[09]

23 2 0
                                    

Viola mengamati sebuat sketsa yang berada di kertas putih, setelah Mischa Winola---selaku ketua divisi kesenian kelas memberikan kertas itu kepadanya. Tentunya, akan menjadi bahan isian di mading kelas.

"Bagaimana, ketua? Menurutku tema yang menarik itu soal mencintai diri sendiri dan aku sudah merancang semuanya dikertas itu. Tinggal, kita akan memberi bubuhan dengan kata-kata inspiratif dari beberapa ahli atau penggalan lagu," ucap Mischa.

Viola yang masih fokus pada kertas yang berisi coretan-coretan yang masih bisa ia pahami, sontak mengangguk dengan perlahan. Terlebih, tema yang Mischa sarankan sangatlah menarik. Tema yang selalu diabaikan oleh banyak orang di dunia ini. Mencintai diri sendiri.

"Pilihanmu bagus, Mischa. Aku sangat yakin, kelas kita akan mendapatkan reward untuk bulan ini jika kita mengawali perjalanan menuntut ilmu dengan mencintai diri sendiri. Itu luar biasa," balas Viola seraya melipat kertas itu dan menyerahkannya kembali pada sang pemilik. "Kita akan membahas selengkapnya besok saja dan terima kasih atas partisipasimu."

Alhasil, sudut bibir Mischa terangkat ke atas dan tidak lupa matanya melengkung membentuk bulan sabit. "Seharusnya akulah yang berterima kasih, Ketua. Baiklah, aku pergi dulu dan sampai jumpa besok, Ketua!" 

Lantas, gadis berambut bob pendek itu langsung saja menuntun kedua kakinya untuk meninggalkan Viola seorang diri di kelas---tanpa seorang pun, sebab sekarang memang waktu para murid untuk kembali ke rumah. 

Ya, seandainya bukan karena tugasnya sebagai pemegang kunci, Viola tentu tidak akan kembali ke rumah paling akhir dari teman sekelasnya. Namun, mau bagaimana lagi? Viola pun, terlihat cukup kesal dikarenakan sikembar Alanta telah kembali begitu cepat dan tidak ingin menemaninya sebentar saja. Katanya, mereka mendadak memiliki pertemuan keluarga yang sangat penting.

Demi Neptunus! Viola tentu tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Manakala, kedua kakinya berjalan dilorong sekolah yang mulai sepi setelah ia mengunci pintu kelas---hanya beberapa murid saja yang berlalu.

Percayalah, Viola tidak seberani paranormal. Apalagi, bulu kuduknya yang mulai meremang sejak tadi, padahal sekarang masih sore---seiring berjalan waktu senja akan mulai tampak. 

Oleh karena itu, Viola tengah menggunakan kekuatan super berjalan amat cepat dengan tubuh tegap. Hingga, ia tiba di pintu masuk sekolah, yang di depannya terdapat gerbang yang masih terbuka. Namun, Pak Hans belum juga menampakkan diri. 

Tidak ingin berlama-lama di sini, Viola langsung membuka aplikasi obrolan dan menemukan satu pesan dari Pak Hans.

[Pak Hans]: Saya minta maaf, Nona. Sepertinya, saya akan terlambat menjemput Nona sebab sekarang telah terjadi kecelakaan dan membuat jalanan menjadi macet.

"Oh My God! Kenapa kecelakaan itu  harus terjadi sekarang dan membuat jalanan macet?" gerutu Viola yang langsung saja menghentak-hentakkan kedua kakinya, karena kesal. Bahkan, ia ingin melempar ponselnya, tetapi terhalang saat seseorang memanggilnya. Sosok itupun, kini mendekat ke arahnya dengan menggunakan seragam basket yang berpeluh dan tersembunyi dibalik jaket.

Viola tidak bergerak. Kedua matanya hanya menatap lurus ke arah lelaki yang tampak tidak asing itu, tetapi ia lupa mengingat tentang lelaki itu. Alhasil, lelaki itu tersenyum tipis---memperlihatkan kedua matanya yang melengkung membentuk bulan sabit kepada Viola.

"Kau lupa denganku, Viola?" tanyanya.

Secara spontan, Viola mengangguk dengan senyum tidak enak hati yang terlihat. "Aku benar-benar lupa---"

"Aku Neon. Ingat soal kau menendang bola dan mengenai kepala seorang lelaki?" ucapnya yang memangkas tutur kata Viola.

Dengan kilat, Viola menutup mulutnya karena terkejut. "Oh astaga! Aku tidak tahu kenapa bisa melupakanmu, Senior. Mengingat itu, aku jadi merasa bersalah lagi. Apa Senior baik-baik saja?"

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang