Hari ini adalah hari untuk keputusan terakhir Jinyoung dan Jisoo. Jisoo akan menyampaikan keputusannya di pertemuan pagi ini. Sementara, Jinyoung masih bertarung dengan ego dalam dirinya.
"Jam 9 di ruang Eclipse Lt 5",
Begitu isi pesan dari Jackson.Jinyoung menatap isi pesan itu lamat-lamat sesekali beralih menatap miniatur di tangannya.
Jinyoung sudah berpikir semalaman. Keputusannya sudah bulat. Jinyoung teringat sifat keras kepalanya gadis itu juga kisah dimana Ia merelakan mimpinya. Jika Jinyoung mengubah keputusannya dan pergi ke tempat itu, ada kemungkinan Jisoo akan melepaskan semuanya untuk Jinyoung, bahkan karirnya. Jinyoung tidak ingin itu terjadi. Dunia entertain ini hidup Jisoo. Jinyoung tidak ingin merusak hidupnya.
Hidup Jisoo udah cukup berat, Ia tidak ingin membuatnya menjadi lebih berat lagi. Terbayang kemungkinan paling buruk, bagaimana jika penggemarnya tahu dan tidak merestui hubungan mereka.
Jinyoung merasa keputusannya sudah bulat, tapi Ia tidak bisa mengontrol jantungnya yang berdetak dengan cepat. Ia tidak mampu mengontrol rasa takut itu. Takut akan keadaan setelah ini. Takut akan keputusannya sendiri. Takut tidak lagi bisa bertemu dengan Jisoo.
Bagaimana akhirnya? Akankah keputusannya hanya akan membuat gadis itu sakit lebih dalam? Atau malah mencegahnya dari sakit berlebih? Jinyoung tidak tahu.
Selama rasa takut itu menggerogotinya, Jinyoung tidak bisa berpikir jernih. Oleh karena itu, selama satu hari penuh Jinyoung hanya duduk di ruang kantornya. Mengabaikan semua telfon masuk, mengabaikan beberapa pertemuan penting, mengabaikan berkas-berkas yang harus Ia baca dan tanda tangani.
Ia menunduk, menjambak rambutnya kasar, memejamkan matanya, sambil mengenggam erat miniatur pemberian Jisoo. Di sudut mejanya sebuah kotak berisi gelang dengan bulan ditengahnya terbuka. Gelang yang Ia beli di hari yang sama saat Jisoo membeli miniatur itu. Saat Jinyoung mengatakan pada gadis itu untuk menunggu di dalam mobil.
Dalam diam, Ia berdoa dan berharap keputusannya adalah keputusan yang terbaik. Untuknya, juga Jisoo.
Jinyoung sama sekali tidak bergerak dari tempatnya hingga matahari berganti menjadi bulan.
Jinyoung merasakan seseorang menepuk bahunya pelan. Dengan ritme yang sama, dan cukup lama. Entah sejak kapan.
Jinyoung mendongakkan kepalanya selagi membuka matanya perlahan. Disampingnya telah berdiri salah satu sahabatnya, Jaebeom dengan kotak besar di tangan kirinya.
Jaebeom menghela napas panjang begitu melihat keadaan sahabatnya. Pandangannya kosong, rambut berantakan, kantung mata menghitam, dan beberapa rambut yang tumbuh di dagunya.
"Makan dulu", ucap Jaebeom menarik Jinyoung untuk keluar dari ruang kerjanya.
"Hmm", ucap Jinyoung dengan suara seraknya.
Jinyoung mengusap wajahnya kasar selagi menunggu Jaebeom menyiapkan makanannya.
"Lo beneran kayak mayat hidup ya ternyata", ucap Jaebeom setelah selesai menyiapkan makanannya.
Jinyoung menatap nanar makanan di hadapannya. Tidak terlihat begitu menggiurkan, tidak juga mampu membuat perutnya bergejolak. Rasanya Ia tidak ingin makan.
"Makanlah sedikit", Jaebeom meletakkan ayam potong di mangkuk Jinyoung.
Jinyoung menghela napas panjang dan memaksa dirinya untuk makan satu suapan. Hambar. Padahal ayam itu dilumuri bumbu yang sangat banyak.
"Lo tau ngga? Anak-anak ngga ada yang mau kesini karena takut sama lo. Ternyata emang se-serem ini ya", ucap Jaebeom di sela-sela kegiatan mengunyahnya.
Jinyoung tahu sahabatnya berusaha mencairkan suasana. Jinyoung tahu Ia seharusnya merespon ucapan itu. Tapi Ia enggan, mengeluarkan suara butuh tenaga. Dan jelas saat ini Jinyoung sedang kekurangan tenaga.
Tiba-tiba saja, Jaebeom meletakkan ponselnya dan menggesernya ke arah Jinyoung. Mata Jinyoung menangkap layar tersebut yang sedang menunjukkan sebuah artikel dari salah satu media.
Team Wang Entertaiment dan JNet menyangkal adanya hubungan spesial antara Kim Jisoo dan Park Jinyoung.
"Mereka tidak ada hubungan apa-apa, hanya bodyguard yang bertugas untuk menjaga artisnya" tutur manager Jisoo.
"Tay dan Jisoo tidak ada masalah. Hubungan keduanya baik-baik saja" tutur manager Tay Tawan.
"Mohon dukung terus drama kami yang akan tayang", tutur salah satu tim produksi.
Jinyoung menoleh ke arah Jaebeom. "Udah selesai", ucap Jaebeom.
"Seberapa pun menyesalnya lo dan setakut apapun lo sekarang. Waktu ngga bisa dimundurin", lanjut Jaebeom.
Jinyoung menghela napas panjang. Sahabatnya benar.
"Sekarang lo harus buktiin ke Jisoo kalau pilihannya Jisoo itu ngga salah. Kalaupun nanti ditengah jalan lo menyesal, lo harus berusaha cari jalan lain", Jaebeom meletakkan sendok dan sumpitnya.
"Jalan yang ini emang udah ketutup, tapi gua yakin masih ada jalan alternatif. Meskipun jalannya ngga mulus", Jaebeom bangkit dan menyerahkan segelas minuman ke arah Jinyoung.
Jaebeom meletakkan potongan ayam yang lain ke mangkuk Jinyoung, "Makan dulu lah, biar lo ada tenaga buat nyari jalan".
Jinyoung tersenyum, meletakkan miniatur yang sejak tadi Ia genggam di kantungnya, dan kembali melahap ayam dimangkuknya.
Usai makan, Jinyoung menatap langit malam lewat jendela kamarnya. Bulan malam ini tidak terlihat, hanya terlihat sisa-sisa sinar yang mengelilinginya. Gerhana malam ini menyembunyikan benda langit kesukaan Jisoo.
Jinyoung menghela napas panjang. Untuk saat ini kisah mereka harus berakhir karena keadaan.
-Eyes on You-
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes on You
FanfictionKetakutan terbesar apa yang dimiliki oleh manusia? Dikhianati? Sakit? atau Kegagalan? Setiap orang memiliki ketakutan terbesarnya masing-masing. Termasuk Gadis ini, Gadis yang belum lama Jinyoung temui. Gadis itu tidak takut terluka, Ia tidak takut...