"Apa ini? Kenapa kau berada di tempat ini? Bahkan, kau hampir menabrakku. Oh … apa kau tidak memiliki pekerjaan lain selain ingin tahu dengan kehidupanku?" Viola mulai bertanya dengan gaya kalemnya, membuat Atlas yang masih berada di atas sepeda, menatap amat lekat. Lebih kepada miris dengan pola pikir Viola.
Viola pun lantas berkacak pinggang, tepat di hadapan Atlas. Alhasil, Atlas kini memberikan balasan dengan gelengan halus. "Kenapa aku harus memberitahumu alasanku berada di sini? Terlebih, kau melihatku berpakaian olahraga dan menggunakan sepeda. Menurutmu, apa aku sedang memasak?"
Lantas, Viola mendelik tidak mengerti. "Apa---"
"Kurang kerjaan sekali aku ingin tahu dengan kehidupan orang lain seperti dirimu. Lagipula, ini tempat umum! Siapapun bisa berada di tempat ini dan aku tidak perlu menjelaskan apa-apa kepadamu." Atlas memangkas yang kemudian mengayuh sepeda untuk meninggalkan Viola yang diam berkutik.
Bahkan, detik selanjutnya, Viola mendelik tidak percaya saat lelaki itu ternyata memasuki area lapangan basket perumahan---bukan pergi dari area sini. Manalagi, Atlas yang memarkir sepedanya di tempat parkir khusus dan langsung mengambil bagian dalam sesi permainan bola basket yang tengah dilakukan oleh beberapa orang.
Mendadak, Viola tidak bersuasana baik untuk bermain basket. Ia hendak meninggalkan lapangan itu, tetapi terhalang saat satu opini langsung muncul dalam benaknya. "Jika Atlas hanya ingin berolahraga, kenapa harus di sini? Maksudku, masih banyak area lain, tetapi kenapa? Tunggu dulu, apa Atlas tinggal di area sini?"
Suara tepukan pun langsung terdengar, membuat Viola mengalihkan tatapan untuk mengamati aksi lelaki itu yang begitu lihai bermain basket. Sangat santai saat melakukannya dan seakan-akan, tidak pernah terjadi sesuatu yang membuatnya kepikiran.
"Lelaki seperti Atlas memang luar biasa tidak bisa ditebak," ucap Viola yang menarik langkah. Bukan untuk meninggalkan area lapangan, sebab Viola malah masuk ke area itu dan langsung disuguhkan dengan pantulan bola yang melayang ke arahnya.
Viola dapat menangkap lemparan bola dari Atlas, dan Viola belum memberi gerakan apapun selain memegang bola tersebut.
"Hei! Kemarikan bola itu!"
Viola pun sekilas melirik ke arah lelaki yang memekik untuk meminta bola, membuat Viola sedikit berpikir dan tersenyum tipis.
"Hei! Apa yang kau pikirkan!" tanya salah seorang dari mereka yang mewaliki. Apalagi, Atlas yang hanya terdiam saja.
Viola yang memegangi bola dan menjadi pusat perhatian pun, langsung saja memantulkan bola dengan fokus seraya menatap ke depan---keranjang bola yang menjadi tujuannya. Viola melakukannya dengan cukup lihai, walau ia tidak terlalu tertarik dan paham dengan basket. Hanya ayah dan kakaknya saja. Hingga, Viola pun berhenti di pusat lapangan dan melakukan tembakan.
Bola itu memasuki keranjang. Sepintas, membuat Viola terkejut bukan main. Ia tidak menduga bisa melakukannya dan ia masih tidak percaya. Beberapa orang di sana pun, memberi tepukan atas masuknya bola tersebut dengan sempurna.
Hingga, seseorang menarik langkah mendekat ke arah Viola untuk mengatakan sesuatu. "Kau hebat! Bagaimana jika kau mencoba duel dengan teman kami ini!" Sambil menunjuk ke arah Atlas.
Atlas langsung memberikan gestur untuk menolak, sebab ia tidak berminat. Namun, Viola yang dapat melihatnya, memiliki hal yang ingin ia lakukan terhadap wakil ketua kelasnya itu.
"Hanya pecundang saja yang menolak duel. Aku sih, menerima saja! Namun, sepertinya … temanmu itu …." Viola tidak melanjutkan tutur katanya dan langsung menggelengkan kepalanya.
Sekilat, membuat Atlas mengangkat kepala untuk mengamati Viola lebih jelas yang tengah menantangnya. Beriringan dengan hal itu, salah seorang temamnya, memegang pundaknya. "Atlas, kau tidak boleh menolak. Beri dia pelajaran!"
Atlas yang mendengar suara itu, sontak saja menukik senyum dan menarik langkah untuk berhadapan dengan Viola yang tersenyum angkuh kepadanya. "Perkataanmu benar. Aku tentu tidak akan menolak dan setuju dengan pendapatmu!"
***
Atlas dan Viola kini saling berhadapan, dan seseorang yang juga berdiri di antara mereka dengan memegang bola basket itu. Bersiap untuk melempar dan akan diperebutkan oleh keduanya.
Viola akui, Atlas cukup berpeluang menang dengan memiliki tinggi ideal untuk menjangkau bola dan menguasainya. Sebenarnya pun, Viola kini mengumpati dirinya sendiri yang malah dengan angkuh, menerima tawaran itu, sebab ia tidak terlalu mahir dalam permainan ini. Ia hanya memainkannya karena ingin, dan sangat kebetulan sekali, tembakan bolanya pada keranjang masuk dan mencetak skor.
"Apa kalian siap?"
Atlas mengangguk tanpa ekspresi, membuat Viola agak ragu. Bagaimana jika ia yang akan kalah? Mengingat, Kiano pernah berkata soal Atlas yang pernah ikut pertandingan nasional mewakili sekolahnya.
Itu berita buruk. Akan tetapi, ia mengangguk saja, sebab jika ia mengundurkan diri, harga dirinya'lah yang akan dipertaruhkan.
Alhasil, pribadi yang tengah berada di antara keduanya pun, langsung mengangguk paham dan melempar bola ke atas, membuat Atlas dan Viola berusaha untuk merebutnya. Dan Atlas dengan tinggi semampai pun, dapat mengambil bola itu lantas memantulnya begitu lihai lalu mencetak skor.
Atlas yang melakukan hal itu, terasa begitu mudah---tanpa beban sama sekali. Apalagi, saat Atlas melakukannya berulang kali dan tidak membiarkan Viola lolos begitu saja. Viola bahkan tidak berkesempatan untuk menembak bola ke keranjang dan itu membuat Viola jengkel sendiri.
Kenyataannya, ia salah memilih lawan. Lelaki itu, Atlas Roosevelt, keluar sebagai pemenang dan kini dipuja oleh beberapa orang yang menjadi saksi duel tersebut. Namun, Viola tidak begitu peduli. Ia sangat kelelahan dan langsung saja terduduk dengan napas tersengal-sengal dan rasa lelah yang memuncak dalam dirinya.
"Kau kalah, Nona!" Seseorang berujar.
Viola hanya mengangguk dan memberi gestur melalui jemarinya di mana ia mengakui kekalahannya. Sehingga, duel itu selesai sampai di sana dan Viola masih berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya. Hingga, ia dapat melihat sebuah jemari kekar yang mengulur di hadapannya.
Sontak saja, Viola mengamati pemilik jemari itu dan langsung bertanya-tanya. "Atlas? Kau?" ucap Viola dengan napas yang masih tersengal-sengal, sembari meraih jemari itu sebab ia memang membutuhkan bantuan. Serasa, semua badannya tidak bisa bekerja sama lagi.
"Aku … aku---"
"Lain kali, pikir dulu sebelum menerima duel," ucap Atlas yang memangkas perkataan Viola. Bahkan, Viola dibuat sangat terkejut saat Atlas melempar botol minum ke arahnya. Untung saja, ia masih memiliki kekuatan untuk menangkap botol itu, sehingga tidak ada masalah lagi. Akan tetapi, Viola langsung saja dibuat heran dengan sikap Atlas.
"Ini? Untukku?"
Atlas hanya menatap Viola dengan dingin, lalu menunjuk ke belakang Viola yang kosong melalui sorot matanya. "Untuk seseorang yang berada di belakangmu!"
Alhasil, Viola langsung menoleh ke belakang dan tidak menemukan siapapun. Tentu saja, Viola bergidik ngeri, padahal ini masih cukup pagi untuk bercanda dengan melibatkan hantu. Ingin memberi protes, Atlas keburu meninggalkan area lapangan. Lelaki itu, hendak pergi dengan sepedanya dan Viola malah merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya---akibat perlakuan sederhana dari Atlas yang terlihat peduli, tetapi sebenarnya sangat peduli.
Tbc.
Hola! aku update! Semoga terhibur dan sampai jumpa di part selanjutnya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
SPARKLE
Teen FictionViola Dickson adalah gadis cantik dan berprestasi yang harus menyelesaikan taruhan dengan sang kakak yang selalu saja mengatainya tidak bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terus saja mengolok-oloknya, saat ia yang ingin menjadi ketua...