20. Bukan Saya

53.6K 6K 597
                                    

Hayyyyy 😘😘 *lambay-lambay ala putri indonesa.

Happy reading ♥️
____________

Sebelumnya ...

"Permintaan saya tidak sulit," kata Liam, seolah menghibur, "bukankah tidur dengan seorang pria seperti saya bukan hal sulit buat kamu?"

Mata Garin membesar sedangkan Liam tersenyum penuh kemenangan.

___________

Jauh dari sana, Janu mendengar semuanya. Sejak tadi, tanpa sepengetahuan Liam, ia sengaja tidak memutuskan panggilannya. Janu penasaran juga khawatir dengan apa yang akan Liam lakukan dan ternyata firasatnya benar. Liam punya kemauan yang lancang.

Janu tak menunggu lama saat akhirnya mendengar Liam meminta hal gila pada Garin, bahkan mengancamnya. Ia matikan panggilannya dan bergegas pergi untuk menyusul ke sana.

Dalam perjalanan ia terus gelisah. Liam tidak memberi kesempatan pada Garin, bahkan terus mengintimidasi dan memojokkannya. Sepupunya itu memang punya lidah yang menakutkan. Menguntungkan memilikinya sebagai teman, tapi jelas harus waspada kalau kubunya berseberangan. Liam tidak akan berhenti sebelum berhasil mendapat apa yang diinginkan.

Mobil Janu melambat lalu berhenti di lampu merah. Ia mengetuki kemudinya, tak bisa tenang membayangkan apa yang mungkin terjadi sekarang di rumah Garin.

Ponsel Janu berdering dan buru-buru ia menatap layar. Sedikit kecewa melihat nama Gina yang ada di sana. Janu mengabaikannya. Tak lama kemudian deringnya berhenti dan ponsel itu justru langsung Janu raih. Ia melakukan panggilan, sedetik kemudian baru ingat kalau nomor yang ia tuju sudah tidak bisa dihubungi, Garin sudah mengganti nomornya.

Janu memukul kemudi dan mendesah kesal. Janu diam sebentar untuk berpikir. Sepertinya menelepon Liam tidak akan cukup berhasil. Liam tidak akan mendengarnya jika sudah berambisi begitu. Mengingat bagaimana percakapan terakhir yang ia dengar, Janu rasa Liam tidak sekadar menggertak.
_____________

"Saya tidak mau," jawab Garin. Meski cemas, ia berusaha terdengar tegas.

Bukannya kecewa, Liam justru tertawa.

"Ya, tentu saja kamu tidak akan mau. Saya memberi kamu sebuah kesempatan bagus untuk melihat hubungan Gina dan Janu berakhir. Simpanan mana yang tidak bahagia melihat hal semacam itu," terang Liam, menatap sinis.

"Liam!" geram Garin, sedangkan matanya mulai berair. "Please, stop it!"

Liam menggeleng tak setuju, bahkan menatap dengan serius tampak ia tidak luluh atau iba sedikit pun.

"Saya benar-benar akan melakukannya kalau kamu menolak. Kamu tahu kenapa?"

Garin diam tak ingin menjawabnya, tak ingin mengatakan apa-apa.

"Karena saya tidak akan rugi apa-apa, tidak akan kehilangan apa pun karenanya. Pernikahan Janu yang hancur, bukan pernikahan saya. Gina yang kecewa dan sakit hati, bukan saya. Keluarga mereka yang akan menanggung malu, bukan saya." Liam berhenti untuk tersenyum seperti iblis dan penuh kemenangan.

"Dan siapa yang akan disalahkan untuk semua kekacauan itu?" lirih Liam, "jelas bukan saya," tambahnya, sembari menunjuk diri sendiri.

Garin hanya bisa diam. Napasnya sudah penuh berdesakan. Pandangannya mengabur dipenuhi air mata. Ia menunduk lalu mengusapinya.

"Saya hanya mengungkap kebenaran, bagaimana bisa itu menjadi sebuah kesalahan?" Liam bahkan memberikan pembelaan untuk dirinya sendiri.

____________________

Janu memukul kemudinya dan mendesah keras. Liam tidak memberi Garin pilihan lain, sedangkan ia juga menempatkan Garin seperti satu-satunya orang yang patut disalahkan. Hal itu tidak benar, tapi Janu yakin kalau Garin akan sependapat dengan Liam.

Sembari mengemudi, Janu raih kembali ponselnya. Ia menekan panggilan kepada Liam, lalu menunggu sambungan. Mengemudi dengan satu tangan, Janu menunggu dengan cemas. Tak lama kemudian ia geram mendapati Liam sengaja menolak panggilannya. Benar dugaannya bahwa menelepon Liam tidak akan ada gunanya. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah sampai ke rumah Garin secepatnya.

Janu menambah kecepatan mobilnya, berharap Liam belum membawa Garin pergi dari sana.

______________

Di rumah Garin, beberapa saat sebelumnya ...

"Dan siapa yang akan disalahkan untuk semua kekacauan itu?" lirih Liam, "jelas bukan saya," tambahnya.

Garin hanya bisa diam. Napasnya sudah penuh berdesakan. Pandangannya mengabur dipenuhi air mata. Ia menunduk lalu mengusapinya.

"Saya hanya mengungkap kebenaran, bagaimana bisa itu menjadi sebuah kesalahan?"

Garin tak mau menerima tawaran Liam, tapi tak juga bisa menolaknya. Ia tahu Liam tidak akan mengancamnya sekali, laki-laki itu pasti kembali untuk kedua, ketiga, dan seterusnya. Namun, membayangkan bagaimana kekacauan itu akan terjadi membuat Garin lebih sakit lagi. Tercoreng nama baiknya sendiri, Garin bisa merimanya, tapi membayangkan Gina dan keluarganya, lalu Janu dan mamanya.

Liam menoleh saat melihat layar ponselnya tiba-tiba menyala. Garin juga bisa melihatnya. Liam meraih ponsel itu dari meja, mendapati panggilannya dengan Janu saat tiba tadi, baru saja diputuskan.

"Dia sudah mendengarnya," gumam Liam. 

__________

Bersambung ...

Bukan saya juga 😂. Bukan salah authornya 🙈
*Kemudian melarikan diri

Filthy SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang