Setelah melewati hari yang panjang, ditambah dengan satu jam penuh Jinyoung berusaha membuat Nyonya Park menyerah agar tidak perlu ikut dengan mereka ke villa. Mengatakan bahwa Jisoo akan baik-baik saja, Jinyoung bisa menjaganya, dan kemungkinan besar yang akan terjadi adalah Nyonya Park tidak akan membiarkan Jisoo istirahat karena Jisoo harus mendengarkan kisah , atau bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan Ibunya.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, bulan sudah siap di tempatnya sejak tadi. Gilirannya menjaga dan menerangi bumi bagian Korea Setalan. Dari bawah sinarnya Jinyoung dan Jisoo sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Usai membersihkan dirinya, Jinyoung bergegas untuk menghubungi Minho agar Jisoo diberi keringanan dengan jadwal shootingnya. Paling tidak satu minggu. Sementara, Jisoo sibuk dengan aktivitasnya sendiri di dalam kamar.
Jinyoung sedang menyeduh kopi miliknya ketika Jisoo tiba-tiba saja berteriak memanggil namanya. "Jinyoungggg", ucap Jisoo tanpa berteriak tapi suaranya sudah menggema.
"Hmm" jawab Jinyoung selagi menuangkan air panas ke dalam gelasnya.
"Mas, kok bilang gitu sih ke bang Minho", suaranya terdengar semakin mendekat.
Sudah Jinyoung duga, Minho pasti akan menghubungi Jisoo.
"Kan kaki kamu lagi sakit", ucap Jinyoung yang kini sedang mencari keberadaan sendok.
"Iyaa, tapi kan masih bisa shooting", suaranya semakin dekat, dari ujung matanya Jinyoung bisa melihat Jisoo sedang melangkah menuruni tangga.
Buru-buru Jinyoung menoleh guna memastikan penglihatannya. Benar saja Jisoo sedang menuruni anak tangga dengan susah payah. Jinyoung menghembuskan napas gusar, padahal Ia sudah bilang jika butuh sesuatu Jisoo bisa memanggil atau menelfonnya.
Baru akan melangkah menghampiri Jisoo, tiba-tiba saja-
Gelap-
Semua lampu padam, bunyi peralatan elektronik atau tombol yang menandakan mesin elektronik nyala tidak terlihat. Mati listrik.
Deg. Jisoo.
"Jisoo?", panggil Jinyoung.
Namun, bukannya mendengar suara Jisoo sebagai jawaban Jinyoung malah mendengar suara benda padat jatuh bersamaan dengan suara kaca yang pecah. "Meow", yang kemudian disusul oleh suara Lele.
"Kim Jisoo?", panggilnya lagi.
Deg. Ya Tuhan.
Jinyoung mengambil ponsel dari saku celananya, menyalakan senter, dan mengarahkannya ke bawah untuk memandu langkahnya. Tangga. Jinyoung bergegas mengarahkannya pada tangga untuk memastikan keberadaan Jisoo.
Jisoo di sana berdiri di tengah-tengah anak tangga dengan mata menyipit karena cahaya senter yang mengarah tepat di wajahnya. Buru-buru Jinyoung menurunkan senternya. "Tunggu di sana", ucap Jinyoung selagi melangkah ke arah anak tangga.
Selagi melangkah, beberapa kemungkinan menghantam pikirannya. Bagaimana jika Jisoo sempat terjatuh lagi? Kakinya akan semakin sakit? Bagaimana dengan pekerjaan kesukaannya? Bagaimana dengan kakinya yang terkilir? Apakah akan semakin parah? Ya Tuhan. Mungkin, jika sesuatu yang buruk terjadi lagi, Jinyoung tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya. Tanpa sadar, kini jantungnya berdetak lebih cepat.
Jinyoung mulai melihat sepasang kaki pada anak tangga selanjutnya, tanpa aba-aba tubuhnya mendekap gadis itu. "Ya Tuhan", ucapnya pada diri sendiri seakan mengucap rasa syukur karena gadis itu masih baik-baik saja.
Entah berapa menit, Jinyoung mendekap Jisoo. Jisoo tidak mencoba melepaskan, begitupun Jinyoung. Keduanya larut dalam dekapan itu hingga-
"Meow.. meoww", suara Lele mulai menyadarkan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes on You
FanfictionKetakutan terbesar apa yang dimiliki oleh manusia? Dikhianati? Sakit? atau Kegagalan? Setiap orang memiliki ketakutan terbesarnya masing-masing. Termasuk Gadis ini, Gadis yang belum lama Jinyoung temui. Gadis itu tidak takut terluka, Ia tidak takut...