Viola memang sudah tidak waras saat ia membantu Neon untuk menghilangkan rumor itu. Sungguh, Viola merasa bodoh sebab semua orang di sekolah terus saja membicarakannya. Bahkan, hal yang tidak pernah ia pikirkan sama sekali, kabar itu kini dilihatnya di sosial media---termasuk forum sekolah.
Neon si Ketua OSIS, menjalin asmara dengan murid cantik dari kelas 10.
Seperti itulah penggalan judulnya yant membuat Viola sontak menggelengkan kepala. Ia tidak bisa menerima hal itu. "Sekalipun aku mengagumi Senior Neon, itu tidak benar. Aku sama sekali tidak pernah berpikiran untuk memiliki hubungan lain kepada Senior Neon."
Viola mengangguk, sembari menatap gerbang sekolah yang terbuka lebar di mana ia menantikan kehadiran jemputannya yang tidak lama lagi akan sampai di mana itu tidak lain adalah ibunya. Bahkan, ibunya telah mengirim sebuah pesan saat Mr. Liam masih mengajar.
"Mom, segeralah datang. Aku tidak ingin ada masalah lagi," gumam Viola yang sangat berharap. Demi Neptunus! Ia tidak ingin jika melihat eksistensi siapapun. Baik itu Katty, Atlas, apalagi jika itu Neon. Viola tidak tahan dengan drama yang baru saja terjadi.
Apalagi, saat ia yang terus saja mendapatkan ujaran dan tatapan dari murid-murid yang hendak pulang. Oh sungguh! Viola tidak bisa berada dikondisi seperti ini. Terlebih, saat ia yang mencoba untuk melirik, ia tidak sengaja melihat Atlas yang menghentikan langkah dan mengamati dirinya dengan lekat---tanpa bersuara. Hanya saja, Atlas yang memang sulit dimengerti, langsung melenggang ke parkiran khusus sepeda. Bersamaan dengan itu, Viola lantas mendengar suara klakson mobil yang diriingi dengan suara ibunya.
"Viola, ayo!"
Sontak saja, Viola merasakan dirinya yang terasa kacau. Namun, Viola mencoba untuk mengendalikan diri dan tersenyum lebar ke arah sang ibu lantas mendekat.
***
Di dalam mobil, hanya suara dari radio yang terdengar. Viola dan Aileen, belum berniat untuk membuka perbincangan setelah mobil ini melaju beberapa menit. Sebenarnya, Aileen selaku sang ibu ingin bertanya beberapa hal kala melihat wajah putri bungsunya yang merasa gelisah dan sepertinya, ia memang perlu melakukan itu.
Sembari mengemudi, Aileen menghela napas. "Baby, bagaimana dengan harimu? Apa lancar?"
Viola yang memang mendengar pertanyaan ibunya, sontak mengangguk dengan lemah, walau itu sebenarnya bohomh. Mengingat, ia malah melalui masa-masa yang sulit hari ini.
"Baik-baik saja, Mom. Aku hanya lelah saja dan oh iya, kapan kita sampai ke rumah?" tanya Viola yang mencoba untuk mengalihkan pertanyaan sang ibu yang merasa tidak yakin dengan jawabannya.
Aileen pun tersenyum tipis sembari fokus pada kemudi. "Kita ke Yayasan dulu. Ada yang ingin Mom bicarakan dengan Ketua Yayasan. Apa itu tidak masalah bagimu, Baby?"
Sekejap, Viola mengangguk. "Tidak masalah, aku akan ikut juga."
Alhasil, Aileen merasa bahagia mendengarnya dan langsung memberikan elusan lembut pada jemari Viola, putri bungsunya. Hingga tidak lama, mobil ini kini berhenti di sebuah tempat dengan sebuah papan bertulis 'Mental Health Foundation' di atas bangunan lumayan besar.
Viola mengamati bangunan itu dengan lekat. Teringat dengan jelas, ia pernah ke tempat ini saat usianya masih cukup kecil dan ia tidak bisa mengerti apa-apa. Ia hanya tahu, tempat ini diisi oleh orang-orang yang berperilaku aneh. Namun, ibunya langsung memberikan penjelasan di mana tempat ini sangat peduli dengan orang-orang yang memiliki gangguan terhadap kesehatan mentalnya. Hingga lambat laun, ia pun bisa memahami semua itu dan sungguh, Viola merasa sangat bangga dengan ibunya yang ternyata salah satu donatur posisi tinggi di tempat ini.
"Baby. Apa kau tidak ingin keluar dari mobil? Atau, kau takut---"
"Tidak, Mom. Aku hanya mencoba mengingat, kapan terakhir Mom mengajakku ke tempat ini dan kenyataannya, tidak yang berubah," ucap Viola spontan, membuat Aileen tersenyum tipis.
"Mom setuju. Jadi, ayo keluar dan kita pergi ke ruangan para karyawan dulu. Ada hal yang ingin Mom bicarakan," ucap Aileen sembari melepaskan seatbelt dan keluar dari mobil. Pada waktu yang bersamaan, Viola juga melakukannya dan langsung mendekat ke arah sang ibu. Bahkan, Viola sontak saja menggenggam jemari sang ibu kala mereka kini berjalan untuk masuk ke dalam yayasan.
Viola terus mengamati tempat ini dengan ia masih menggunakan seragam sekolah. Hanya saja, Viola mengganti jasnya dengan jaket berwarna ungu pastel.
Baru dari area luar yayasan, Viola sudah melihat seorang wanita paruh baya yang berlarian---membuat seorang perawat yang bekerja kewalahan. Bukan itu saja, Viola juga dapat melihat seorang anak yang terus memperagakan dengan jemarinya seolah-olah ia sedang bermain game. Dari sini, Viola sudah dapat menebak apa yang terjadi dengan anak lelaki itu dan masih banyak hal lain yang bahkan tidak bisa Viola ceritakan satu persatu.
Hanya saja, Viola merasa sedih dan khawatir dengan pasien yang ada diyayasan ini. Penyakit yang mereka derita, bukalah hal sepele sebab mereka kehilangan banyak cerita dalam kehidupan ini dan Viola merasakan kesedihan itu.
"Baby, itu ruangannya." Aileen berujar---mengalihkan pemikiran Viola dan kemudian menarik langkah. Namun, Viola menghentikan langkah itu dan membuat Aileen mengerutkan dahi. "Ada apa, Baby? Apa ada masalah?"
Dengan kilat, Viola menggeleng disertai senyumannya. "Bukan masalah besar. Aku hanya ingin ke toilet. Namun, di mana toiletnya, ya?"
Mendengar hal itu, membuat Aileen terkekeh. "Oh, Mom kira ada masalah besar. Tidak masalah, Baby. Toiletnya kalau tidak salah ada di sana. Kau bisa memastikannya dan jika kau sudah selesai, jangan lupa kembali ke sini, ya. Kalau perlu, hubungi Mom atau langsung masuk ke dalam ruangan itu," jelas Aileen yang membuat Viola mengangguk paham.
Oleh karena itu, keduanya sontak berpisah dan menuntun kedua kaki untuk ke tujuan masing-masing. Lagipula, Viola memang tidak berbohong. Ia benar-benar ingin ke toilet dan tidak bisa menundanya dengan waktu lama. Alhasil, Viola mencoba mempercepat langkah setelah melihat tulisan toilet wanita di hadapannya.
Sangat beruntung, Viola tidak mendapati masalah yang menghambat sesi dirinya ke toilet. Sehingga, ia tidak membutuhkan banyak waktu di dalam sana dan kini merasa bebas dari masalah kecil yang membuatnya merasa kepanasan.
Viola mengamati sekitar sembari mengipasi wajahnya dan hendak kembali ke tempat di mana ia seharusnya berada. "Mom pasti masih berada di ruangan itu," gumam Viola sangat yakin. Lagipula, ia ke toilet tidak terlalu lama---hanya membutuhkan waktu sedikit saja.
Akan tetapi, Viola yang hendak ke ruangan itu, kini harus menghentikan langkah dengan kilat saat seorang wanita berlari dan membuatnya oleng---hampir terjatuh. Wanita itu juga ikut merasakannya, tetapi Viola mencoba menahan pergelangan tangan wanita itu yang bisa Viola tebak adalah salah satu pasien di yayasan ini.
"Oh My God! Apa Aunty baik-baik saja?" Viola bertanya untuk memastikan.
"Kau siapa?" Wanita itu malah bertanya balik dengan tatapan lugu, membuat Viola malah merasa gugup dan perlahan melepaskan jemarinya yang menggenggam pergelangan tangan wanita itu.
Viola mencoba untuk tersenyum walau kikuk. "Aku …. Aku---"
"Viola? Kau ada di sini?"
Mendengar namanya dipanggil, membuat Viola tentu saja menoleh ke belakang dan nyatanya, ia sangat terkejut kala melihat sosok yang memanggil namanya itu.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPARKLE
Teen FictionViola Dickson adalah gadis cantik dan berprestasi yang harus menyelesaikan taruhan dengan sang kakak yang selalu saja mengatainya tidak bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terus saja mengolok-oloknya, saat ia yang ingin menjadi ketua...