Happy Reading
___
"Jangan dibuka! Lukamu belum sembuh sepenuhnya!"
Boruto memegang perban yang menutupi sebelah matanya. Pemuda itu menghela napas, kemudian tanpa sadar tersenyum kecil. Ia melirik kursi belajar yang tadi malam menjadi tempat Sarada tidur. Gadis itu duduk di kursi, dengan kepala yang ia posisikan di atas tempat tidur Boruto, tepat di sisi bahu Boruto.
Tadi malam, usai menyusuri jalanan sepi Desa Konoha, Boruto membawa Sarada pulang. Dengan erat ia menggenggam tangan Sarada di sepanjang perjalanan pulang mereka. Begitu sampai di rumah, Sarada bersikeras mengatakan bahwa ia akan tidur di kursi dan tetap berada di sisi Boruto hingga fajar datang. Sarada beralasan bahwa ia takut, ia takut Boruto akan kabur malam tadi.
Semua perlakuan Sarada membuat Boruto kembali mengingat masa lalu, ketika untuk pertama kalinya Boruto menyadari, bahwa ada perasaan hangat yang memenuhi setiap relung hatinya ketika Sarada berada di sisinya. Dulu Boruto belum berani untuk menyimpulkan apa arti dari rasa hangat itu. Namun kini, Boruto tahu apa arti semuanya. Ia tidak sebodoh itu dalam menyadarinya.
"Tak apa jika hanya sebatas suka," lirih Boruto. "Aku hanya perlu mengingat batasan itu. Tentang rasa suka yang tak boleh berkembang mejadi rasa sayang, apalagi cinta."
Boruto tahu bahwa ia tak boleh memperdalam rasa. Cukup sampai di sini, jangan berharap atau menuntut Sarada untuk membalas rasa itu.
Klek.
"Boruto-nii!" Himawari datang bersama Sarada. Gadis bermata biru itu tersenyum pada Boruto.
Sarada membawa seporsi sup jamur dan segelas air hangat untuk Boruto. Gadis itu meletakkannya di atas nakas.
"Sarada-nee bilang, katanya tadi Boruto-nii sempat tersenyum karena dilarang untuk membuka perban," cerita Himawari.
Boruto tersenyum masam. "Perban ini mengganggu, 'ttebasa. Kapan dia boleh dilepas?"
"Nanti siang, Boruto," jawab Sarada. Sarada menyodorkan semangkuk sup kepada Boruto. "Sekarang, waktunya sarapan."
Boruto melirik Sarada lebih dulu, sebelum ia menatap supnya. Pemuda itu kemudian menggeleng pelan. "Aku kenyang, Sarada."
"Aku sengaja membantu Bibi Hinata memasak ini untukmu. Kau tahu? Harga sayuran sedang tidak stabil di pasaran. Jangan menyia-nyiakan makanan, Boruto."
"Tapi aku kenyang, Sarada."
"Apa pun alasanmu, aku tidak peduli. Sekarang saatnya sarapan, Boruto."
Boruto menggeleng. Ia ingin tidur untuk saat ini.
"Boruto-nii, bilang saja kalau kau mau makan asalkan Sarada-nee menyuapimu. Begitu, 'kan?" Himawari tersenyum lebar.
Sebelah mata Boruto memelotot. "He? Siapa bilang, 'ttebasa? Kemarikan supnya, Sarada, akan kuhabiskan sekarang juga!"
Himawari tertawa melihat ekspresi aneh Boruto. Ia tadi sengaja ingin menggoda Kakaknya.
Sarada tersenyum lega melihat Boruto yang mulai memakan supnya. Gadis berambut hitam di bawah bahu itu terus berdiri di sisi tempat tidur Boruto, hingga makanan pemuda itu tandas.
Ketika Boruto hampir menghabiskan makanannya, Hinata turut datang ke kamar Boruto. Wanita itu masih terlihat sedih. Namun berusaha tersenyum kecil kepada Himawari, Boruto, dan Sarada. Ia membawa sepiring kue kering yang diletakkan di atas nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEND- Rules [BoruSara Fanfiction] Terlalu banyak hal yang membuat dua hati itu tak bisa bersatu. Terlalu banyak peraturan rumit yang mengganggu. Terlalu sulit, untuk sekadar bersatu. Semesta dengan ringan menambah jumlah benteng pemisah di antara me...