Waaah, seperti masa lalu, ya update-nya tengah malem begini 😂✌🏻
Happy reading ♥️
_________________
Garin mengucapkan terima kasih, kemudian pelanggan yang baru dilayaninya itu pergi.
"Benaran ke sini cuma buat lihat lo, Rin. Sampai segitunya, masa lihat gue yang ada di kasir dia langsung balik badan mau pergi." Lita terkekeh menceritakan bagaimana Janu semalam ingin langsung pergi saat tidak mendapati Garin ada di meja kasir.
Garin tersenyum tipis saja menanggapinya. Seorang wanita mendorong pintu toko, Garin dan Lita kompak menoleh dan memasang senyum. Garin membeku dan senyumnya perlahan turun, sedangkan Nyonya Ranti tersenyum getir saat berjalan menghampiri meja kasir. Semakin dekat dengan Garin, senyumnya terlihat semakin pahit. Garin masih tak bergerak ketika Nyonya Ranti sampai tepat di hadapannya terpisah meja kasir saja.
Garin belum bisa bersuara untuk sekadar menyapa, sedangkan Nyonya Ranti masih berusaha tersenyum dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Garin menyadari mata berkaca-kaca itu dan jadi ingin menangis juga karenanya. Garin tidak menyangka, jauh di dalam hatinya ia sungguh rindu pada wanita ini. Hal yang sebenarnya paling sulit untuk dilepaskan Garin dari pekerjaannya yang lama ; perhatian Nyonya Ranti yang peduli padanya seperti ibu sendiri. Sosok yang sudah lama tidak Garin miliki.
"Bagaimana kabar kamu, Rin?" tanya Nyonya Ranti akhirnya.
Garin terisak satu kali tanpa sengaja lalu buru-buru mengusap matanya. Tertawa pelan, menertawakan sikapnya yang mungkin berlebihan.
"Saya baik, Bu," jawab Garin di selanya mengeringkan mata.
Lita yang tadinya tidak berani menyela akhirnya berbisik pada Garin untuk bertanya.
"Oh, Lit, kenalin ini Bu Ranti, bos di tempat kerjaku yang dulu," kata Garin kemudian, "Bu, ini Lita pemilik toko roti."
Lita menyapa lebih dulu dan menjabat tangan Nyonya Ranti hingga perkenalan singkat terjadi.
"Ibu … mau beli roti?" tanya Garin setelahnya.
Nyonya Ranti menjawabnya dengan gelengan kepala dan senyum tipis. "Saya ke sini buat ketemu kamu."
Garin tercengang langsung terdiam. Seolah Garin diingatkan alasan apa yang membuatnya mengganti nomor dan tidak ingin Nyonya Ranti bisa menghubunginya. Garin tahu bahwa saat Nyonya Ranti menemukannya, beliau pasti bertanya perihal detail masalah sebenarnya. Dulu ada Liam yang menjadi tameng untuknya, tapi Garin tidak yakin akan sanggup untuk terus diam seperti saran Liam, apalagi mengarang cerita jika seorang diri menghadapi Nyonya Ranti.
"Lita, apa boleh saya ajak Garin keluar sebentar?" Nyonya Ranti menoleh pada Lita.
Lita tidak yakin untuk mengiyakan, bukan karena keberatan, melainkan karena Garin terlihat cemas akan ajakan itu. Meski begitu, Garin tidak memberikan alasan apa pun untuk menolak, alasan seperti masih punya pekerjaan lain atau semacamnya untuk menolak secara halus. Garin diam saja dan menatap Lita, mengisyaratkan bahwa ini sungguh terserah keputusan Lita.
Jadi, pada akhirnya Lita mengangguk, mengizinkan Garin dibawa pergi.
"Cuma sebentar." Nyonya Ranti meyakinkan Garin.
Lita tersenyum datar untuk menyemangati. Akhirnya Garin menyusup keluar dari meja kasir lalu berjalan mengikuti Nyonya Ranti keluar dari toko. Baru beberapa langkah berjalan, Garin langsung berhenti, terkejut mendapati Janu berdiri di samping mobil yang terparkir. Anehnya, Nyonya Ranti tidak menghampiri anaknya, melainkan terus berjalan melewatinya.
"Kamu bisa balik ke kantor duluan, Jan. Mama bisa balik sendiri nanti," kata Nyonya Ranti sambil lalu.
Garin memaksa kakinya untuk kembali melangkah. Tatapannya bertemu dengan Janu, dan Garin bisa melihat plester terpasang di tulang pipinya, tepatnya di bawah mata kiri. Janu juga ada di sini, tapi Nyonya Ranti menyuruhnya pergi, membuat Garin tidak tahu harus lega atau curiga dengan situasi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filthy Secret
RomantizmMenjadi simpanan, menjadi selingkuhan, mungkin terlalu muluk-muluk bagi Garin. Ia mencintai sang atasan, namun dianggap tak lebih dari pemuas nafsu yang dibayar setelah digunakan. Digunakan sebagai pelampiasan karena tak ingin menodai tunangannya. "...