[04]

45 2 0
                                    

Gadis itu sangat kebingungan. Sejak tadi, hal yang ia lakukan terus saja berjalan mondar-mandir di hadapan Katty dan Kiano yang sedang mengisi perut dengan beberapa cemilan juga minuman dingin di taman indah ini. Hingga, Katty yang sudah bosan kini merotasikan bola matanya dengan malas, karena Viola menghalangi dirinya untuk memandang senior yang tampan.

"Oh my God! My Sweety Viola, kau ini kenapa? Sejak tadi mondar-mandir tidak jelas. Duduk di sini dan mari kita memanding senior yang tampan sembari memyemil," ucap Katty dengan bangga yang membuat Viola langsung berdecak.

"Untuk saat ini, aku tidak bisa sesantai kalian. Sungguh, aku sangat bingung. Aku tidak tahu menahu soal pidato yang harus kusampaikan saat menjadi kandidat ketua kelas. Itu sangat membuatku takut, karena aku membuat taruhan dengan Kak Vanko," ucap Viola lirih.

Sekejap, Katty mendelik. "Kak Vanko? Oh my God! Aku sangat ingin melihat wajahnya yang sangat tampan, walau usianya terus bertambah," serunya lantas berdiri dan menggoyang-goyangkan lengan Viola. "Kapan-kapan, ajak aku ke rumahmu, ya. Aku ingin berfoto dengan Kak Vanko!" 

Kiano dan Viola pun langsung merotasikan bola matanya dengan malas. Mereka berdua sangat paham, bagaimana Katty yang memang bucin dengan pesona pria bernama Vanko yang tidak lain adalah kakak Viola. Akan tetapi, Katty seharusnya paham akan Viola yang sedang membutuhkan pencerahan.

Alhasil, dengan kesal, Viola melepas jemari Katty yang menggandeng lengan. "Aku sedang tidak ingin bercanda, Katty! Aku benar-benar sangat takut, tidak akan bisa menjadi ketua kelas. Apalagi, aku baru saja mendengar kabar soal lelaki itu yang sejak sekolah dasar menjadi ketua kelas. Peluangku sangat kecil," ucap Viola yang tidak bisa mengendalikan dirinya lagi.

Katty yang mendengarnya pun, langsung tersenyum pelan dengan mengusap ceruk lehernya. "Aku minta maaf. Kau'kan tahu, kalau aku penggemar berat kakakmu! Seandainya aku terlahir sebagai kakak ipar Sachi, hidupku benar-benar damai---"

"Dan aku sebagai adik dari Vanko, sangat bersyukur saat kau tidak terlahir sebagai kakak iparku!" sarkasmenya.

Sekilat, Katty merapatkan kedua bibirnya seraya mengipasi wajahnya yang mulai berkeringat. Bertepatan pada waktu itu, Viola dapat melihat eksistensi lelaki jangkung bernama Atlas yang berlalu dengan kalem bersama buku bacaannya.

Viola pun tersenyum kecut. "Dia pintar sekali mencari perhatian. Seakan-akan dia ingin dicap sebagai ketua kelas idaman di kelas nanti," ejeknya.

Katty dan Kiano pun langsung menatap ke arah Atlas. Lantas, Kiano bangkit dari duduknya untuk mendekat ke arah Viola.

"Tidak ada salahnya juga, jika seseorang ingin mencari perhatian. Seharusnya, kau juga melakukannya dan harus kau ketahui satu fakta ini! Kelas kita itu tidak terlalu peduli dengan pembelajaran," ucap Kiano seraya menaikkan kedua alisnya.

Sekalipun Viola termasuk murid berprestasi, ia tidak mengerti maksud dari Kiano. Secara bersamaan, Katty mendekat sebab tidak ingin ketinggalan pembicaraan.

"Jelaskan maksud ucapanmu!"

Kiano pun tersenyum tipis. "Sederhananya, buatlah sesuatu agar teman sekelas ingin memilihmu. Tidak perlu memperlihatkan jika kau adalah siswa berprestasi, karena kelas kita itu berbeda dan menganggap siswa kategori itu sangatlah membosankan."

Katty langsung mengangguk, setuju dengan pernyataan kakaknya. "Itu sangat benar My Sweety Viola. Jika kau pernah mendengar dan  melihat kampanye soal politik, kau pasti sangat tahu! Apa yang harus kau lakukan agar teman sekelas kita mendukungmu, dan kau bisa mengambil poin utama untuk pidatomu soal, hal yang dibutuhkan bagi remaja seperti kita di sekolah selain belajar."

Alhasil, Viola tertegun dengan otak yang terus bekerja untuk berpikir. Hingga, bohlam keberuntungan menyinggah di atas kepalanya.

"Dukungan dan kesenangan!"

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang