2. Hampir Saja

104K 7K 555
                                    

Mmm... Berapa tahun aku gak up 🙈 yaampun, pasti kangen banget ya. Kangen pen hujat author maksudnya 🤣🤣

__________
Sebelumnya ...

"P-Pak?" tanya Garin lagi, karena akal masih belum bisa menerimanya.

Laki-laki itu menggeleng dan mendekat padanya. Janu menarik pinggang Garin hingga tubuh itu bertemu dengannya. Menarik dagu dan berbisik tepat di bibir.

"It's me, Janu."
___________

Garin berpegang pada lengan kuat itu, berusaha mengimbangi sambaran yang membuatnya terhuyung ke belakang. Akhirnya menurut dan melayani apa yang Janu inginkan.

Garin terdorong beberapa langkah hingga jatuh duduk karena terjegal sofa. Janu menyusul naik ke atas pangkuannya. Sambil menuntut ciuman bibir, ia sibuk melepasi kancing kemeja wanita di bawahnya. Garin sedikit kewalahan, namun masih bisa bertahan.

Entah apa yang terjadi hingga Janu bersikeras ingin dilayani tengah hari begini. Ini pertama kalinya bagi Garin diminta melayani di tengah jam kerjanya. Biasanya Janu profesional saat bekerja. Bersikap seperti atasan pada umumnya, seolah tidak ada hubungan lain di antara mereka.

Mungkin terjadi sesuatu saat makan siang tadi, saat Janu keluar dengan Gina. Sesuatu yang membuat Janu jadi seperti ini sekembalinya pergi dengan dia. Dijadikan pelampiasan, begitulah kira-kira Garin sekarang. Harusnya marah, tak terima, atau merasa hina, sialnya yang ada hanya cemburu, cemburu pada Gina yang menjadi alasan Janu bernafsu.

Janu terus menekan diri hingga bisa Garin rasakan, perlahan-lahan lelaki itu mulai tegang. Kancing kemeja Garin sudah lepas seluruhnya. Pakaian itu lalu diturunkan sekalian tali bra hingga batas siku saja, cukup untuk mengekspos tubuh bagian atas Garin. Janu berhenti sesaat untuk bisa menatapinya.

"A-apa gak pa-pa kalau di kantor gini, Jan?" tanya Garin cemas.

"Pintunya udah dikunci," jawab Janu tanpa menatap lawan bicaranya, terlalu sibuk memetakan tubuh itu dengan matanya.

"Kalau ada yang curiga ...."

"Gak akan ada yang curiga," sahut Janu masih tak acuh saja kelihatannya.

Garin belum sempat mengucapkan protes lain, dagunya sudah kembali ditarik agar bisa menyambut ciuman Janu dengan sempurna. Ia harus terdongak untuk melayani bosnya. Samar-samar Garin mendengar Janu sibuk melepas ikat pinggang. Jadi berdebar karena ini artinya Janu tidak bercanda, sungguh akan melakukan itu di sini, sekarang juga.

Janu menyudahi ciuman mereka, lalu turun dari sofa.

"Lepas, Rin!" katanya sembari membuka celananya sendiri.

Garin menelan ludah kian berdebar saja. Untuk beberapa saat ia diam tidak menuruti apa yang Janu perintahkan. Ia bimbang dan masih sulit mempercayai bahwa ini sungguhan.

"Apa gak bisa ditahan dulu sampai nanti malam?" tanya Garin, memastikan untuk terakhir kali.

"Kalau memang bisa, aku gak akan panggil kamu ke sini," balas Janu. Ia kembali duduk, lalu menarik Garin mendekat.

"A-apa mau BJ aja?" tawar Garin, merasa itu beresiko lebih kecil daripada apa yang diminta Janu ini.

Janu berdecak, menarik wanita itu hingga naik ke pangkuannya. Tampak agak kesal, ia menjawab, "Just do it!"

Garin menelan ludah, tidak berani lagi bertanya, takut Janu murka. Ia menarik celana dalamnya turun dengan sedikit tak rela. Entah apa yang terjadi saat Janu makan siang dengan tunangannya, hingga sebesar ini keinginan Janu bahkan sampai tak mau lagi menundanya.

Filthy SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang