2. Rahasia Kita

120 16 10
                                    

Jinyoung melangkah memasuki ruang. Ruang ini berukuran sedang, di sisi kanan terdapat meja rias yang tertata rapih, dan di tengahnya berisi sofa serta meja penuh kopi dan makanan ringan.

Minho mengarahkan wajahnya ke arah meja rias, membuat Jinyoung mengikuti arah pandangnya. Di sana terlihat seorang gadis tengah duduk membelakangi keduanya dengan rambut yang terurai, dan pakaian yang rapih. Gadis itu sepertinya belum menyadari kehadiran Jinyoung, Ia sibuk dengan dunianya sendiri.

"Sooya!", panggil Minho ke arah gadis itu.

Gadis itu menegakkan wajahnya yang sedari tadi menunduk. Membuat Jinyoung dapat mengamati parasnya melalui pantulan cermin. Bentuk wajah yang kecil, mata cokelat yang indah, hidung yang proporsional, juga bibir dan pipi berwarna merah muda yang terlihat menggemaskan.

"Ya?", jawab gadis itu lembut. Jinyoung menerjapkan mata beberapa kali dan sedikit menunduk berniat menyapa sekaligus berusaha mengembalikan fokusnya.

"Ini Park Dowoon, bodyguard baru", mata gadis itu beralih ke arah Jinyoung yang tengah mengangguk bermaksud untuk menyapa.

"Oke", jawabnya kemudian kembali sibuk dengan dunianya.

"Begitu deh kalau lagi main game", keluh Minho.

Dering ponsel berbunyi, Minho meraih ponsel miliknya dari saku celana. "Sooya, ketemu di bawah. Sepuluh menit lagi kita berangkat", ucap Minho yang dalam hitungan detik menghilang di balik pintu.

Jinyoung yang tidak tahu harus melakukan apa masih pada posisi awal. Lebih tepatnya di belakang pintu. Ia memilih untuk menunggu gadis itu dalam diam. Namun, dua menit.. lima menit.. tujuh menit.. dan gadis itu tidak bergerak sedikitpun. Jinyoung harus melakukan sesuatu.

Waktu terus berjalan dan sepuluh menit akan segera habis. Akhirnya, Jinyoung mengeluarkan kertas, merobek bagian yang kosong, dan menulis "sudah waktunya pergi".

Jinyoung kembali meletakkan sisa kertas dan pulpen ke dalam saku sebelum mendekat ke arah gadis itu. Satu langkah.. dua langkah.. gadis itu masih tidak bergerak. Akhirnya, Ia mempercepat langkah hingga sampai tepat di samping gadis itu.

Jinyoung mengulurkan kertas yang telah Ia tulis. "YA TUHAN!", kertas itu belum sempat sampai dihadapannya saat gadis itu berteriak dan bangkit dari duduknya.

Mata keduanya bertemu, "K-kamu mau apa?", ucap gadis itu dengan suara bergetar selagi bergerak menjauh.

Sial. Sial. Sepertinya Jinyoung baru saja melakukan hal bodoh. Tanpa menjawab,
Ia menunjukkan kertas itu ke arahnya.

Gadis itu menyipitkan mata dan mendekatkan wajahnya ke arah kertas membuat rambut hitamnya yang terurai satu persatu jatuh mengikuti gerak tubuhnya, keningnya sedikit berkerut, dan bibirnya bergerak seakan mengeja.

Astaga. Hentikan! Park Jinyoung!

"Oh, Ya Tuhan", ucap gadis itu menghela napas panjang. "Jantungku hampir copot, kenapa kamu ngga bilang aja?", ucap gadis itu yang kini tengah sibuk merapihkan barang-barangnya.

"Eh, berapa umurmu?", Ia mengenakan sepatu tinggi, memasukkan ponselnya ke dalam tas dan melangkah keluar ruangan. Sementara, Jinyoung mengikuti dari belakang.

Tiba-tiba gadis itu berbalik, mengerucutkan bibirnya, dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Kenapa pertanyaanku ngga ada yang dijawab?".

Jinyoung terkekeh dalam diam, Ia kira ada sesuatu yang tertinggal atau apa. Jinyoung menghela napas panjang, sebelum akhirnya membentuk jarinya menjadi angka dua dan enam secara bergantian.

Gadis itu menyerngit heran, "hmm". Ia memiringkan wajahnya, "baru kali ini Jackson memberikan bodyguard yang seumuran denganku".

Gadis itu kembali melangkah menaiki lift dan Jinyoung menekan tombol lift ke lobby utama. "Eh, umm", ucap gadis itu. "Kamu tidak bisa bicara?", lanjutnya.

Eyes on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang