Selamat malam pemirsa. Kembali lagi di acara mesum bersama Lina Dianita. Eh. #plakk
________"Sudah, cuma itu omong kosong yang harus saya dengar, atau masih ada lagi?" tanya Garin kemudian.
"K-kosong, what?" Liam tidak paham.
"It means 'bullshit'," jelas Garin.
Liam membeliak, mendekat pada Garin dengan langkah lebar.
"Saya sudah jujur," seru Liam, kesal. "Saya tidak peduli jika kamu mau berhenti bekerja. Kenapa kamu masih menuduh saya seperti itu? Saya cuma minta kamu tidak pergi dari hidup saya. Tetap berhubungan walaupun sebagai teman ...."
"Dan kenapa Bapak merasa berhak meminta hal itu dari saya?"
Liam terdiam, menatap Garin nanar. Garin balas menatapnya dingin, sedikit pun tak gentar. Beberapa saat mereka hanya saling pandang. Garin menunggu jawaban, sedangkan Liam sudah tak bisa menjawabnya.
Keduanya menoleh mendengar pintu dibuka. Janu yang tadinya melangkah dengan yakin, langsung meragu dan berhenti. Ia menatap keduanya bergantian, bisa merasakan ketegangan suasana di dalam ruangan.
"Apa aku mengganggu?" tanya Janu.
"Tidak, Bapak datang disaat yang tepat …." Kata-kata Garin tidak selesai. Tersentak kaget karena Liam menyahut amplop di tangannya, lalu keluar begitu saja, berjalan dengan langkah lebar.
"Pak Liam," Garin coba mengejar. Baru keluar dari pintu, tangannya ditahan Janu.
"Ada masalah apa?" tanya Janu.
Garin menatap Janu beberapa saat tampak memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian menghela napas menahan kesal sembari menarik tangannya lepas dari Janu.
"Urusan pribadi saya dengan Pak Liam," jawab Garin.
"Urusan … pribadi?" heran Janu, ingin memastikan.
Garin tidak ingin mengulangi justru mengucapkan permisi lalu menuju mejanya sendiri. Tidak berniat mengejar Liam lagi, lebih memilih untuk membuat surat pengunduran diri yang baru. Mengabaikan Janu yang mematung menatapnya dengan bingung.
"Bisa ke ruangan saya sebentar, Rin?" gumam Janu tidak terlalu keras.
Garin mengangkat muka, menatap atasannya. Janu hanya menatapnya sekilas sebelum berjalan masuk ke ruangan.
Garin menyadari raut dingin yang tidak senang itu. Malas-malas ia bangkit dari kursi, berjalan menuju tempat yang seharian ini ia hindari. Semoga apa yang ingin Janu bicarakan hanyalah masalah pekerjaan. Garin menarik napas dalam saat menarik gagang pintu. Mendorong pintu hingga terbuka dan berhenti di ambangnya. Janu yang berdiri sambil melipat lengan di dada adalah alasan Garin berhenti di tempatnya. Janu tidak berada di mejanya. Laki-laki itu berdiri tidak jauh dari pintu, seolah menunggu.
Garin menatap laki-laki itu beberapa saat, tidak paham maksudnya. Janu bertingkah seperti orang yang mau menghakimi atau memarahinya. Perlahan Garin melangkah masuk, kemudian menutup pintunya.
Kemudian hening, Garin menunggu Janu bicara.
"Kenapa kamu transfer uang ke rekening saya?" tanya Janu memulai.
Garin kira Janu sudah paham setelah sejak pagi tidak membahasnya. Rupanya ia salah. Tampaknya tadi pagi Janu belum sadar atau belum ingin membahasnya saja. Atau mungkin Janu memang baru menyadarinya.
"Karena saya tidak ingin menerimanya," jawab Garin.
"Menerima?" heran Janu tampak kebingungan.
Garin diam saja, tidak ingin menjelaskannya. Berat membahas masalah itu sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Secret
Storie d'amoreMenjadi simpanan, menjadi selingkuhan, mungkin terlalu muluk-muluk bagi Garin. Ia mencintai sang atasan, namun dianggap tak lebih dari pemuas nafsu yang dibayar setelah digunakan. Digunakan sebagai pelampiasan karena tak ingin menodai tunangannya. "...