Yay akhirnyaaaaah ganti judul yg gak vulgar-vulgar amat (dan lebih sesuai sama isi ceritanya).
Tengkyu aldarennHappy Reading ❤️
______
Malamnya ...Garin duduk di ranjang, melamun menatapi sebuah dompet warna abu di tangannya. Ingat saat mama Janu memberikan ini padanya tadi siang.
Pintu ruangan Janu kembali terbuka, si nyonya besar muncul dari sana. Ia berjalan sebentar lalu berhenti di depan meja Garin, tampak sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Tak lama kemudian menyodorkan sebuah dompet pada Garin.
Garin menerimanya dengan raut bingung.
Mama Janu kembali sibuk dengan isi tasnya, lalu menunjukkan dompet lainnya dengan cukup bangga.
"Samaan sama punya saya, Rin," katanya.
Garin semakin tidak paham dibuatnya. Mama Janu mengembalikan dompet yang ia tunjukkan tadi ke dalam tas, lalu mendekat kepada Garin untuk pembicaraan yang lebih pribadi.
"Inget ya, Rin. Kalau si Janu keluyuran lagi, kamu laporin sama saya," bisiknya, "kalau gara-gara lapor sama saya, dia jadi marahin kamu, kamu laporin lagi sama saya. Kamu mungkin asistennya Janu, tapi nurutnya sama saya, ngerti?"
Garin menahan senyum hampir tertawa, lalu mengangguk.
"Ini suapannya, Bu?" tanya Garin mengenai dompet yang diberikan padanya.
Mama Janu tertawa justru mengangguk, menyetujuinya. Ia dan Garin kemudian menoleh pada pintu ruangan Janu yang terbuka, muncul Liam keluar dari sana.
"Sepertinya harus menyuap Liam juga supaya ada di pihak saya," bisik mama Janu selanjutnya.
"Menyuap apa? Saya sudah makan tadi," tanya Liam dengan polosnya.
Garin tertawa pelan teringat kepolosan Liam tadi siang. Mama Janu menyeret keponakannya itu masuk ke ruangan, jadi Garin tak tahu apa yang nyonya besar gunakan untuk menyuap Liam.
Garin menghela napasnya, menaruh dompet itu ke meja. Sebenarnya, tanpa disuap pun jika perintah mama Janu adalah hal yang benar, tetap akan ia lakukan, bahkan jika hal itu membuat Janu marah. Malahan Garin berharap Janu cukup marah hingga mau memecatnya sekalian saja.
Garin menoleh, mendengar ponselnya berdenting. Garin meraih benda itu dari meja, lalu mencari tahu siapa yang mengirimkan pesan padanya.
"Save my number!"
Begitulah bunyi pesannya. Garin berkerut alis membaca pesan dari nomor asing itu. Namun, kebingungannya tidak bertahan lama, cukup melirik foto terpasang di sudut atas percakapan saja Garin sudah tahu siapa pengirimnya.
Garin membuka profil pengirim untuk memastikan. Nama yang tertera adalah "i am L". Sedangkan foto yang terpampang adalah seorang laki-laki blasteran berambut gondrong tengah menyugar rambutnya, sengaja berpaling muka, tidak menatap ke arah kamera.
"Siapa?" balas Garin sengaja bertanya walau tak sedikit pun ragu dengan dugaannya.
"Liam," jawab Liam dalam pesannya.
Garin terkekeh saat mengetikkan balasan.
"Liam siapa? Gak kenal." Begitulah bunyi balasan Garin.
Hening beberapa saat, Liam tidak membalas walau telah membaca balasannya. Entah sedang melakukan apa.
Tak lama kemudian Garin tertawa mendapati ada panggilan masuk ke ponselnya. Ia masih tertawa saat menerima hingga panggilan tersambung.
"Gak kenal, kamu bilang?" tanya Liam langsung tanpa basa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Secret
RomanceMenjadi simpanan, menjadi selingkuhan, mungkin terlalu muluk-muluk bagi Garin. Ia mencintai sang atasan, namun dianggap tak lebih dari pemuas nafsu yang dibayar setelah digunakan. Digunakan sebagai pelampiasan karena tak ingin menodai tunangannya. "...