14. Malam Itu

64 10 1
                                    

Seperti biasa, Jisoo bangun pukul tiga pagi. Padahal semalam Jisoo baru tidur tepat tengah malam. Lebih tepatnya setelah Yugyeom berhasil memaksa Nyonya Park pulang karena harus bersiap-siap untuk kembali ke Seoul dini hari.

Jisoo menerjapkan matanya berusaha menyesuaikan cahaya ruang yang hanya disinari oleh lampu kecil di nakas samping tempat tidur. Setelah berhasil menyesuaikan pandangannya, Jisoo mengusap air matanya yang telah mengering akibat mimpi itu.

Mimpi yang selalu hadir setelah hari itu. Hari dimana Ia kehilangan kedua orang tuanya.

Malam itu harusnya seperti malam minggu biasanya. Dimana Jisoo dan keluarganya menghabiskan waktu makan malam di luar bersama. Namun, malam itu langit gelap. Benda-benda langit tak nampak. Hujan membasahi kota. Tak lupa dengan sahabatnya sang petir yang menggelegar seakan memperingatkan Jisoo dan keluarganya bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Dalam hitungan detik tawa dan senyum itu digantikan oleh jeritan dan suara parau dari Jisoo kecil. 'Tolong', hanya kata itu yang Jisoo ingat. Rasa sakit itu masih terasa saat besi-besi mobil menjepit kakinya kasar. Saat pecahan kaca menyentuh bagian tubuhnya. Dan saat.. Ia melihat kedua orang tuanya penuh luka tak sadarkan diri. Gelap. Setelah itu Ia tidak ingat apa-apa. Yang Jisoo tau, seorang pengendara truk berusaha mengemudi setelah mengkonsumsi minuman beralkohol. Kemudian, truk itu menghantam mobil keluarganya.

Setelah hari itu, Jisoo hidup sendirian. Melanjutkan kehidupannya sebagai 'traine' hingga berhasil debut sebagai penyanyi di sebuah perusahaan yang ternyata kotor. Jisoo baru tahu setelah Ia kembali bertemu dengan Jackson di sebuah acara televisi. Atas saran Jackson, Jisoo memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak dan pindah ke Team Wang Ent. Beberapa bulan setelah kepindahannya, perusahaan kotor itu terlibat sebuah skandal besar yang hampir menggunakan Jisoo sebagai umpannya. Jisoo dikatakan pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, melakukan pelecehan, berbuat kasar pada staff, dan.. Ah. Terlalu banyak. Jisoo bahkan tidak menyangka Jackson mampu membungkam semua tuduhan itu.

Setelah itu namanya semakin dikenal, tuduhan kotor itu berbalik menjadi dukungan positif untuk Jisoo. Berkat bantuan Jackson. Tapi, Ia pikir setelah Ia berhasil mencapai puncak, setelah Ia mewujudkan keinginan Ibunya, setelah melewati itu semua Ia akan bahagia. Benar bahagia, tapi kebahagiaan itu hanya muncul dua jam setelah keberhasilan. Setelah itu tidak ada lagi. Tidak ada bahagia, yang ada hanya Ia sendiri dan mimpi pahitnya.

Sejak itu, Jisoo tahu hal yang paling menyakitkan baginya. Lebih sakit dari merelakan mimpinya, luka kecelakaan malam itu, bahkan lebih sakit dibandingkan penghianatan mantan agensinya.

Jisoo menggeleng berusaha membuang bayangan menyakitkan itu dari pikirannya. Jisoo bangkit dari kasur, membuka pintu kamarnya, meneguk segelas air putih, kemudian mengusap punggung Lele yang tengah tertidur pulas di sofa dengan lembut.

Kucing itu menggeliat akibat sentuhan Jisoo. Tidak ingin menggangu lebih lama, Jisoo kembali ke kamarnya. Membuka ponsel, kemudian membaca cuitan tentangnya dan melihat foto dari penggemarnya hingga pagi. Namun, belakangan ini kegiatannya berubah. Tiap kali matanya menangkap sosok Jinyoung di ponselnya, beberapa menit kemudian tanpa sadar Ia akan tertidur lagi.

-Eyes on You-

Jisoo menggeliat setelah mendengar suara bising ponselnya sejak tiga menit lalu. Ia mendengus kesal, bukankah ini masih pagi? Seingat Jisoo, Ia dijadwalkan berada dilokasi jam satu siang.

"Hm?", Jisoo menggeser layar diponselnya dengan mata yang masih tertutup rapat.

"Masih tidur? Ini crew udah nyariin, pada nelfonin dari tadi", ucap seseorang diseberang telfon yang seratus persen Jisoo kenali suaranya milik Minho.

Eyes on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang