3. Jangan Berhenti

113K 7.6K 870
                                    

Mari rajin up supaya feelsnya ngumpul lagi 🥰🥰

Happy reading
___________

Garin baru selesai mandi saat mendengar ponselnya berdenting. Ia ambil benda itu dari meja dan seketika rasanya tidak nyaman membaca pesan yang ia terima.

"Ke sini, Rin!"

Singkat, padat, dan jelas. Namun, cukup untuk membuat Garin terduduk lemas di ranjangnya. Setelah kejadian tadi siang, sebenarnya ia sudah bisa menebak kalau Janu akan memintanya datang. Namun tetap saja, cemas ini mendatanginya.

Garin harus merutuki dirinya karena terus-terusan gagal mengatakan pada Janu bahwa ia ingin berhenti. Kenapa susah sekali bibir sialan ini mengutarakannya. Padahal kalau sudah terucap, ia yakin Janu akan mengerti. Ia yakin Janu akan menyetujuinya. Mencari wanita tentu bukan hal sulit bagi bosnya. Yang artinya tak sulit juga bagi Janu untuk mencari pelampiasan lain, mencari penggantinya.

Garin menatap layarnya. Membaca pesan itu sekali lagi.

"Ke sini, Rin!"

Garin kembali merasakan denyutan ngeri di dadanya. Ragu-ragu jemarinya mengetikkan balasan.

"Maaf, Jan ...."

Garin berhenti di sana, tidak tahu akan melanjutkannya dengan apa. Mulai memikirkan alasan untuk bisa menghindarinya. Seketika menahan napas saat pesan lain muncul di layarnya.

"Rin?" Bunyi pesannya.

Garin merasa semakin terdesak saja. Ia harus cepat menemukan alasan untuk menolaknya. Alasan masuk akal supaya Janu tidak curiga. Diam sebentar untuk berpikir, akhirnya Garin lanjutkan ketikannya.

"Maaf, Jan. Malam ini gak bisa, aku udah ada janji."

Jantung Garin berdebar kencang saat menekan tombol kirim. Ia panas dingin melihat pesan itu tampak terbaca oleh lawan bicaranya. Semakin cemas melihat Janu mengetikkan balasan. Garin sampai menahan napas menunggu Janu selesai, menunggu pesannya sampai.

Akhirnya lega luar biasa saat Janu hanya membalas, "Ok, have fun, Rin."

Garin mengembuskan napas lalu menjatuhkan diri di ranjang. Lega walau sadar bahwa terlalu dini untuk merasa tenang. Ia tidak bisa menghindar terus-terusan. Ia harus bicara pada Janu jika ingin semua terselesaikan. Tapi setidaknya, dengan begini ia bisa mengulur sedikit waktu sambil menyiapkan diri.

Garin diam menatap langit-langit kamarnya. Melamun ia jadi ingat bagaimana semua ini bermula.

Janu baru saja memulai proyek baru dengan temannya. Banyak persiapan, banyak pekerjaan, hingga ia harus bekerja sampai larut malam.

Hari itu sebenarnya Janu selesai lebih awal dari biasanya. Memang sudah malam, tapi tidak selarut sebelumnya. Jam dinding menunjukkan pukul 8 lebih 20 menit, saat Janu keluar dari ruangan sambil berkata, "Pulang, Rin."

"Ya, Pak," sahut Garin. Masih fokus, ia menyelesaikan sedikit lagi pekerjaannya. Jadi heran saat melihat bosnya berhenti di depan mejanya.

"Bapak bisa duluan," kata Garin mempersilakan.

"Kita pulang bareng aja," jawab Janu.

Untuk sesaat, Garin tercengang. Namun, kemudian tertawa pelan.

"Bapak takut naik lift sendirian ya?" Tebak Garin setengah tertawa.

"Sembarangan aja kamu," jawab Janu ikut tertawa.

Garin tak menjawab lagi, mulai membereskan mejanya. Tangannya terhenti saat Janu melanjutkan kata-katanya.

"Saya anter kamu pulang."

Filthy SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang