[25]

22 3 0
                                    

Viola tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar cerita dari lelaki songong seperti Atlas di mana sosok wanita yang tadinya bertabrakan dengan dirinya adalah ibu lelaki itu. Sungguh, Viola sangat terkejut dan tidak bisa mengekspresikan dirinya sendiri.

"Kau tidak bercanda'kan?" Viola bertanya memastikan. Akan tetapi, Atlas yang mendengarnya tentu saja merasa tidak nyaman.

Sekilat, Atlas melirik Viola dengan datar. "Apa wajahku terlihat seperti pelawak?" tanya Atlas balik yang kemudian menatap ibunya yang kini bersama dengan seorang perawat.

Mendengar itu, Viola yang merasa terkejut pun sontak saja tertawa. Nyatanya, Atlas yang hanya berkata seperti itu, membuat Viola malah tertawa. Sungguh terlihat miris kala Atlas memikirkannya.

"Berbicara denganmu ternyata sia-sia saja," gumamnya. Alhasil, tawa Viola langsung saja memudar dan digantikan dengan mengikuti arah mata Atlas yang mengarah ke ibunya.

Viola menghela napas. "Aku turut prihatin dengan keadaan Ibumu, Atlas. Untuk itu, aku akan ke Gereja dan berdoa demi kesembuhannya," ucap Viola dengan lirih.

Mendengar itu, membuat Atlas menyunggingkan senyum dengan tipis. "Terima kasih, walau itu nyatanya sia-sia saja. Aku sudah melakukannya sejak dulu, tetapi Tuhan tidak mendengarkan doaku dan malah memperkeruh keadaan saat Ayahku membuat keputusan yang menghancurkan hidupku dan juga hidup Ibuku," jelasnya yang mencoba untuk bercerita.

Mereka yang kini berdiri di depan ruangan itupun, sontak saja saling melempar tatapan. Namun, tidak lama, Atlas mengalihkannya lagi. "Ibuku sangat berharga bagiku dan aku benar-benar tersiksa saat melihat Ayahku menikah dengan wanita itu."

Viola yang mendengarnya, ikut merasakan kepedihan dari kisah Atlas---sosok yang paling ia benci. Namun, Viola tidak menyangka saja, Atlas yang selalu terlihat baik-baik saja, ternyata memiliki alur kehidupan yang amat pelik.

"Oh iya, kenapa kau ada di sini?" 

Dengan kilat, Viola menyadarkan diri dari lamunan dan tersenyum---mencoba untuk terlihat baik-baik saja. "Momku salah satu donatur di sini dan Momku memiliki urusan penting. Sepertinya pun, aku harus segera menemuinya. Namun, bolehkah aku menemui Ibumu dulu?" tanya Viola dengan suara pelan.

Sebenarnya, Atlas cukup terkejut mendengar permintaan Viola. Bahkan, ia tidak mengerti pada dirinya sendiri saat kepalanya malah mengangguk. Sepintas, membuat Viola merasa bahagia dan langsung saja masuk ke dalam ruangan itu sebab Viola memang tidak memiliki waktu yang banyak---sangat takut jika ibunya akan khawatir mengenai dirinya.

Sementara Atlas, memilih mengekori Viola yang kini berdiri di sisi ranjang dan mengamati seorang wanita yang tengah termenung menatap lurus ke depan---setelah mendapat suntikan obat dari perawat yang telah berlalu meninggalkan ruangan ini.

Viola tersenyum lebar. "Halo, Bibi. Senang bertemu denganmu dan aku ingin meminta maaf soal tadi. Aku sungguh tidak melihat Bibi,," ucap Viola dengan ramah.

Namun, Ibu Atlas tidak merespon. Itu agak mengecewakan, tetapi Viola memakluminya. Malahan, Viola mengulurkan tangan untuk berjabat. "Aku Viola, Bi. Teman Atlas. Bisa dibilng seperti itu." Sambil merotasikan bola matanya, sebab tidak menyangka akan memperkenalkan diri sebagai teman Atlas. 

Akan tetapi, responnya masih tetap sama. Oleh karena itu, Viola langsung saja menatap Atlas dan tersenyum agak canggung. "Em … Bibi, aku harus pulang. Kapan-kapan, aku akan menemui Bibi---"

Viola tidak melanjutkan ucapannya, dikarenakan sebuah jemari langsung menggenggam jemarinya---cukup erat. Respon yang tidak disadari oleh Viola maupun Atlas. Manalagi, wanita yang di hadapannya itu langsung menatapnya dengan senyum yang mengembang.

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang