26. Kegigihan Genta

24 6 0
                                    


.

.

.

"Menahan sesuatu itu lebih sulit, daripada harus mengungkapkan perasaan."

.

.

"Maksud dari foto ini semua itu apa?" tunjuk seseorang melempar beberapa lembar foto yang diambil oleh anak buahnya. Dia melemparkan begitu saja ke atas meja makan.

Genta yang sedang sarapan, menghentikan pergerakan makannya. Dia mendongak. Menatap pria itu dengan raut yang amat dingin. "Jangan ikut campur," pintanya lalu melanjutkan makan.

Pria itu terkekeh sinis. "Kamu adalah anak saya. Jadi, saya berhak ikut campur dalam kehidupan kamu."

Genta terdiam. "Kita berbeda."

"Bukankah waktu itu kamu mengatakan hanya Monster yang bisa mengalahkan Monster lainnya? Tanpa kamu sadari, kamu sudah menjadi Monster saat itu," seringai pria itu. Umurnya yang sudah berkepala empat, ternyata tidak membuat kekejamannya berkurang.

"Kalau begitu, bunuh saya seperti yang Anda lakukan terhadap Mama dan Adik saya," tegas Genta tidak takut. Entah ke berapa kalinya, remaja itu meminta pada sang ayah untuk membunuhnya. Mungkin sudah tidak bisa dihitung dengan jari.

Pria itu mengendikan bahu. Dia ikut sarapan di meja makan. "Tidak seru, jika permainan harus cepat berakhir di keluarga Dirgantara."

"Oh iya, saya besok ada wawancara. Sebaiknya kamu tidak membuat masalah di sekolah. Apalagi sok menjadi pahlawan bagi perempuan yang tidak pernah menganggap kamu," kekeh pria itu sedikit menyindir. "Saya hanya mengatakan, bahwa apa yang kamu lakukan sekarang itu akan berakhir sia-sia."

Genta meletakan sendok dengan kencang. Tangan kanannya mengepal. Dia sudah benci dengan ini semua. Reputasi. Dia sangat benci hal itu. "Saya lebih suka membuat masalah, daripada harus membiarkan Anda terjun ke dunia yang sama sekali tidak Anda kuasai. Dunia akan hancur, jika Anda yang memimpinnya."

"Jika saya tidak menguasai di dunia tersebut, setidaknya saya sudah mencoba," jawab pria itu santai. Sesekali dia melirik Genta dengan tatapan mengejek.

"Perempuan itu... cantik juga," ujarnya tiba-tiba menunjuk salah satu foto yang dia lempar ke atas meja. Sontak Genta menatap pria itu tajam. Dia mengambil salah pisau buah yang disediakan di meja makan.

"Jangan coba untuk mendekati perempuan itu, atau saya membunuh Anda dengan kedua tangan saya sendiri," ancam Genta menyorot tidak suka. Pria itu akan melewati batas jika ingin memilikinya.

Pria itu tertawa. "Sampai segitunya kamu melindungi perempuan itu?" cemoohnya dengan gelengan kepala. "Ternyata benar, kalau cinta itu akan membuat kamu buta."

Genta membalasnya dengan senyuman miring. "Cinta itu membuat seseorang menjadi manusia seutuhnya. Sayangnya, orang seperti Anda tidak memiliki rasa cinta karena diri Anda sudah menjadi Monster. Sehingga Anda lupa kalau derajat perempuan itu tiga kali lebih tinggi daripada derajat laki-laki."

Meskipun ucapan Genta sedikit menusuk. Pria itu berusaha untuk terkekeh pelan. "Semakin dewasa, semakin berani kamu melawan saya, ya. Tidak apa, saya memakluminya karena masa pubertas adalah masa-masa emosi remaja tidak stabil."

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang