[07]

29 3 0
                                    

Viola terus mempercepat langkah, bahkan berteriak di hari yang masih sangat pagi untuk menghentikan langkah seorang lelaki bernama Atlas. Akan tetapi, lelaki itu sama sekali tidak berminat untuk meresponnya. Dengan sombongnya, bahkan terus berjalan amat santai menuju kelas.

Viola tentu sangat kesal. Oleh karena itu, Viola semakin mempercepat langkahnya, hingga ia kini dapat berdiri di hadapan Atlas yang langsung menghentikan kedua kakinya---lelaki itu cukup terkejut. Ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Viola di sekitarnya dan kenapa Viola menghentikannya hingga kehabisan napas seperti itu?

Dengan malas, Atlas melepas airpods yang ia kenakan, membuat Viola yang melihatnya langsung saja tertawa miris. Pantas saja, mau ia berteriak seperti apapun, Atlas tidak akan berbalik ataupun menghentikan langkah.

"Pantas saja! Sungguh! Aku ingin membunuhmu!" ucap Viola yang masih terengah-engah seraya menekuk lutut.

Atlas sama sekali tidak mengerti akan Viola yang menghentikannya. "Kau kenapa?"

Sekejap, Viola menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Kemudian, bersiap untuk menjawab pertanyaan Atlas yang sedang kebingungan. Seolah-olah, tidak mengerti jika apa yang ingin ia katakan ada hubungannya dengan pembahasan semalam.

"Intinya, aku tidak setuju dengan saranmu. Itu sangat tidak adil untukku. Aku ... aku'kan seorang bos! Maksudku, aku ketua kelas! Sudah seharusnya---"

"Kau ketua kelas, untuk itu ... jalani tanggung jawabmu dan pembagian itu sudah sangat adil," pangkas Atlas. Namun, Viola tidak bisa menerimanya.

"Kalau begitu, kau saja yang menggantikan posisiku. Aku tidak bisa, karena aku---"

"Seorang gadis yang tidak bisa terlalu bekerja keras?" Atlas kembali menyela, walau tutur kata Atlas memang hal yang ingin ia katakan. Ingin marah-marah, Viola merasa merinding di samping Atlas. Bahkan, kedua bibirnya terasa diberi lem hingga tidak bisa berujar untuk memberi pembelaan.

Melihat itu, membuat Atlas sontak menatap Viola dengan lekat. "Itu masalahmu. Bukankah, kau sendiri yang ingin menjadi ketua kelas, Nona Viola?" ucap Atlas dengan senyum miring, lalu kembali mengenakan airpord dikedua telinganya dan berlalu. Meninggalkan, Viola yang mematung, tetapi baru sadar akan kebodohannya yang tidak bisa membalas tutur kata Atlas.

Viola kesal sendiri. "Ais, kenapa kau hanya diam, Viola?"

***

Pada akhirnya, Viola menerima saran Atlas. Bahkan, Viola sudah mengumumkannya ke seisi kelas dan mendapatkan respon positif mengenai ia yang katanya ketua kelas yang bijaksana. Nyatanya, Viola semakin tidak mempermasalahkan saat rakyatnya berpikiran seperti itu.

"Kau memang luar biasa, Viola," gumam Viola dengan senyum lebar. Beriringan dengan Katty yang menoleh ke belakang---sesuatu ingin keluar dari kedua bibirnya.

"Viola, apa berita mengenai murid tertukar antara kelas kita dengan kelas 7 itu benar?" tanya Katty.

Viola yang tengah mencatat sesuatu, langsung mengangguk, membuat Katty ber'oh saja dan kembali pada posisinya semula di mana awalnya ia sedang bermain game. Bersamaan dengan itu, Viola baru mengingat soal murid itu yang belum tiba di kelas saat bel hampir berbunyi. Apa murid itu tidak tahu kelas 10?

Alhasil, Viola langsung saja menatap ke arah Atlas yang sedang membaca sebuah buku---tidak pernah ada bosannya.

"Atlas!"

Sang empu hanya berdeham. Agak menjengkelkan saat Viola mendengar respon itu, tetapi ia mencoba untuk mengabaikannya dan mendekat ke meja Atlas. "Apa kau tahu soal murid tertukar itu? Dia belum tiba juga. Jangan-jangan, dia kesasar!" ujar Viola yang membayangkannya.

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang