[10]

24 2 0
                                    

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Terbukti, saat Viola sejak tadi yang memahami isi buku yang diambilnya di perpustakaan, kini tidak menyadari jika jarum jam telah berad di angka 9. Itu berarti, porsi belajar yang telah ibunya terapkan sejak ia kecil telah usai. Lagipula, Viola memang sejak tadi menantikan angka itu sebab ada hal yang harus ia tuntaskan.

Yap! Menonton Drama Korea yang berada diflashdisk milik Katty, walau ia sebenarnya tidak terlalu tertarik. Ia lebih suka mendengar musik daripada menonton drama ataupun film. Namun, jiwa lain pada dirinya, tiba-tiba saja ingin menyaksikan---minimal satu drama yang katanya sangat terkenal.

"Eighteen Again?" gumamnya seraya mengamati tampilan layar komputer. Tidak ingin bertele-tele, langsung saja menuntun mouse untuk memutar drama episode pertama itu dan mencoba untuk menyaksikannya dengan tenang.

"Viola! Besok kau harus ke sekolah! Jangan tidur sangat larut!" 

Sejekap, Viola menjeda drama yang ingin ditontonginya. Itu adalah suara dari ibunya.

"Iya, Mom! Aku baru saja selesai belajar dan akan segera tidur," ucap Viola sebagai balasan.

Namun, tentu saja ia tidak melaksakan apa yang keluar dari bibirnya. Malahan, Viola berjalan dengan mengendap---tanpa membuat suara bising hingga menyentuh pintu kamarnya dan menguncinya. Berjaga-jaga agar ia tidak terkejut saat sang ibu langsung masuk ke dalam kamarnya. Lantas, Viola meraih kacamata anti radiasi miliknya dan mematikan lampu.

"Maafkan aku, Mom!" ucap Viola dengan suara pelan seraya berjalan ke atas kasur. 

Menurutnya, sesekali seperti ini tidak masalah. Terlebih, ia sudah sangat lelah dan membutuhkan istirahat dengan menonton hiburan seperti sekarang.

Baru kali ini, Viola sangat menyetujui tutur kata Katty dan Kiano yang menyuruhnya agar tidak terlalu rajin untuk belajar. Setidaknya, kewajiban menimbah ilmu dan mencari hiburan diri haruslah seimbang. Apalagi, Viola dilanda stres berlebihan setelah menjabat sebagai ketua kelas.

"Hidupku benar-benar membosankan," gumamnya lagi sembari kembali memutar drama itu dan menontonnya dengan tenang. Hanya saja, Viola tidak menyiapkan teman menonton seperti cemilan ataupun minuman dingin. Sangat disayangkan saat ia melupakannya dan tidak ingin mengambilnya. Bisa-bisa, ia malah akan mendapati beribu pertanyaan dari sang ibu saat putri bungsunya mengotak-atik isi lemari es.

Akan tetapi, Viola mencoba untuk mengabaikannya dan fokus pada drama yang telah menampilkan paras tampan sang pemain yang tengah bermain basket---Hong Dae Yong---juga terlihat seorang gadis yang tengah menatap Dae Yong dengan raut sedih. 

Tentu saja, Viola dibuat penasaran hingga terus fokus pada layar komputer. Namun, karena terlalu fokus, ia langsung saja terkejut kala mendengar nada dering ponselnya yang menandakan sebuah pesan masuk.

Viola sangat kesal. Siapa yang mengiriminya sebuah pesan saat ia sedang bersenang-senang? Ingin mengabaikan, Viola merasa khawatir jika melewatkan sesuatu hingga ia meraih ponselnya yang berada di sampingnya, sembari kembali menjeda drama itu.

[Nomor tidak dikenal]: Hai Viola.

Viola pun tertegun membaca sapaan itu. Terasa hambar dan aneh. Bahkan, saat bayangan Atlas langsung saja melintas dipikirannya dan menerka-nerka, Atlas menghubunginya dengan nomor baru. Mungkin, lelaki itu sedang membuat drama yang akan membuat tekanan darahnya kini bertambah.

"Kau kira kau bisa menipuku, Tuan Atlas?" ucap Viola dengan senyum kecut. Apalagi, saat Atlas yang baik hati, mendadak menjengkelkan---saat pertemuan hingga lelaki itu berniat untuk mengantarnya pulang---jika saja Pak Hans tidak ada.

SPARKLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang