28. Kesempatan Melihat

25 6 0
                                    


.

.

.

"Orang yang menyakiti itu lebih mudah melupakan, sedangkan orang yang disakiti akan mengingat selamanya."

.

.

"Apa kalian bisa membuktikannya? Jika kasus Leon itu kasus pembunuhan berantai yang terjadi di SMA Jagratara?" tanya pria berkacamata dengan bentuk kepala yang oval. Wajah yang songong menjadi ciri khas pria berkacamata itu. Memiliki postur badan yang pendek dengan beberapa lemak yang menempel ditubuh pria itu, terlebih lagi untuk bagian perut. Seperti sedang hamil empat bulan. Dia melipat salah satu kakinya, untuk bertumpu ke kaki satunya. Lalu mendongakan kepala.

"Gayanya sok berasa kaya Hotman Paris," cibir Arga pada Saga dengan suara yang sangat pelan. Saga menyingkut lengan Arga agar tidak asal berbicara, karena yang berada di hadapan mereka adalah Wira Pradipto.

Setelah mendapatkan telepon dari Kapten Yuda, mereka berdua segera beranjak dari rumah Herman menuju Rumah Sakit Citra Pusaka. Yang memakan waktu selama 15 menit. Mereka berdua tengah berdiri menghadap depan Anggota Majelis Wira Pradipto. Ada Kapten Yuda dan Dokter Pandi yang sudah duduk di sofa.

"Ini tanda-tanda fatal yang didapatkan oleh Leon," ujar Yuda menata foto TKP Leon di atas meja supaya Wira dapat melihatnya. Dia mengeluarkan dua foto lagi, dan menempelkan di samping foto TKP Leon. "Sedangkan ini, milik Alex dan Jery."

Wira menundukan kepala. Dia mengamati dengan baik foto yang polisi itu berikan. Benar. Tanda-tanda fatal yang didapatkan Leon sama persis seperti dua foto tersebut. Leher yang terbelah, ubun-ubun kepala yang hancur, dan lain-lainnya. "Tetapi, kenapa badan pria ini sangat babak belur?" tunjuk Wira pada foto TKP Jery.

"Itu karena korban berkelahi dengan seseorang sebelum pembunuh itu membunuhnya," jawab Dokter Pandi. "Akhirnya luka itu lebih membusuk daripada luka yang dia dapatkan dari pembunuh itu."

Wira ber'oh' ria. "Hm... sebenarnya saya tidak begitu peduli dengan kasus Leon. Jadi, kalian boleh melakukan autopsi pada jenazahnya. Syaratnya sudah saya sebutkan. Jika benar, kasus Leon berkaitan dengan dua kasus pembunuhan sebelumnya. Saya ingin kalian menutupi kasus tersebut," peringati Wira.

"Bagaimana kondisi istri Anda?" tanya Yuda karena saat mereka masuk ke ruangan Pandi, dia sempat melihat kondisi istri ketiga dari Wira itu sangat berantakan. Yuda memang tidak belajar psikolog, tetapi siapapun akan tahu kalau istri dari Wira dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

"Saya yang akan membujuknya," ujar Wira seraya bangun dari duduk. Dia merapihkan jas kantor yang dia pakai dengan dasi yang memanjang, meskipun perut buncitnya membuat kancing kemeja yang dikenakan Wira sedikit terbuka. Memperlihatkan kaos putih yang Wira pakai untuk dalamannya.

"Apa alasan Anda ingin menutupi kasus Leon?" tanya Saga penasaran, mewakilkan perasaan ketiga orang yang sudah menatapnya tajam.

Wira pura-pura berpikir. "Karena... itu kemauan saya," jawabnya ketus.

"Oke, intinya kalian jangan khawatir tentang istri saya, yang penting kalian melakukan autopsi lalu membuat kesimpulan. Saya akan datang lagi esok hari," ungkap Wira yang memandang arloji di pergelangan tangannya. "Saya pergi, sampai ketemu esok hari," pamot Wira melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan Pandi.

"Terima kasih, Pak Wira," balas mereka serentak menundukan kepala sebagai rasa hormat. Wira mengabaikannya, dia sudah membuka pintu, termampang wajah istrinya yang menunggunya di depan ruangan.

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang