11; Lembaran Kenyataan

1.6K 192 24
                                    

Happy Reading
___


Sarada memasuki kamarnya dengan tergesa-gesa. Langkah kaki gadis itu terlihat lebih lebar daripada biasanya, tapi meski begitu, jika diperhatikan lebih seksama lagi, maka kita akan melihat kedua kakinya melangkah dengan gemetar.

Sarada membuka lemari pakaiannya. Diraihnya sebuah pigura dari dalam sana. Tanpa niat untuk menatap atau mengusap pigura foto itu seperti biasanya, Sarada pun melempar pigura foto itu hingga pecah menghantam dinding. Suara kaca yang pecah terdengar, sesaat menggantikan keheningan yang tadi mengisi kamar Sarada.

Usai itu, Sarada jatuh terduduk pada lantai. Mata hitam gadis itu menatap pigura yang baru saja ia hancurkan. Iris hitamnya terlihat semakin sendu, tanda bahwa di dalam sana luka itu tumbuh semakin besar. Ia terluka, karena Boruto merahasiakan semuanya dari dirinya.

Sarada menatap pigura yang telah hancur. Biasanya, sebelum tidur, Sarada akan menatap pigura itu selama beberapa saat dalam heningnya malam, tapi kali ini Sarada tanpa berpikir malah menghancurkan benda itu. Padahal, dulu Sarada merasa bahwa benda itu amat berharga bagi dirinya.

Itu adalah pigura foto satu-satunya yang Sarada sembunyikan dari semua orang. Bahkan, Sakura pun tak tahu bahwa Sarada menyimpan foto itu.

"Boru ... to," lirih Sarada.

Itu foto dirinya dan Boruto ketika mereka kecil, ketika mereka berusia lima tahun, masih sering bertengkar hanya karena masalah sepele, tapi saling memerhatikan satu sama lain dalam diam.

Sarada memeluk kedua lututnya, menyembunyikan wajahnya di atas paha dengan bahu bergetar karena tangis. Untuk kedua kalinya, seorang Sarada Uchiha menangis karena merasakan rasa sesak di setiap relung hatinya. Untuk kedua kalinya, Sarada menangis lantaran ia kecewa kepada Boruto.

"Padahal aku mengaggap dia yang terpenting. Padahal aku menganggap dia yang utama. Padahal aku menganggap dia sebagai salah satu orang paling berharga dalam hidupku. Tapi apa? Dia ... dia bahkan menyimpan berbagai rahasia dariku ...." Tangis Sarada tak terbendung. "Sebenarnya dia menganggapku sebagai apa? K-kenapa dia merahasiakan banyak hal dariku?"

Sarada akui, ia menganggap Boruto sebagai seseorang yang berharga dalam hidupnya. Sarada akui, Boruto segalanya bagi dirinya yang sekarang. Tapi kenapa? Kenapa Boruto tidak membalas perasaan itu? Kenapa Boruto tidak turut menganggap Sarada berharga? Kenapa Boruto tidak turut menganggap Sarada segalanya bagi dirinya? Setidaknya, semua itu terjadi dalam lingkaran pertemanan.

"Aku ... benci. Sekarang aku benar-benar membencimu, Boruto." Sarada mengangkat wajah menyedihkannya. "Sungguh, Boruto."

Sarada menatap pigura foto yang hancur usai ia hantamkan pada dinding. Setetes air mata menggantung di dagu Sarada. Dengan napas yang terputus-putus, Sarada kembali melirihkan isi hatinya.

"Aku benar-benar membencimu ... Boruto."

° ° °

Boruto tersentak. Segera pemuda itu melihat sekitar. Boruto tak mendapati sesuatu yang aneh di sekitarnya. Lelaki itu kembali menatap tiga ekor ikan yang sedang ia bakar di atas bara api.

Entah mengapa, tadi Boruto merasakan sesuatu yang aneh menyentak dirinya, dan kini Boruto merasakan rasa sesak memenuhi dadanya dengan perlahan.

"Ada apa?" lirih Boruto.

Boruto menatap bara api, pikiran pemuda itu mulai melayang bebas ke masa lalu. Tiga bulan yang lalu, ia masih bisa menatap wajah anggota keluarganya, wajah teman-temannya, wajah berseri-seri warga Konoha, juga wajah ceria Sarada.

Rules [BoruSara Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang