4. Misterius Kematian Viola

27 10 0
                                    

.

.

.

"Kamu tahu? Kenapa orang-orang yang sudah lelah dengan dunia, selalu mengakhiri hidupnya? Karena mereka tak punya apa-apa, selain dirinya sendiri. Maka jalani hidupmu baik-baik. Jangan menghindar, juga jangan bersembunyi. Kamu adalah makhluk sosial. Sejahat dan sebaik apapun kepribadianmu, sejelek dan secantik apapun rupamu, serta sekaya dan semiskin apapun keluargamu. Kamu berhak memiliki teman."

.

.

15 menit sebelum Viola bunuh diri....

Viola memandang ruang BK dengan rasa khawatir dan cemas bersamaan lantaran Aeera bermasalah karena membantunya. Alex memang bukan laki-laki biasa. Cowok itu tak segan-segan menampar, menendang, serta mendorong orang lain tanpa melihat gender dan usia. Orang macam Alex pantas untuk diberi hukuman, agar setimpal. Namun sayang, Alex termasuk orang-orang yang berkuasa.

Viola langsung menegakkan tubuhnya saat pintu ruangan BK terbuka, termampang dengan jelas muka tanpa ekspresi Aeera saat melihatnya. Viola meneguk ludah. Dia menggerakan kakinya untuk lebih dekat posisi Aeera berdiri.

"Aku mau ngomong sama Kakak," cicitnya pelan dengan kepala tertunduk. Jujur, dia takut berhadapan dengan Aeera. Tetapi dia harus mengucapkan terima kasih, karena satu-satunya orang yang membantunya hanya Aeera. Tak ada lagi.

"Apa?" balas Aeera.

"Jangan di sini, Kak."

Aeera mengangguk paham. "Ikut gue," titah Aeera menyuruh Viola mengikuti langkahnya, mencari tempat yang pas untuk berbicara. Tanpa banyak bicara, Viola mengangguk.

Ternyata Aeera membawanya ke taman belakang sekolah. Suasananya yang sepi dengan banyak pohon rindang serta angin yang kencang. Membuat hati Viola sedikit tenang. Meskipun terik matahari tak terelakan mengenai wajah dan tubuhnya.

"Apa? Langsung ke intinya. Gue sibuk."

Viola dengan cepat mendaratkan bokongnya ke bangku taman. "Aw!" rintihnya kesakitan lantaran terlalu kencang meletakan punggungnya ke bangku. Aeera melihat itu mendengkus.

"Ada ya, orang yang bakal diem aja pas ditindas. Ada, lo contohnya," sindir Aeera tak segan-segan untuk Viola. "Itu namanya bego."

Viola menanggapinya dengan senyuman. "Kalau aku bergerak dan coba ngelawan dia, tetap aja Kak. Aku tetap bakal kalah, dan malah semakin jadi."

"Media internet. Mereka gak bisa ngalahin."

"Media sosial maksud Kakak?"

"Hm." Aeera membenarkan tata letak rambutnya. "Gue bilang langsung ke intinya."

"Ah iya, Kak, maaf," ujar Viola sedikit menundukan kepala. Dia memegang kedua telapak tangannya yang berkeringatan agar tidak terlalu gugup. "Aku mau bilang makasih sama, Kakak."

"Buat?"

"Nolongin aku."

Aeera tertawa. "Gue bukan mau nolongin lo. Gak usah terlalu percaya diri."

60 detik yang berhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang