktu tidurku. Tapi kali ini mataku rasanya nggak mau dipejamkan.

Mungkin karena adrenalin membanjiri aliran darahku hingga jantungku jadi berdetak lebih cepat. Aku gelisah. Kabar dari Nadia tadi mengaktifkan berbagai macam perasaan. Senang, semangat, bingung, terharu, tapi ada juga rasa takut. Takut bertemu putraku. Takut aku nggak bisa memenuhi ekspektasinya, takut membuatnya kecewa.

Aku tahu pikiranku terlalu berlebihan, karena memangnya anak umur lima tahun bisa punya ekspektasi apa? Tapi rasanya tetap menakutkan karena aku sangat ingin dia menyukaiku. Ya, Nadia memang bilang kalo Elang menyukaiku, but that's just the first five minutes impressions.

Bagaimana kalo dia nanti sudah menghabiskan seharian bersamaku? Apa dia akan tetap menyukaiku? Atau dia malah akan merasa aku menyebalkan? Aku bukan orang yang natural berhadapan dengan anak kecil. Yes, keponakanku menyukaiku. But they are girls. Girls tend to like me. Mereka juga ceriwis, aku tinggal menanggapi ocehan mereka. Aku nggak yakin Elang juga seperti itu.

Aku mendesah berat, berusaha menghalau rasa khawatir yang semakin membuatku nggak bisa terlelap. Nyatanya hingga sinar matahari mulai mengintip dari sela-sela tirai jendela, aku belum juga bisa memejamkan mata. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi dan keluar dari kamar untuk breakfast.

Sayangnya berbagai macam hidangan prasmanan yang disajikan pihak hotel nggak ada yang menarik minatku. Aku hanya sarapan sepotong roti dan secangkir kopi lalu keluar mengendarai mobilku tanpa arah tujuan. Atau mungkin pikiran bawah sadarku punya tujuan karena tahu-tahu saja mobilku sudah memasuki kompleks perumahan Nadia.

Aku menghentikan mobil beberapa rumah dari rumah Nadia karena mobil merahku pasti akan sangat mencolok jika berhenti tepat di depan rumahnya. Kami janjian sore, dan sekarang Richard Mille di tanganku baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Sangat memalukan kalo Nadia tahu aku sudah ada di sini.

Aku sedang menimbang apakah akan pergi lagi atau tidur saja di dalam mobil menunggu sore datang ketika sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Nadia. Tanganku mengepal erat di setir saat melihat sosok yang turun dari mobil. Calon suami Nadia. Saingan beratku untuk mendapatkan Nadia kembali.

Aku menatap tajam saat laki-laki itu melangkah santai masuk ke dalam rumah, seolah sudah sangat terbiasa melakukannya. Hatiku rasanya nggak nyaman, susah payah aku berusaha menenangkan hati. Setidaknya namanya bukan Elang, jadi tato di leher Nadia bukan tentang dia. Aku masih punya harapan.

Dari Balik Jendela (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang