06; Yang Ada di Dasar Hati

1.7K 218 33
                                    

Happy Reading
___

"Izinkan aku untuk mengasingkan diri, Ayah."

Naruto menatap Boruto dengan tatapan tajam. Belum pernah ia menatap putranya dengan tatapan itu. Ini kali pertama tatapan tajam itu ia perlihatkan.

"Apa-apaan ucapanmu itu?!" Naruto memukul meja. "Mengasingkan diri? Kau kira itu jalan keluar terbaik?!"

Sasuke maju selangkah. "Naruto, tenangkan dirimu."

Naruto menyandarkan dirinya pada sandaran kursi. Sebisa mungkin ia menarik napas dengan perlahan, mencari kesabaran. Lelaki itu menggeleng lemah sembari menatap tumpukan dokumen di atas meja.

"Aku berbahaya, Ayah." Boruto tertunduk. "Aku adalah ancaman besar untuk seluruh warga desa. Keselamatan mereka akan selalu terancam jika aku terus berada di sini."

Kawaki tahu, Boruto serius pada pilihannya.

"Ayah adalah seorang hokage. Ayah pasti tahu tentang peraturan itu. Peraturannya, siapa pun orang yang dianggap mengancam keselamatan warga desa, maka ia harus diasingkan sampai permasahannya selesai." Boruto diam sesaat. "Izinkan aku untuk mengasingkan diri. Hanya sampai ... sampai aku bisa mengendalikan segel karma ini, Ayah."

Tatapan Naruto menyendu. Pria itu tak tega untuk terus menatap Boruto dengan sorot tajam. Ia tahu Boruto serius, tapi, ia tak akan pernah rela untuk berpisah dengan Boruto. Hanya Boruto putra kandungnya.

Ruangan hening, benar-benar tak ada suara yang terdengar.

Naruto tertunduk dengan mata terpejam. Benak dan hatinya saling adu argumen, ingin memutuskan apa jalan keluar terbaik atas masalah Boruto.

Percayalah, Naruto hanya tidak ingin Boruto menjauh darinya. Naruto takut, khawatir, Momoshiki Otsutsuki akan lebih leluasa untuk mengambil tubuh Boruto ketika pemuda itu mengasingkan diri di tempat yang jauh.

"Ayah?" Boruto memohon.

Naruto membuka matanya. Detik itu ia langsung bertemu tatap dengan Boruto.

"Aku mohon, Ayah ...."

° ° °

Sarada melipat kedua lengannya di atas meja kerja Sakura. Gadis itu menyimpan wajahnya di antara lipatan lengannya, kemudian memejamkan matanya sambil menekuk wajah.

Sakura dari sudut ruangan melirik Sarada dengan tatapan sendu. Sakura tahu bahwa Sarada kurang bersemangat belakangan ini. Sarada jadi jarang menceritakan berbagai hal tentang hari-harinya. Biasanya, setiap malam gadis itu akan duduk di sisi Sakura, bercerita tentang bagaimana harinya berjalan.

Belakangan ini Sarada hanya berdiam diri di kamarnya, berwajah muram. Gadis itu kehilangan sebagian besar semangatnya.

"Hai? Ayo ceritakan sesuatu. Biasanya Sarada sering menceritakan sesuatu pada Mama, 'kan? Apa ada hal menarik yang bisa Mama dengarkan?" Sakura mengusap kepala Sarada.

Sarada hanya diam.

Sakura tersenyum sambil menggeser kursi ke sebelah Sarada. Wanita itu berusaha mengintip wajah lesu Sarada.

Rules [BoruSara Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang