..
.
"Hal yang membuatmu jatuh sedalam-dalamnya adalah mendengar sebuah fakta dari orang lain."
.
.
13 tahun yang lalu....
"Ayah aku gak bersalah!" Remaja itu berusaha memegang kaki seseorang yang ingin membawa ayahnya pergi. Bulir-bulir air jatuh tanpa diperintahkan dari sang empuh hingga membuat suaranya serak. Usianya yang ingin beranjak dewasa. Membuat remaja itu memahami apa yang sedang terjadi pada keluarganya.
"Paman, aku mohon. Jangan bawa Ayah aku..." Tatapan mohon dari sang anak, gerakan polisi tersebut terhenti, memandang iba pada anak remaja itu. Meskipun sudah remaja, dia pasti masih membutuhkan sosok ayah di sampingnya.
"Ayah baik-baik aja. Kamu jangan lupa makan. Ayah udah buatin sup ayam sama tempe orek kesukaan kamu," timpal ayahnya menatap sang anak dengan senyuman paksa. Jauh di dalam lubuk hati, dia tidak ingin meninggalkan anak satu-satunya dan hidup sendirian hingga dewasa nanti. Sayangnya dia harus menerima hukuman akibat kejahatan yang pernah dia lakukan pada orang lain.
Remaja berseragam putih biru itu menghentakkan kedua kakinya kesal. "Aku cuman mau Ayah di sini! Aku gak punya siapa-siapa lagi selain Ayah!"
"Apa Ayah tega tinggalin aku sendirian?" tanyanya dengan pilu. "Ayah udah janji buat selalu ada di samping aku! Tapi apa? Kenapa Ayah malah seperti Mama? Ayah jahat! Ayah pembohong! Ayah pengkhianat! Jahat! Jahat!" sarkas remaja itu merasa dikecewakan oleh ayahnya.
Sang ayah masih saja tersenyum. "Jangan lupa makan ya. Ayah—"
"Aku udah gede! Aku bukan anak kecil lagi! Aku juga tau semuanya! Semua yang Ayah lakuin! Sampai-sampai Ayah dibawa paksa sama polisi-polisi ini!" potongnya. Dia menangis semakin jadi. "Paman..."
Polisi itu menunduk.
"Jangan bawa Ayah aku... aku mohon, Paman," tekad remaja itu bahkan tangannya memegang seragam polisi tersebut. Polisi itu terdiam. Dia memandang remaja itu dan sang ayahnya bergantian. Sama-sama menyakitkan dan membuat dadanya sedikit sesak. Dia tahu bagaimana perasaan ayah remaja itu, karena dia juga sudah memiliki anak. Dia sangat mengetahuinya.
Melepas untuk kebaikan. Namun, dimata sang anak itu adalah sebuah kutukan.
Polisi itu mengulas senyum. "Ayah kamu pasti pulang."
Remaja itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak! Ayah pasti gak bakal pulang! Aku gak mau hidup sendirian!"
"Bawa saya secepatnya, Pak," pinta sang ayah meminta polisi tersebut agar membawanya pergi dari tempat ini secepatnya, karena dia tidak kuat melihat wajah sedih dari anaknya.
Pupil mata remaja itu membesar. "Paman! Aku mohon, Paman! Jangan bawa Ayah aku! Jangan bawa dia! Dia gak bersalah! Dia hanya disuruh seseorang saja! Ayah aku gak bersalah!" protesnya semakin membrutal.
Polisi itu menghela napas. "Kamu ha—"
"Iptu Yuda!" panggil kaptennya dari kejauhan. "Cepat! Kita kehabisan waktu!"
Polisi itu menoleh. "Iya, Kapten!"
Remaja itu mengencangkan pegangannya. Bibirnya melontarkan kalimat permohonan. Sedangkan sang ayah sudah menangis seraya menutupi kedua matanya, tak bisa menahan pilu harus berpisah dengan anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
60 detik yang berharga
Mystery / ThrillerAeera adalah seorang gadis SMA yang semasa hidupnya hanya merasakan kesendirian. Akibat dari kemampuan istimewa yang dia dapat sejak kecil dan cap 'Anak Pembunuh' melekat ditubuhnya, membuat Aeera dikucilkan. Menyaksikan kematian seseorang itu meman...