[27]

22 2 6
                                    

"Apa gadis itu sudah gila? Kemarin dengan Neon, sekarang dengan Atlas?"

"Dia melakukannya seolah-olah Atlas dan Neon adalah mainan."

"Kasihan sekali dua lelaki tampan itu yang dipermainkan oleh gadis seperti Viola."

Setidaknya, seperti itulah yang Viola dengar saat baru tiba dan hendak ke kelasnya. Bukan hanya perkataan, ia juga terus mendapatkan banyak tatapan mengintimidasi, sehingga membuat Viola terus menarik langkah dengan kepala menunduk ke bawah.

Oleh karena itu, tanpa Viola sadari, ia lantas menabrak seseorang yang mengenakan hoodie dan langsung jatuh di atas lantai yang dingin. Tidak bisa Viola bayangkan, bagaimana rasa sakit dari tubuhnya karena dampak tabrakan itu.

"Akh, hariku benar-benar sial!"

Viola meringis kesakitan dan berusaha untuk bangkit. Akan tetapi, lebih dari itu, Viola sangat bersyukur karena tempat di mana ia terjatuh cukup sepi, sehingga tidak terjadi sebuah drama yang memuakkan. Alhasil, Viola yang baru menyadari jika ia bertabrakan dengan seseorang, sontak saja menuntun fokus ke depan dan menemukan eksistensi seorang lelaki yang tak lain adalah Atlas.

"A--Atlas? Kau?"

Dengan kilat, Viola langsung saja berdiri dan membantu Atlas untuk bangkit dengan mengulurkan jemari. Tidak mengabaikan hal itu, Atlas yang memang masih terduduk di atas lantai pun sontak menerima uluran tangan sembari menepuk-nepuk beberapa bagian tubuhnya yang diyakininya kini kotor.

"Aku minta maaf. Aku tidak melihatmu. Sungguh, pikiranku sangat kacau." Viola langsun berujar seraya memegangi kepalanya.

Atlas yang mendengarkan itupun, langsung saja menghentikan aksinya yang tengah menepuk seragamnya dan menatap Viola yang tengah cemas. "Soal kemarin'kan?"

Viola langsung mengangguk, karena pada dasarnya itu memang benar. "Mereka semua salah paham lagi dan mengatakan tidak-tidak kepadaku dan juga kepadamu. Oh sungguh, aku tidak tahu harus berbuat apalagi, sekarang? Mengingat, aku yang ingin keluar dari masalah dengan Senior Neon, tetapi sialnya,masalahku malah bertambah dan memperkeruh semuanya," ucapnya dengan cemas.

Sekejap, membuat sebelah alis Atlas kini terangkat. "Ini bukan ide konyolmu? Maksudku, aku menanyakan hal ini, tetapi kau hanya membacanya saja. Aku kira …." Atlas tidak melanjutkan tutur kata, sebab ia tahu Viola paham akan kelanjutannya.

Akan tetapi, dugaan Atlas sangat salah kala Viola menggeleng tanpa ragu dan langsung saja menghembuskan napas kasar. "Aku sudah tidak waras jika itu adalah ideku. Demi Merlin! Akupun mengetahui hal itu saat Katty mengabariku melalui pesan dan aku sangat kesal kepada orang yang menyebarkan foto itu!" ucap Viola dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Atlas yang melihat dan mendengar itu, sontak saja menghela napas dan menjejalkan kedua tangan dalam saku hoodie. "Foto itu diambil saat kita di yayasan. Jika itu bukan kau maupun aku, lalu siapa yang melakukannya?" Atlas bergumam pada diri sendiri yang dapat didengar oleh Viola yang saat ini berkacak pinggang dengan cemas.

Viola menarik langkah untuk ke pinggir sembari mengamati sekitar dengan perasaan kacau. Sementara Atlas yang masih pada tempatnya, mengamati apa yang dilakukan oleh Viola, lalu memutuskan untuk mendekat. 

"Atlas, coba katakan, apa yang harus aku lakukan? Sungguh, aku hanya ingin sekolah dan menjadi ketua kelas yang teladan. Akan tetapi, hal ini sangat memusingkan dan … oh my god!" Viola memegangi kedua pipinya dan menatap Atlas yang berada di sampingnya dengan terkejut.

"Kunci kelas ada ditanganku, dan aku belum membuka kelas. Sial! Sial!" Viola menggerutu---menumpahkan seluruh kekesalannya. Akan tetapi, Atlas yang berada di samping Viola malah melukis sebuah senyum yang amat indah---sangat tulus. Hanya saja, Viola tidak dapat menyadari senyum manis Atlas dikarenakan Viola yang langsung saja menarik pergelangan tangan Atlas untuk meninggalkan tempat mereka berdiri dan segera ke kelas.

Atlas tidak menolak, dan Viola yang memang dikelilingi oleh kepulan asap cemas, tidak memahami tindakan yang ia lakukan. Terlebih, saat seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapan mereka saat mereka telah berlari cukup jauh dari tempat sebelumnya.

Tentu saja, Atlas maupun Viola langsung menghentikan langkah dengan kondisi Viola yang memegang erat pergelangan tangan Atlas di hadapan gadis bernama Daisy.

"Daisy?" Atlas berujar dengan spontan.

Akan tetapi, gadis berkulit pucat itu langsung saja terfokus pada genggaman erat yang terkait itu, dan merasakan dadanya yang sangat sesak. Terlihat, Daisy memegangi dadanya sembari menunjuk ke arah Atlas dan Viola.

"Jadi, kalian?" Daisy berusaha menetralkan diri yang merasa sesak saat bernapas. Tentu saja, membuat Viola menjauhkan jemarinya pada Atlas dan berusaha untuk menjelaskan sesuatu.

Namun, Daisy tidak ingin mendengarkan apapun yang ingin terlontar dari bibir Viola dan menatap Viola dengan nyalang. "Sungguh, dengan melakukan ini, kau sangat murahan Viola!" Lantas Daisy menuntun kedua kakinya untuk menjauh. Tidak lupa, gadis itu melakukannya sembari menghentakkan kedua kaki.

Atlas tidak mengatakan apapun dan itu membuat Viola melirik ke arah Atlas dengan kesal. Akan tetapi, tidak ada gunanya juga. "Ah! Takdirku benar-benar sial! Kenapa makin rumit, sih?" tanya Viola pada dirinya.

Namun, Viola sekejap memikirkan satu hal kala melihat ekspresi Daisy yang serasa sakit hati. Viola sontak mengamati Atlas yang terlihat santai dan menaikkan sebelah alisnya.

"Tunggu dulu, sepertinya, Daisy itu …."

"Dia menyatakan perasaannya kepadaku kemarin sore dan aku menolaknya."

Alhasil, Viola menepuk dahinya dan mendengus sebal. "Dan karena masalah ini, dia akan memusuhiku!"

***

"Aku kasihan dengan dirimu, Viola. Kau benar-benar terjebak di masalah yang memusingkan seperti ini," ucap seorang gadis yang kini mengipasi wajahnya yang terasa kepanasan di pagi hari seperti ini.

Viola yang tengah menidurkan wajahnya ditumpuan kedua tangan hanya menghela napas pasrah. "Entahlah, aku bingung dan serasa ingin tidur saja," gumamnya.

"Ayolah, ketua kelas. Kau tidak boleh seperti ini. Lagipula, kau tidak bersalah dan kita bisa membantumu untuk mengatakan yang sebenarnya soal kau dan senior Neon yang tidak memiliki hubungan," sahut Yeonchun yang mendapat anggukan setuju dengan beberapa orang yang mengelilinginya.

Hanya saja, Atlas yang tengah menulis sesuatu di sebuah buku, mendadak terhenti kala mendengar penuturan dari Yeonchun.

"Itu sangat benar. Aku setuju dengan ucapan Yeonchun! Lalu, setelah itu, kau katakan saja soal foto itu hanyalah sebuah kebetulan dan tidak benar. Lantas, kita lacak siapa yang melakukannya." Kiano menambahi.

Atlas mendadak tidak bisa melanjutkan kegiatannya lagi. Ia tidak tahu pada dirinya sendiri saat Kiano memberikan saran untuk mengatakan sebenarnya soal foto dirinya dan juga Viola. Maksudnya, ada rasa sesak yang langsung membuncah sebab ia merasa tidak masalah dengan kabar mengenai dirinya dan Viola.

Entahlah, Atlas bingung sendiri.

Namun, Atlas tidak bisa membiarkan Viola terbebani seperti ini. Apalagi, kelas akan menghadapi sebuah penilaian untuk kelas terbaik dan itu akan membuat semua rencana yang telah dibuat akan kacau. Untuk itu, tanpa pilihan lain, Atlas menghela napas dan menoleh ke arah kerumunan itu.

"Aku memahami dunia pemrograman dan aku akan melacaknya."

Tbc.

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang