PROLOG

278 10 0
                                    

Bandar Udara Internasional Kairo.

Jashen Scotter menurunkan kacamata hitamnya. Tidak buruk ia memilih kaos putih berlapis setelan kardingan abu-abu dan celana jin hitam. Ia melihat hiruk-pikuk orang bandara yang ramai di berbagai arah. Beberapa penjemput mengangkat kertas bertulis nama orang yang ingin dijemput dari penerbangan California, Amerika Serikat. Ia punya satu sahabat di Kairo, sekarang tak jauh puluhan kaki ia melihat sahabatnya.

Kertas persegi empat bertulis nama Jashen Scotter di angkat ke udara oleh seorang pria berambut hitam, berkulit cokelat eksotik seperti khas orang Mesir. Matahari Mesir layak dinikmati, mungkin besok. Jashen sudah memikirkan jauh hari menikmati matahari Mesir membakar kulitnya. Simpan rencana itu untuk besok. Ia harus istirahat setelah penerbangan jauh dari California, Amerika Serikat ke Mesir.

"Senang melihatmu lagi, Brodie." Jashen berkata di depan Brodie.

"Jashen. Kau masih terlihat seperti orang Perancis." Brodie memerhatikan Janshen dari atas sampai bawah. "Yah, aku sudah membayangkan gayamu mungkin berubah jauh seperti orang Amerika, karena kau kuliah di Universitas Stanford."

Jashen tersenyum. "Ayolah, aku tidak mau terlihat seperti pria koboi. Itu hanya ada di film. Omong-omong apa Mesir merubah kulitmu begitu banyak? Kau sudah seperti orang Mesir. Cokelat terpanggang?"

Brodie bergeleng dan tertawa pelan. "Um, kau harus merasakan matahari Mesir. Orang-orang seperti kita tahu betul perempuan menyukai pria berkulit cokelat eksotik. Sungguh jantan bukan?"

Jashen memutar mata. "Ingatkan aku nanti, setidaknya besok aku memegang berencana berjemur dimatahari Mesir. Omong-omong bisa kita segera pergi dari sini? Kepalaku masih pengar dan aku butuh tidur untuk beberapa menit saja. Penerbangan panjang menguras tidurku."

"Tentu, Kawan. Ayo, Mustangku sudah menunggu."

"Siapa Mustang?" tanya Jashen.

Brodie mengedikkan bahu dan terus melangkah namun berhenti ketika di depan jip biru. "Inilah Mustangku. Ia sangat berarti bagiku." Brodie menyampirkan lengan ke atap mobil seraya tersenyum lebar.

Jashen terkekeh.

Brodie mengambil koper Jashen, mengangkat dan menaruh di bagasi. "Oh, sebelum aku lupa, wanita-wanita Mesir cantik jika kau ingin tahu. Mereka juga terampil sekali menari. Aku sudah beberapa kali diajak temanku melihat tarian mereka. Astaga, menggairahkan. Termasuk Kekasihku."

"Kau punya Kekasih?" tanya Jashen sebelum ia dan Brodie masuk ke mobil dan duduk di tempat masing-masing.

"Ya, kaupikir aku akan melajang seumur hidup? Uh, Mesir punya apa yang dicari orang Eropa dan Barat. Wanitanya." Brodie setelah itu terkekeh pelan. Mereka kemudian masuk ke dalam mobil. Brodie mulai menjalankan mobil. "Kau akan berapa lama di Mesir?"

"Satu tahun mungkin. Entahlah. Namun aku lebih berharap semoga tidak sampai lebih dari satu tahun. Cukup menyusahkan berurusan dengan dokumen-dokumen perizinan penelitian di tempat jauh. Dokumen-dokumen itu punya batas waktu."

"Pria yang malang. Kau akan melampaui ilmuan. Sungguh, aku kaget mendengar kau memilih Mesir untuk penelitanmu mengambil gelar Profesor." Brodie berkata dan mengedik santai ke arah Jashen. "Kita akan melewati supermarket. Kau mau singgah membeli sesuatu, Kawan?" tanya Brodie di kursi kemudi. Jashen menyandarkan punggung menoleh pada Brodie.

"Air mineral dingin satu saja untukku."

Setelah itu Brodie memarkir mobil di pinggir jalan saat melihat supermarket yang dibicarakan belum lama.

Ponsel di saku kardingan berdering, dengan malas Jashen mengambil benda itu dan mengangkat penelepon itu tanpa melihat nama kontak.

"Halo."

The Promise of Outstanding | Novella #5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang