Prolog

83 15 0
                                    


hai, lagi-lagi ketemu.

kali ini aku bakal bawa genre thiller dan misteri sedikit dibumbui fantasi. cerita ini dibuat untuk menyambut bulan suci ramadhan!

happy reading!

.

.

.

.

.


13 tahun yang lalu....

Suara kendaraan begitu terdengar, ketika tangan mungil tersebut membuka kaca samping kanannya. Meskipun tidak terlalu banyak kendaraan, namun mereka masih mendengarnya karena sedang berada di tol.

Mata gadis berumuran 5 tahun itu memejam sejenak. Sang ibu yang tengah sibuk bermain ponsel, sontak langsung menengok ke arah belakang, ketika merasakan angin malam menerpa sebagian rambut pendeknya.

"Hera, tutup kacanya," pinta perempuan yang masih berkepala dua tersebut. Gadis kecil itu menoleh, dan menyengir hingga memperlihatkan giginya.

"Iya, Bunda."

Bunda tersenyum. Dia mengelus rambut anaknya setelah gadis itu menutup kembali kaca mobil. "Anak pintar. Udah malam, jadi mending kamu tidur aja, ya?"

Gadis kecil bernama Hera itu menggeleng dengan kepala tertunduk dan bibir yang dia manyunkan ke bawah. Pertanda dia tak mau.

"Kenapa gak mau?" tanya bunda penasaran.

Suaminya yang sedang menyetir melongok sejenak ke arah anaknya. Pria itu berujar, "Hayoo... kenapa Hera gak mau tidur? Udah malam loh ini, dikit lagi kita sampe di rumah Paman Bayu kok. Jadi, Hera tidur dulu. Supaya cepat sampenya."

"Hera gak mau." Hera tetap bersekukuh pada pilihannya. Padahal waktu sudah menunjukan hampir pukul 11 malam.

"Alasannya? Hera gak mau ngasih tau Bunda, ya... ?" goda bunda. Hera mendongak, memandang bunda dan ayahnya secara bergantian. Dia mengulum bibir bawahnya.

"Hera mau lebih lama sama Bunda, Ayah," jawab Hera dengan suara cadelnya.

Bunda terkekeh pelan. "Kan setiap malam Hera selalu Bunda temenin."

"Ayah juga sering main sama Hera loh...," sambar sang ayah dengan mata yang masih memandang ke arah jalanan. Tetap fokus mengemudi.

"Bunda sama Ayah bohong...," cicit Hera pelan. Dia sudah menundukkan kepalanya lagi.

Bunda dan ayah sedikit tersentak pelan dengan pernyataan Hera. Bunda membuka sabuk pengaman, agar dia lebih leluasa berbicara dengan anaknya. "Hera kok ngomongnya gitu sih..." Bunda tersenyum lebar. Dia memegang pundak Hera, lalu mengelusnya pelan. "Jadi, selama ini Hera pura-pura tidur?"

Hera mengangguk. "Bunda selalu ninggalin Hera kalau ponsel Bunda bunyi... terus Ayah juga sering bohong sama Hera. Katanya Ayah mau main sama Hera tadi siang, tapi Ayah malah gak dateng terus akhirnya Hera jadi main sama Maura.... Ayah udah ulangin berkali-kali."

Bunda mencubit pelan paha suaminya. Hingga membuat rintihan terdengar dari mulut sang suami. "Aw! Sakit, Sayang," adu ayah merasa kesakitan.

Bunda menoleh ke suaminya dengan senyuman yang dia paksakan. "Lain kali, jangan ingkar ya kamu, Mas," pesannya dengan penuh peringatan. Akhirnya sang suami hanya mengangguk, mematuhi ucapan istrinya karena dia juga sudah terlalu sering membohongi anaknya.

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang