2. Ada, Namun Tak Ada

36 11 2
                                    


.

.

.

"Kata orang, kehidupan itu berbaur dengan kehidupan manusia lainnya. Faktanya, aku hanya hidup dalam kesendirianku karena aku berbeda dengan mereka."

.

.

Siapa yang tak kenal SMA Jagratara?

Siapapun pasti akan mengenalnya, apalagi sekolahan tersebut sudah terkenal dengan hal-hal yang berbau mistis. Bermacam-macam kejadian tak terduga pernah terjadi pada siswa-siswi SMA Jagratara.

Jagratara berarti selalu waspada. Terlebih lagi untuk seorang laki-laki. SMA Jagratara hanya salah satu yayasan di antara yayasan Jagratara lainnya. Sekolah bergengsi tersebut sudah sangat terkenal. Entah itu karena gedung sekolahnya yang banyak dan fasilitasnya sangat lengkap atau hal-hal aneh yang selalu saja menghampiri siswa-siswi sekolah tersebut. Lebih anehnya lagi, tak ada satupun berita yang menyiarkan siswa-siswi Jagratara ketika terkena kasus, seolah-olah sengaja ditutupi.

Aeera memandang makam Bunga yang masih tercium bau tanah yang segar, serta bunga yang ditaburkan di atas tubuh tanah tersebut. Dia membuka kacamatanya. Tangannya terulur meletakan setangkai bunga mawar merah di dekat nisan.

Dengan deras hujan yang turun dari langit, tanah yang masih basah tersebut terseret sedikit demi sedikit dengan air dan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Mewakilkan perasaan Aeera yang selalu saja gagal menghentikan kematian seseorang. Aeera menunduk, meratapi dirinya yang tak pernah berhasil mencegah orang yang dia tatap. Namun, Aeera sadar. Dia bukanlah utusan Tuhan. Dia hanya sebatas memiliki kemampuan istimewa.

"Maaf," ujarnya pelan. Setelah itu, dia meninggalkan pemakaman Bunga dengan perasaan bersalah.

Saat sudah keluar dari TPU Permatasari. Aeera menutup payung hitam yang tadi dia gunakan. Membiarkan setetes demi tetes air, menghujani wajah dan tubuhnya. Dia juga membuka kedua sepatu fantopel sekolahnya, lalu menentang benda tersebut. Membiarkan alas kakinya langsung menapak dengan jalanan. Tak peduli dengan matanya yang selalu terjaga dengan kacamata hitam.

Cuaca di sore hari yang sangat mengekspresikan perasaannya.

Berjalan tanpa arah. Ini yang dia suka.

Membiarkan dirinya tersiksa dengan derasan air hujan itu lebih baik, daripada harus menyaksikan kematian seseorang.

Aeera tak tahu dia salah apa.

Semua orang membencinya.

Semua orang menghinanya.

Tetapi, dia tak peduli dengan mereka semua. Bagi Aeera, ini adalah hidupnya. Jadi, orang yang bertanggungjawab atas kehidupannya adalah dirinya sendiri.

Aeera berhenti berjalan. Dia mendongak saat tak merasakan derasan hujan menerpa tubuhnya. Ternyata benar, ada sebuah payung transparan yang menghalangi.

"Nanti lo sakit." Suara bariton bernada lembut terdengar di telinganya. Aeera menoleh ke samping.

Dia pelakunya.

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang