27. Membujuk Seseorang

19 6 0
                                    


.

.

.

"Cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya."

.

.


Pemandangan yang Aeera lihat ketika sudah duduk di tempat khusus untuk mengunjungi para napi, yaitu sebuah kaca transparan yang menjadi pembatas. Sosok pria paruh baya dengan punggung yang bungkuk serta kepala yang menunduk muncul dari balik pintu.

Aeera melihatnya. Ayahnya yang berpenampilan seadanya. Hatinya teriris tatkala melihat kantung mata ayahnya hitam dan begitu lebat dengan bentuk yang besar. Rambutnya tidak terurus sama sekali. Bibirnya yang dulu sering memberikan senyum padanya, kini hanya mendatar dengan warna yang pucat. Farhan duduk di hadapan Aeera tanpa mendongakan kepalanya sedikitpun.

Aeera selalu bertanya-tanya. Apa yang dilakukan ayahnya ketika di dalam penjara? Sampai-sampai tubuh yang dulu gagah dan berotot, menjadi kurus tidak berisi. Kedua pipinya juga menciut. Uban pun tidak terelakan dirambut pria itu dengan jumlah yang banyak. Aeera merasa bersalah pada dirinya sendiri. Dia tidak bisa membayangkan hidup di dalam kotak persegi panjang yang berukuran kecil. Meskipun ayahnya tidak digabung dengan penjahat lain, tetapi Aeera tetap mengkhawatirkannya, mengingat ayahnya itu memiliki trauma.

"Bagaimana kabar Ayah?" tanya Aeera memulai pembicaraan.

"Apa Ayah baik-baik saja?" lanjut Aeera karena tidak ada sahutan sama sekali dari pria berkepala empat itu.

Merasa sudah biasa didiamkan oleh ayahnya selama 12 tahun, Aeera melengkungkan bibirnya ke atas. Tangannya bergerak untuk melepaskan kacamata hitam dari hidungnya. Membiarkan matanya memandang ayahnya.

Apa Aeera bisa melihat kematian ayahnya? Jawabannya tidak, Aeera tidak bisa melihat kematian Farhan karena Farhan juga tidak memandang ke arahnya. Aeera bisa melihat kematian seseorang, jika mata mereka berdua bertemu satu sama lain.

Seperti anak umum lainnya, mata Aeera memandang kepala Farhan yang menunduk dengan tatapan tulus dan sayang. "Aku baik-baik aja, Yah," jawab Aeera seolah tahu perasaan Farhan. Farhan masih tetap menunduk.

"Sekarang, aku datang sebagai remaja berusia 18 tahun. Aku bukan anak kecil lagi. Apa Ayah paham maksud dari ucapan aku?" Aeera membuka tas gamblok yang dia bawa di pundaknya, mengambil sebuah kertas. Lalu dia julurkan lewat celah kaca transparan tersebut.

"Aku langsung ke intinya saja. Kedatangan aku untuk memberikan kertas itu pada Ayah," ungkap Aeera. "Aku tahu, Ayah tetep akan menolak untuk mengajukan sidang ulang."

Aeera membuang pelan kepalanya ke samping, dan dia tujukan lagi pandangannya ke Farhan. "Apa Ayah tidak mau menikmati hari-hari bersama aku?" tanya Aeera dengan suara yang bergetar.

Sial, kenapa gue cengeng.

Ini yang Aeera benci ketika mengunjungi ayahnya. Dia akan berbeda. Dia bukanlah Aeera yang dikenal orang-orang sebagai sosok perempuan yang dingin dan tidak tersentuh. Dia akan menjadi Aeera dengan kepribadian yang bertolak belakang. Entah kenapa, ketika melihat wajah ayahnya yang pucat dan sangat berbeda dari 13 tahun yang lalu, Aeera jadi bersedih. Aeera rasanya ingin menangis saja setelah mengunjungi ayahnya.

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang