Dari dalam jendela rumah Asia melihat seorang pria sedang berfoto menggunakan ponsel memotret diri sendiri. Asia tersenyum geli memerhatikan ekspresi di buat-buat pria di sana yang terlihat konyol.
Ketika mendengar suara seseorang dari belakang, Asia menghentikan menyungging senyum geli.
“Apa yang membuatmu tertawa, Sia?”
“Tidak ada apa-apa, Nek Nari.”
“Sungguh?” Nenek Nari tampak kurang yakin, tapi tatapan Asia yang perlahan terlihat biasa saja membuat Nenek Nari berhenti mencari tahu. Dia kemudian meneruskan berkata kepada Asia. “Baiklah, mari kita pergi sebelum orang-orang menjadi banyak berkumpul di pasar.”
Selama perjalanan menuju pasar melalui rute disebut jalan pintas, Asia dan Nenek tak bicara tapi Nenek Nari melirik Asia diam-diam tanpa diketahui gadis itu.
“Apakah kau mau beli bunga violet?”
Setelah sampai di depan gerbang masuk pasar Nenek Nari di sebelah Asia bertanya. Asia sedikit tersentak dan memasang ekspresi tak sekaku gadis-gadis tertangkap melakukan hal bodoh.
“Ya?”
“Apakah kau ingin beli bunga violet?”
“Aku sepertinya belum ingin membeli bunga.” Asia menjawab sambil tersenyum sekilas. “Aku akan mengikuti Nenek saja dulu, mungkin nanti aku akan melihat hal-hal menarik dapat kubeli.”
“Begitu. Apakah kau mau ke bagian buah-buahan?”
Asia mengangguk. Ia mengikuti langkah Nenek Nari dan setelah membeli beberapa buah, Nenek Nari mengajak ia menuju pedagang susu kambing.
Setelah mengenal cukup lama tentang Nenek Nari, perihal beberapa makanan dan minuman dia di sukai atau tidak—Asia sudah mengetahui agak lama bahwa Nenek Nari menyukai susu kambing tapi setelah ia ingat-ingat kata Hagyum kemarin tentang susu kambing dan tinggi badan—sesuatu muncul dan membuat ia tersenyum geli.
Hagyum mengkonsumsi susu kambing kemungkinan karena Nenek Nari hampir setiap hari mengkonsumsi susu kambing—dan dia akan berpikir itu membantu dia tumbuh tinggi, pikir Asia konyol, lalu kemudian ia menggeleng kepala.
“Nenek hanya beli satu?” tanya Asia setelah melihat Nenek Nari mengambil satu kotak dus kecil susu kambing.
Nenek Nari mengangguk dan berkata, “Di rumahku masih agak banyak susu bubuk ini sebenarnya, makanya aku membeli satu kotak saja.”
“Kupikir … uang Nenek hanya sedikit.” Asia menjawab pelan dan hati-hati. “Sehingganya tadi aku akan mengeluarkan dompet dan membelikan satu untuk Nenek lagi.”
“Tidak perlu, Sia.” Nenek Nari menjawab dengan suara yang lembut dan halus serta tersenyum. Tetapi tak berapa lama senyuman Nenek Nari menghilang. Dia mengerutkan wajah lalu kemudian berkata, “Sepertinya ada seseorang kukenal di sini dan apapun sedang terjadi sekarang aku akan menganggap itu takdir.”
“Takdir?” tanya Asia sambil mengerutkan dahi.
“Bukan—lupakan saja kata itu.” Nenek Nari berkata, yang sekilas hanya menoleh dan menatap kepada Asia sebelum mengganti arah pandang ke suatu tempat lalu dia maju selangkah, membuat Asia kebingungan bergegas memiringkan badan dan melihat tangan Nenek Nari mengulur tiba-tiba dan menyentuh pundak seorang laki-laki.
Sejenak Asia terpaku, tapi deheman lembut Nenek Nari membuat Asia terenyak. Ia langsung mengatup kencang bibir dan cepat bergumam, “Oh, sialan!” Ia cepat-cepat melangkah mundur, berpindah ke belakang Nenek Nari. Ia tidak pernah mengira mereka akan bertemu lagi, khususnya, sejak tadi mereka berdiri bersebelahan tepat di tempat pedang penjual susu kambing.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Promise of Outstanding | Novella #5
RomanceNSFW - [D21+] N O V E L L A The Promise of Outstanding © 2021, Ennvelys Dover, All Rights Reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover ...................................................................................................... T...