.
.
.
"Kebenaran dan kebatilan itu beda tipis."
.
.
Aeera memukul kaca yang ditempel di tembok. Dia melihat pantulan dirinya sendiri di kaca bening itu. Kantung mata hitam tercetak jelas di bawah kedua matanya, dan disitu matanya memandang kaca tersebut. Kematiannya terlihat. Aeera melihat dirinya berdiri di atas gedung tinggi yang entah dia tak tahu. Dia menoleh ke belakang.Ada Saga, dan beberapa polisi yang pernah dia lihat wajahnya ketika memasuki kantor kepolisian. Saga perlahan-lahan maju, dengan tangan yang terentang setengah ke atas, berjaga-jaga untuk menghampiri posisi dia berdiri.
Di hidung Aeera ada sebuah selang infus. Aeera menunduk, kakinya berlumuran darah. Dengan pakaian rumah sakit yang dia kenakan. Ditangan kanannya ada sebuah pistol. Dia melayangkan pistol itu tepat di pelipisnya, menatap satu persatu polisi tersebut dengan tatapan kecewa.
Tak begitu jelas kapan waktunya. Aeera hanya bisa melihat sebuah langit berwarna biru tepat di atas kepala.
"Ini yang kalian sebut keadilan?!!"
"Lebih baik saya mati! Karena tak ada gunanya lagi saya hidup di dunia ini!!"
Mereka berusaha mencegah perempuan itu membidik kepalanya sendiri. Aeera memejamkan mata sejenak. Sebelum tangannya menarik pelatuk pistol itu, dan—
Dor!
Mata Aeera terbuka. Bahkan dia bisa melihat kematiannya sendiri dipantulan cermin itu. Kenapa dia tidak bisa melihat kematian pria bernama Saga?
Aeera selalu bertanya-tanya sejak tadi. Kenapa dia tidak bisa melihatnya? Mengingat itu membuat perasaan Aeera gelisah. Takut itu menjadi pertanda buruk.
Dia sedikit menghela napas. Tangannya terulur menyalakan keran wastafel untuk membasuh wajahnya yang sudah lelah. "Aw!" rintihnya ketika merasakan perih disekujur muka.
Aeera lupa kalau kedua sudut bibir hingga pipinya terluka. Padahal dia mendapatkan luka itu sudah lama, tapi masih saja terasa sakitnya ketika terkena air. Dia mematikan keran itu, sambil mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap mukanya agar kering kembali. Dia melangkahkan kakinya untuk keluar dari toilet.
Arga yang baru saja ingin memasuki ruang toilet laki-laki, langsung memutar badannya ketika melihat Aeera tanpa menggunakan kacamata. Aeera mengangkat satu alisnya tak paham. Akhirnya dia melewati Arga begitu saja untuk kembali ke ruang interogasi, karena dia memang masih berada di kantor polisi.
Arga berucap syukur dalam hati. "Untung aja, dia gak natap mata gue. Bisa-bisa kematian gue ntar diilihat sama dia," celetuk Arga mengelus-ngelus dadanya. Lalu melanjutkan tujuannya, masuk ke dalam toilet.
•••
"Ditemukan jasad laki-laki di SMA Jagratara. Sudah kedua kalinya, ada dua siswa yang tewas mengenaskan di sekolah elit tersebut. Polisi mengetahui jasad siswa itu karena diberitahukan oleh saksi yang ternyata adalah satpam sekolah itu. Sejauh ini, belum diberitahu apa penyebab kematiannya. Apakah ini hanya sebuah kebetulan?"
Aeera memberhentikan jalannya saat mendengar berita itu. Dengan tangan yang sudah meletakan kacamata hitam ke hidungnya. Aeera memandang ke arah televisi di tembok tersebut. Lagi-lagi ada sebuah kasus pembunuhan. Dia membuka layar kunci ponselnya untuk mengecek.
KAMU SEDANG MEMBACA
60 detik yang berharga
Детектив / ТриллерAeera adalah seorang gadis SMA yang semasa hidupnya hanya merasakan kesendirian. Akibat dari kemampuan istimewa yang dia dapat sejak kecil dan cap 'Anak Pembunuh' melekat ditubuhnya, membuat Aeera dikucilkan. Menyaksikan kematian seseorang itu meman...