Limapuluhsembilan

3.8K 349 104
                                    

1800+
Ps: chapter ini lumayan panjang, awas bosan.




Taehyung bangun dengan keadaan yang jauh lebih segar. Matanya udah gak letih. Lihat ke samping, dan dapati sebelahnya yang kosong. Taehyung beranjak untuk dudukkan diri, sibak selimut, dan jalan ke balkon. Tapi di balkon gak ada siapapun. Taehyung kerutkan kening. Akhirnya dia tutup pintu balkon, beralih ke kamar mandi, dan juga gak ada siapapun.

"Ke mana dia?"

"Di sini."

Belum sempat mencerna keadaan, Taehyung sedikit kesentak sebab Jungkook yang datang tiba-tiba dan ulas senyum tipis.

"Habis dari mana?"

Bungkus plastik bermerk Koreamart yang di angkat jadi jawaban kalau si Jeon habis dari sana. Taehyung mendekat, ambil alih bungkusan tersebut. Isinya; satu kotak susu stroberi ukuran sedang, beberapa makanan ringan, eskrim, juga satu kotak rokok Mild. Taehyung kerutkan dahi, lalu tatap Jungkook.

"Memang rokoknya habis?"

"Sisa satu batang."

Taehyung bergumam. Lalu duduk di kasur dan ambil susu stroberi yang udah di pastikan punya dia --- Jungkook lebih suka susu coklat omong-omong, sama susu Taehyung ---eh. Jungkook duduk di kasur, bersandar pada kepala ranjang, dan perhatikan Taehyung yang minum susu dengan patuh.

"Aku mau tanya boleh?" Jungkook bersuara pelan.

"Ngomong aja," jawab Taehyung tanpa alihkan pandangan.

"Hapemu mana?"

"Di tas."

"Tasnya?"

"Di rumah sakit."

Jungkook hela nafas. Beringsut untuk duduk di sebelah Taehyung, lalu telusupkan kepalanya ke leher Taehyung. "Aku khawatir setengah mati waktu tahu kamu gak bisa di hubungin. Untung aja Mamamu telfon. Kalau gak, mungkin aku udah jadi orang gila."

"Lebay." Taehyung ketawa, biarkan Jungkook yang makin lama makin nelusup ke lehernya, dan beri kecupan.

"Enggak lebay. Aku beneran.

"Iya. Maaf. Mama kasih kabar tiba-tiba kalau Papa kecelakaan pas aku lagi sarapan. Aku jelas aja kaget, aku---" Taehyung berdeguk, berusaha untuk tenangkan suara biar gak bergetar. "Aku takut. Mama nangis pas hubungin aku, itu buat aku makin takut."

"Ssh." Jungkook mendongak, tatap Taehyung yang kini kelihatan rapuh. "Gak papa. Nangis aja. Aku di sini, sayang."

"Gak mau nangis." Taehyung menggeleng. "Aku harus jadi kuat untuk Mama. Aku laki- laki, harus ada selalu di samping Mama dan tenangin Mama."

Mata Taehyung memerah dan berkaca, hidung merahnya di bersitkan untuk tahan air mata yang hampir tumpah. Jungkook senyum halus, tangannya terangkat untuk elus pipi Taehyung yang menirus.

"Nangis itu bukan berarti kamu lemah. Orang itu perlu banget nangis biar hatinya lega, dan bebannya yang sedikit berkurang." Jungkook senyum tipis. "Kemarin aku nangis dan di peluk kamu. Sekarang, kamu bebas nangis di pelukanku."

Dan, air mata Taehyung tumpah saat itu juga. Pertahanan Taehyung hancur. Dia menangis keras, dan kedengaran pilu. Jungkook dengan sigap tarik Taehyung ke pangkuan, lalu di peluk erat. Biarkan lehernya basah karena air mata Taehyung. Telapak tangan kanannya usap punggung Taehyung, lalu tangan kirinya usap pinggang Taehyung.

Taehyungnya yang kuat, kini kelihatan rapuh dan retak.

Taehyung nangis hingga tiga puluh menit berlalu. Dia tumpahkan semua perasaan campur aduk sebulan belakangan ini lewat tangisan. Tangannya meremat kaus punggung Jungkook erat, salurkan rasa sakit di hatinya yang kian membaik. Rasa kesal, emosi, marah, sedih, juga kecewa dia luapkan semua.

Backstreet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang