17. Persidangan

28 8 2
                                    

.

.

.

"Ini yang kalian sebut keadilan? Meninggikan derajat yang sudah tinggi, dan merendahkan rumah yang sudah berada di bawah. Apakah itu dinamakan keadilan?"

.

.

"Dalam cctv, terdakwa memakai pakaian serba warna hitam yang sedang pura-pura jalan disekitar apartemen korban. Saat korban datang, dia mendekatkan korban karena korban sedang membuka kunci pintu apartemennya. Kemudian tangan kanannya bergerak mengambil sesuatu dari saku jaket hitamnya yang ternyata adalah sebuah pisau," papar Jaksa Penuntut menjelaskan kejadian saat Endra ingin menyerang Aeera. Video cctv yang dia ambil dari depan apartemen Aeera, dijadikan sebagai bukti yang kuat.

Jaksa itu mengambil barang bukti dari mejanya, lalu berjalan kembali di tengah-tengah pengadilan. Dia meninggikan benda tersebut. "Ini adalah barang bukti yang ingin terdakwa gunakan untuk menyerang korban," lanjut Jaksa Penuntut itu penuh wibawa. Di dalam plastik transparan berukuran sedang itu ada sebuah pisau lipat.

"Berdasarkan tiga syarat yang ditetapkan dalam pasal 53 KUHP Tentang Percobaan Tindak Pidana. Pertama, terdakwa sudah berniat untuk menyerang korban dengan membawa pisau. Kedua, terdakwa sudah melayangkan pisau tersebut pada korban yang tertangkap dikamera cctv. Dan ketiga, terdakwa tidak jadi menyerang korban karena sudah tertangkap basah oleh pelapor, yang berarti bukan semata-mata dilakukan tidak sengaja. Karena terdakwa sudah memenuhi syarat-syarat tersebut. Saya menyatakan kalau terdakwa bersalah! Yang Mulia," pungkas Jaksa Penuntut itu dengan nada yang tinggi meskipun sudah menggunakan mic.

Jaksa itu menundukan kepala. "Itu pernyataan saya, Yang Mulia," ujarnya yang sudah menegakan badan. Dia berjalan kembali ke mejanya dan duduk.

Hukum Majelis mengangguk paham. "Untuk Penasihat Hukum Terdakwa, Anda ingin memberikan pernyataan pembelaan?" tanyanya pada Penasihat Hukum Endra.

Penasihat Hukum itu beranjak dari tempat duduk. "Iya, Yang Mulia," jawabnya.

Haris, selaku Penasihat Hukum Endra tersenyum menghadap para penonton yang menyaksikan persidangan.

"Baik. Jaksa Penuntut menyatakan kalau terdakwa bersalah hanya karena sebuah kamera cctv dan barang bukti saja. Saya sebagai Panasihat Hukum-nya menolak pernyataan itu", ungkap Haris. "Di cctv, terdakwa melayangkan pisau pada korban, namun tidak berhasil karena ada seseorang yang mencegah kejadian itu. Coba kalian perhatikan kembali sebelum terdakwa melayangkan pisaunya."

Dilayar monitoring tersebut di pause pas bagian Endra mengambil sesuatu di jaketnya. "Nah, benar! Ada yang sama seperti saya pikirkan?" tanyanya pada penonton. Dengan senyuman licik yang menjadi ciri khas Haris. Penasihat itu semakin melebarkan senyuman. "Kalian lihat bagian baju terdakwa. Disitu ada tanda putih-putih mengembang, lalu saya menanyakan video cctv itu pada salah satu kenalan saya yang ahli dalam bidang tersebut. Dia mengatakan kalau video cctv yang diberikan Jaksa Penuntut adalah hasil tamperang atau sudah dimanipulasi."

Suara tidak menyenangkan terdengar dari penonton. Mereka tidak menyangka kalau ternyata video cctv itu bukanlah yang asli. Aeera yang menonton persidangan untuk kasusnya sendiri menatap Penasihat Hukum itu dengan tatapan cemooh. "Kan gue bilang, bakal kalah...," desahnya. Dia sengaja duduk dipaling belakang.

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang