[03]

57 4 0
                                    

Viola dan sikembar Alanta kini berjalan menuju kelas yang katanya berada di bagian pojok. Namun, setiap langkah yang mereka ambil, selalu saja terdengar perbincangan soal kelas-kelas tahun pertama. Lebih mencolok, mereka semua membahas kelas 10 yang katanya, sejak dulu memang diisi dengan murid pembuat onar dan nilai paling rendah yang mendaftar di sekolah ini.

Mendengar itu, Viola merasa tidak terima sebab kelas 10 kini menjadi kelasnya. Akan tetapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain mengamati kertas yang tertempel di depan pintu sebuah kelas---nama lengkapnya memang berada di antara murid kelas 10.

"Tidak buruk juga," ucap Katty yang kini mengamati kelas baru mereka seraya mengipasi dirinya yang mendadak kepanasan.

Kiano pun mengangguk setuju atas perkataan saudarinya, sementara Viola, gadis itu masih menatap dengan inci ruangan sederhana tanpa benda-benda yang fungsinya membangkitkan semangat untuk belajar, dan kini menjadi kelasnya---selama 3 tahun ke depan.

Viola juga mengamati wajah-wajah teman sekelas yang masing-masing memiliki kesibukan. Akan tetapi, hal yang ia lakukan  harus terhenti saat mendengar suara dehaman dari belakang, sebab mereka yang saat ini berdiri di tengah-tengah pintu.

Dengan kilat dan tanpa berpikir panjang, mereka bertiga langsung menoleh ke arah belakang dan menemukan presensi seseorang yang membuat mereka ... terpesona.

"Aku ingin lewat," ucap lelaki berpakaian sangat rapi itu dengan datar kepada mereka.

Katty dan Kiano tentu langsung memberikan jalan, tetapi berbeda dengan Viola yang terus menatap wajah itu dengan lekat. Memang, lelaki itu sangat tampan dan mempesona, tetapi bukan karena itu. Melihat wajahnya, terasa sangat asing dikedua matanya.

Dengan ragu, ia menaikkan sebelah alisnya, membuat lelaki yang ingin lewat itu agak jengkel, tetapi Viola mengabaikannya.

"Apa kita pernah bertemu?"

Lelaki itu menatap Viola tidak minat. "Tidak." Lantas lelaki itu melenggang begitu saja meninggalkan mereka dan terduduk dibangku yang masih kosong.

Viola langsung saja mengerucutkan kedua bibirnya. Berbarengan dengan ia yang mendapatkan senggolan dari Katty. "Kau mengenalnya?"

Viola hanya mengedikkan kedua bahunya. "Entahlah, tetapi wajahnya tidak asing. Aku seperti sudah melihatnya," ucapnya sangat yakin. "Kalau kalian?"

Katty sontak menggeleng sembari terus mengipasi wajahnya. Akan tetapi, Kiano malah mengangguk. "Dia kapten basket yang mengalakan sekolah kita," jawabnya singkat.

Katty dan Viola langsung mengangguk paham. Lelaki itu memang terlihat sangat tampan, tetapi Katty dan Viola bisa mengendalikan diri di mana mereka tidak seperti cacing kepanasan dan beberapa murid di Britania High School yang kini mengamati lelaki itu penuh harap dijendela kelas.

Katty langsung menggeleng tidak suka. "Oh my God! Apakah mereka tidak memiliki pekerjaan lain? Apa mereka baru melihat lelaki tampan? Kalau dilihat lebih jeli lagi, masih tampanan idolaku yang saat ini mencari nafkah di Korea Selatan," ujar Katty yang sontak membuat Kiano merotasikan bola matanya.

Katty memang aneh.

Namun, Viola tidak memedulikan temannya itu. Pikiranya terus berkelana, karena ia sangat yakin pernah bertemu dengan lelaki itu. Hingga, sebuah adegan melintas dipikirannya. Menayangkan detik-detik ia bertemu dengan lelaki itu yang terjadi beberapa waktu lalu sebelum tiba di sekolah.

Viola lansung mendelik tidak percaya. "Ouh, aku baru mengingatnya! Dia lelaki yang kutabrak, maksudku, yang tidak sengaja ditabrak oleh Pak Hans  dan aku yang mencoba untuk bertanggung jawab, dia malah menasehatiku dengan berkata …," jedanya lalu menghembuskan napas. "Aku tidak butuh uangmu, Nona. Dan harus kau ketahui, tidak semua hal bisa selesai dengan uang!"

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang