Happy Reading
___Momoshiki melirik Sarada yang kini berdiri dengan sorot mata khawatir. Gadis itu menetap pada tempatnya melepaskan kepergian Boruto tadi. Mangekyou sharingan perlahan pudar dari matanya. Mengingat betapa berharga Sarada bagi Boruto, membuat Momoshiki kembali tersenyum.
"Sarada," panggil Momoshiki.
Sarada menoleh, disusul oleh Sasuke, Sakura, Hinata, dan Himawari. Shinobi lainnya sedang sibuk beristirahat sambil mengobrol.
Momoshiki yang wajahnya dibias senja tersenyum begitu tulus. "Boruto akan segera kembali. Aku tak akan menjebak kalian lagi," ucap Momoshiki. "Lalu sharingan-mu tadi, terlihat bagus. Uchiha memang punya mata yang menakjubkan."
"K-kau, serius membebaskan Boruto?" tanya Sarada.
Momoshiki mengangguk. "Setelah semua hal yang kulalui bersamanya, kupikir seharusnya aku tak melakukan kejahatan serupa lagi."
Sarada mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya. "Kalau begitu, terima kasih banyak, karena kau telah membebaskan Boruto, Momoshiki."
"Kau tahu bahwa Boruto selalu memikirkanmu ketika dia terpuruk, 'kan? Aku salut, Boruto terlihat begitu gigih dalam melindungimu, hingga ketika ia terpuruk pun ia tetap memikirkanmu."
Sarada mengerjap kaget. "Eh?"
Momoshiki melirik Sasuke, kemudian kembali pada Sarada. "Ayahmu juga tahu banyak hal, tentang Boruto yang kadang kala termenung memikirkanmu. Wajar jika yang dipikirkan oleh Boruto adalah keluarganya, tapi ini Boruto juga memikirkanmu, padahal kau bukan keluarganya."
Sarada diam, menikmati rasa berdebar yang kembali muncul. Apa benar Boruto selalu memikirkannya? Apa benar Boruto melamunkan dirinya? Kenapa Boruto melakukan semua itu? Sarada menyendu. Perlakuan Boruto membuat Sarada mau tak mau membentuk harapan lebih di dasar hatinya.
Sarada takut dinilai egois, tapi jujur, ia ingin sekali Boruto membalas perasaannya. Sarada mengharapkan hal itu, Sarada menantikan hal itu. Walau Sarada tahu, bisa jadi harapan itu hanya akan menjadi debu yang habis ditiup angin.
"Sarada!!"
Sarada terkejut ketika Chouchou di kejauhan melambaikan tangannya.
"Kemari, Sarada! Aku mau cerita banyak hal! Kau tahu, tadi aku berhasil mengalahkan lima kugutsu sendirian?!" Chouchou berseru.
Inojin mendesis. "Itu juga karena kugutsu-kugutsu itu membuat keripik kentangmu tumpah, 'kan? Demi keripik kentang, dia sampai kehabisan napas menghajar lima kugustsu."
"Dan setelah itu, dia jatuh terduduk dengan napas naik-turun dan luka di mana-mana," tambah Shikadai.
Sarada tersenyum, kemudian melambaikan tangannya pada Chouchou.
Himawari yang lukanya telah banyak berkurang kini tertawa melihat Inojin yang disiksa Chouchou. Telinga Inojin ditarik-tarik, kemudian wajahnya disembur dengan pidato panjang Chouchou.
"Kau tahu, Sasuke?" Momoshiki menatap senja.
Sasuke menoleh.
"Tentang takdir. Takdir seseorang memang sudah diukir sejak dia lahir. Sering kali orang-orang berkata seperti itu ketika ia terpuruk. Ketika dia terpuruk, maka dia akan menyalahkan takdir yang begitu kejam padanya."
Keadaan hening sejenak. Momoshiki larut menatap senja. "Padahal nyatanya, takdir tak pantas untuk disalahkan. Satu hal yang sering kali dilupakan oleh orang-orang, bahwa hidup adalah pilihan. Takdir bisa berubah tergantung pada hal yang kau lakukan di masa sekarang. Jika sekarang kau bermalas-malasan, mungkin di masa depan kau akan hidup susah. Tapi jika kau rajin di masa sekarang, bisa jadi di masa depan kau akan hidup tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEND- Rules [BoruSara Fanfiction] Terlalu banyak hal yang membuat dua hati itu tak bisa bersatu. Terlalu banyak peraturan rumit yang mengganggu. Terlalu sulit, untuk sekadar bersatu. Semesta dengan ringan menambah jumlah benteng pemisah di antara me...