15. Kupu-kupu

58 10 0
                                    

Lima hari berlalu, lagi-lagi hari ini Jisoo diberi waktu libur untuk memastikan kondisi kakinya.

Jinyoung membawa Jisoo ke klinik untuk melepas perban yang sudah berhari-hari melekat di kaki gadis itu. Kini Gadis itu sudah bisa melangkah tanpa bantuan orang lain. Dada Jinyoung yang sesak tiap kali melihat gadis itu kesulitan akibat kakinya, kini bisa bernapas sedikit lebih lega.

"Mas, jalan-jalan dulu yuk", ucap Jisoo yang baru saja menutup ponselnya setelah mengabarkan kondisinya pada Minho dan Jackson.

Jinyoung mengerutkan keningnya tidak percaya. Semalam gadis itu bekerja hingga dini hari, harus bangun jam sepuluh pagi untuk check up, dan sekarang ingin bersenang-senang? Apa Ia tidak lelah? Jinyoung saja yang mengikuti kegiatan gadis itu seharian penuh sudah merasa lelah.

Sebenarnya jam kerja Jisoo dan Jinyoung tidak beda jauh. Yang membedakan adalah Jinyoung hanya perlu membagi energinya untuk tubuh dan pikiran. Ia hanya butuh duduk di dalam ruang dan pikiran yang harus selalu fokus. Sementara gadis itu, perlu membagi energinya. Mengerahkan energi tubuhnya untuk beraktivitas, berpikir, bahkan untuk mengontrol emosinya. Bukan kah kebutuhannya terlalu banyak? Lebih banyak dari Jinyoung.

"Jarang-jarang, Mas. Aku dapet libur", ucap Jisoo mencoba meyakinkan.

"Makan seafood kayaknya enak deh, Mas", lanjut Jisoo masih berusaha mendapatkan persetujuan Jinyoung.

Jinyoung melirik jam di lengannya yang ternyata menunjukkan pukul dua belas siang. Sepertinya makan siang tidak apa-apa.

"Sebentar aja, ya?", ucap Jinyoung akhirnya mencoba bernegosiasi.

"Iya deh, cuma makan seafood, ke pantai sebentar, abis itu liat-liat souvenir deket pantai, terus pulangnya mampir ke supermarket", ucap Jisoo tidak mau menyerah.

"Makan siang aja terus pulang", ucap Jinyoung tanpa menoleh.

Jisoo menoleh menghadap ke arah Jinyoung sepenuhnya, berusaha menarik perhatian pria itu. "Ngga bisa, nanti Jackson marah loh ngga dibeliin oleh-oleh. Ice cream aku di villa juga udah abis".

"Lain kali aja beli oleh-olehnya, kaki kamu baru sembuh. Besok pagi udah harus shooting lagi", ucap Jinyoung pada Jisoo.

"Terus ice cream aku gimana?", tanya Jisoo yang sudah mengerutkan bibirnya.

"Pesen di villa aja", ucap Jinyoung final.

"Ih! Pantesan ya, Mas ngga punya pacar. Ternyata orangnya strict banget", Jisoo membuang pandangannya. Ia menyerah.

Namun, di sini lain ada yang hatinya tersayat dikatakan seperti itu, dadanya tengah menyerngit perih, rahangnya mengeras, bahkan tangannya sudah mengepal kuat.

"Tau darimana?", tanya Jinyoung dengan nada yang dingin.

Jisoo yang mendengar itu buru-buru menoleh. Ia yang tadinya hendak menjawab, melihat keadaan Jinyoung membuatnya bungkam. Tiba-tiba saja Jisoo lupa apa yang akan Ia katakan, lidahnya kelu.

"Tau darimana?", kali ini dengan penuh penekanan.

"Dari.. Jackson", ucap Jisoo tanpa berkedip.

"Saya bukannya strict. Ini kan buat kamu juga" ucap Jinyoung selagi memarkirkan mobilnya di depan resto seafood yang pernah Ia datangi bersama Jisoo.

Terdengar Jinyoung menghela napas gusar sebelum melanjutkan, "Saya ngga suka privasi saya disangkut pautkan dengan pekerjaan saya".

Benar. Jinyoung tidak suka. Jinyoung benci itu. Pekerjaan ya pekerjaan. Tidak perlu disangkut pautkan dengan kehidupan pribadinya. Baginya. Sikap yang kaku atau ketat itu bukan alasan Ia tidak punya pacar. Lagian memang sikapnya salah? Tidak kan?

Di sisi lain, saat Jinyoung tengah sibuk dengan pikirannya. Jisoo terdiam. Jinyoung cukup mengerikan saat sedang marah. Tapi, ada satu hal yang sempat mengikis pertahanan Jisoo. Pekerjaan katanya. Benar. Jinyoung tidak salah menganggap ini sebagai pekerjaannya.

Tapi, mengapa? Rasanya seperti Ia tengah berada di tengah kedalaman jurang, lalu saat Jinyoung mengatakan itu Jisoo ditarik kembali ke permukaan. Seakan ingin menampar Jisoo sekaligus mencegah Jisoo untuk jatuh lebih dalam.

Jisoo menghempaskan pikiran itu. Menarik napasnya dalam-dalam berusaha menenangkan diri. Suasana sedang tidak baik, ia tidak bisa ikut tidak baik-baik saja. Tutupi semuanya, bersikap seperti Jisoo biasanya.

Jisoo menoleh ke depan, yang dihadapannya sudah ada resto dengan menu seafood yang terkenal di pulau Jeju.

"Oke, Aku minta maaf", ucap Jisoo berusaha menghapus kejadian barusan.

"Sekarang, ayoo kita makaaan. Aku mau udangg", ucap Jisoo membuka pintu mobil dengan penuh semangat.

"Mas buruannn. Tuh tuhh, denger ngga perut aku udah bunyi?", ucap Jisoo yang sudah berjalan lebih dulu meninggalkan Jinyoung di belakangnya.

Keduanya makan dengan lahap. Hingga makanan tak bersisa. Bedanya makan kali ini tidak penuh dengan cerita Jisoo. Jisoo terlalu sibuk menyantap makanannya hingga kekenyangan.

"Mas, aku kayaknya mau muntah deh gara-gara kekenyangan", ucap Jisoo berusaha memecah keheningan di dalam mobil.

"Mas, ituu anjingnya lucu banget yaa warna putih kayak Lele", tidak ada tanggapan.

"Ihh ihh liat deh mas awannya bentuk ikan, mana ada sih ikan di langit ya kan. Kalo ada fans aku pasti mereka udah gombal", Jisoo menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Cinta aku ke kamu kayak ikan di langit, ngga mungkin bisa aku dapatkan", sialnya Jisoo masih gagal.

"Mas, liat itu ada kupu-kupu di kaca aku. Lucu banget deh warna biru", Jinyoung masih mengabaikan Jisoo. Diam, sibuk dengan jalanan di depannya. Padahal biasanya Jinyoung masih bisa diajak berbincang.

"Mas, mass, kupu-kupunya masuk", kali ini berhasil. Jinyoung menoleh ke arah Jisoo. Tapi yang Jinyoung lihat malah Jisoo yang sedang mengepakkan kedua tangannya seperti sayap. Wajah dengan senyuman yang manis. Sangat manis. Senyum yang tanpa Jinyoung sadari sudah menjadi candunya.

"Lucu kan kupu-kupunya?", ucap Jisoo begitu melihat Jinyoung tidak merespon. Sementara, Jisoo wajahnya sudah merah menahan malu.

Jinyoung pun baru sadar sejak tadi Jisoo memakai baju berwarna biru. Ternyata sejak awal kupu-kupu yang dimaksud adalah dirinya sendiri.

Jinyoung menghela napas gusar, bagaimana dia bisa marah dengan gadis di hadapannya ini. Gadis itu terlalu menggemaskan. Tanpa sadar lengan Jinyoung mengusap puncak kepala Jisoo lembut dan mencubit gemas pipinya yang sudah memerah.

Jinyoung tidak tahu mengapa ia melakukan itu, Jisoo pun tidak tahu mengapa Ia tidak mengelak. Mungkin.. keduanya sudah terbiasa dengan sentuhan satu sama lain.

"Lucu kan kupu-kupunya? Kalo engga mau terbang aja nih", ucap Jisoo dengan bibir merengut.

Terdengar Jinyoung terkekeh. Ia gemas melihat ekspresi gadis itu dengan lengan yang masi membentuk sayap, wajah memerah, dan bibir merengut. "Iya", ucapnya singkat.

"IYAA APA?", tanya Jisoo yang sudah kegirangan.

"Lucu", ucap Jinyoung yang berusaha kembali fokus ke jalan di depannya. Mereka hampir sampai di Villa.

Jisoo menghela napas panjang. "Mas serem banget ih kalo lagi marah. Jangan marah lagi, ya?", ucapnya.

"Hmmm", gumam Jinyoung sambil memarkirkan mobilnya.

Baru akan membuka sabuk pengamannya, Jinyoung tertawa terbahak-bahak. "HAHAHAHAHHA yampun astaga", ucapnya di sela-sela tawa.

"Itu tangannya mau sampe kapan kayak gitu", ucap Jinyoung.

Jisoo membelalakkan matanya, tidak sadar kedua tangannya masih membentuk sayap. Buru-buru Ia menurunkan kedua tangannya, "Hehehe, maaf ya Mas. Terlalu kebawa peran".

Jisoo malu. Tentu saja. Tapi, Ia puas. Ia puas bisa melihat Jinyoung tertawa terbahak-bahak seperti ini. Pemandangan yang langka sekaligus berharga bagi Jisoo. Karena tanpa Jisoo sadari, dadanya yang penuh sesak perlahan-lahan menjadi ringan. Pertahanannya yang kuat perlahan-lahan pun tergores.

-Eyes on You-

Eyes on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang