Happy reading ♥️
____________Sebelumnya di (bukan) Pelacur ...
"Saya coba deh," jawab Garin ragu-ragu. "Hati-hati di jalan ... Jan," kata Garin tak terlalu nyaman.
Menunggu tanggapan bosnya dan benar saja, Janu terlihat aneh mendengar Garin memanggil namanya begitu.
"Tuh kan, aneh ...." Garin belum selesai bicara. Kini terbelalak dalam dekapan Janu sedangkan laki-laki itu menciumnya.
______________Garin terdorong mundur beberapa langkah hingga Janu masuk kembali ke dalam rumah. Ciuman itu terlepas saat Garin terduduk, menatap nanar ke arah bosnya.
"P-pak?" Syok Garin melihat Janu kembali mendekat.
Janu menggeleng dan naik ke atas Garin. "Janu," katanya mengoreksi.
"J-Janu?" tanya Garin, sedikitnya tak paham. Memang apa bedanya? Toh sama saja, yang ia maksud adalah orang yang sama. Namun, tepat setelah bertanya, "Janu?" Garin harus menahan napas, kembali terkejut karena Janu merengkuh kepalanya dan menuntut ciuman menggelora dari bibirnya.
Tidak terlalu keras dorongan Garin untuk membuat Janu berhenti. Laki-laki itu menjauh sedikit hingga satu jengkal jarak mata mereka. Janu menatap Garin tanpa mengatakan apa-apa.
Garin menggeleng dan ia yakin Janu paham tanpa perlu ia ucapkan.
Janu hanya menatapnya beberapa saat, dan mungkin Garin salah karena Janu kembali mendekat untuk mendapatkan bibir itu. Garin menahan pundak bosnya, sebelum bibir itu sampai padanya.
Janu setuju untuk menahan diri, kini menatap Garin penuh tanya.
Garin menggeleng lebih keras. Baru ingin mengucapkan penolakannya supaya lebih jelas, namun Janu sudah lebih dulu mendekat. Laki-laki itu mengulum bibirnya dengan lembut dan lebih bergairah. Bukan tidak paham, mungkin Janu memang tidak mau tahu.
*
Garin menarik napas dalam. Menghentikan bayangan di kepalanya. Janu lebih agresif setelah itu hingga mereka benar-benar melakukannya. Lalu menyesal setelah selesai semuanya.
Ia tidak tahu kapan Janu pergi, tapi laki-laki itu sudah tidak ada saat ia terbangun pada dini hari. Ada pesan yang dikirimkan Janu berbunyi, "Sorry."
Pagi saat bertemu di kantor, Janu begitu diam. Jantung Garin serasa mau berhenti saat di tengah-tengahnya menandatangani dokumen, Janu bertanya, "Kamu marah sama saya, Rin?"
Seketika itu juga Garin lupa caranya bicara. Mulutnya tak mau terbuka, lidahnya tak mau bergerak. Ia harus menahan napas ketika Janu mengangkat muka untuk bisa menatapnya. Jantung Garin berdetak lebih cepat lagi dari sebelumnya.
"Rin?" lirih Janu, menunggu.
Garin berpaling dari tatapan bosnya. Ia tidak berani atau memang tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya. Ia tak tahu jawabannya.
Lama, suasana ruang itu begitu dingin. Helaan napas Janu jadi ujungnya.
"Ok, saya paham kalau kamu gak mau bahas ini. Permintaan maaf pun, saya yakin gak akan mau kamu dengar, tapi yang semalam ...."
"Pak," sela Garin menghentikan.
Janu terdiam dan menunggu, namun beberapa lama Garin tetap diam. Janu berhenti menatapi wanita di dekat meja itu, beralih pada pena dalam genggamannya sendiri. Diam cukup lama tampak berpikir dengan saksama.
"Kamu mau saya bagaimana?" tanya Janu lirih.
Hening kembali. Janu masih menatapi penanya, menunggu jawaban Garin. Ia tampak paham jika Garin harus memikirkannya terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Secret
RomanceMenjadi simpanan, menjadi selingkuhan, mungkin terlalu muluk-muluk bagi Garin. Ia mencintai sang atasan, namun dianggap tak lebih dari pemuas nafsu yang dibayar setelah digunakan. Digunakan sebagai pelampiasan karena tak ingin menodai tunangannya. "...