24

14 1 0
                                    

Rencana apapun, ia tahu ia harus berhasil. Ia adalah prajurit dan kewajibannya menyelamatkan orang.

Menyelamatkan orang, Ed tiba-tiba teringat seseorang—diwaktu yang tidak tepat, ia harus fokus. Ia tidak boleh kehilangan kefokusannya.

"Berengsek." Ed bergumam kecil.

Ed mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat dan merasa dadanya ikut sangat panas.

"Komandan, semua orang kita sudah berada pada tempatnya." Suara seseorang di balik headset kecil tersembunyi di telinga Ed memberi tahu Ed. "Pengantin pria telah kami bawa ke tempat aman."

"Dimengerti." Ed membalas dan kembali menatap ke arah seorang pendeta yang berdiri dekat suatu jendela tertutup dan tanpa gorden.

Langkah Ed semakin lebar lalu memelan kemudian.

Ed berhenti tepat di sebelah seorang pendeta itu kemudian. Pelan, pendeta itu menatap kepada Ed.

"Kembali menatap ke depan."

Kerutan di kening pendeta itu muncul.

Tegas dan suara berat lalu terlihat sinis, Ed kembali mengatakan perintahnya kembali, "Lakukan saja, Bapak."

"Apa ada yang bisa aku bantu—sebentar, pakaian ini, bukankah pakaian pengantin pria yang akan aku pimpin upacara pernikahannya?"

"Ya kau benar, Pak," jawab Ed. "Lalu kemudian Bapak pasti tahu kalau aku bukanlah pengantin pria yang akan menikah hari ini."

Kepala pendeta itu mengangguk pelan.

"Tapi, wajah kalian mirip."

Ed tersenyum kecil mendengar hal itu. Ia tidak sia-sia memperkerjakan tata ria prostetik wajah profesional dari Prancis demi menjalankan misi penyamarannya hari ini.

"Aku adalah Ed. Prajurit militer yang datang dari Kanada."

Seperkian detik pendeta itu tertegun.

"Aku menawarkan kerja sama. Tapi, jika Bapak menolak dan melawan balik, aku tidak akan segan membunuh Bapak meski itu adalah pelayan Tuhan."

"Baik, aku akan menerima tawarkan Anda."

"Bagus. Dan Bapak hanya perlu melakukan tugas sebagai pendeta yang memimpin upacara pernikahan hari ini."

"Aku punya sebuah persyaratan. Boleh aku?"

"Katakan padaku, Bapak."

"Tolong bebaskan anak laki-laki bernama Grideon. Dia ditahan di penjara bawah tanah di suatu tempat di Mansion ini. Hanya itu persyaratan dariku."

"Baik."

Setelah melakukan negosiasi dengan seorang Pendeta, utusan bawahan Ed segera menuju penjara bawah tanah dan desas-desus dari masyarakat jelata bahwa beberapa mengatakan dalam Mansion ini telah lama dicurigai transaksi pembelian organ manusia.

Ed mengertakkan gigi geraham dengan marah memikirkan orang-orang tak berdosa dibunuh lalu organ tubuhnya dijual tanpa diketahui pihak pemerintah sekitar.

Dengan riasan wajah kemudian pakaian adat upacara pernikahan, yang mempunyai sebuah topi berkain agak panjang di antara dua telinga, menyamaran Ed bisa dikatakan sempurna menutup rupawan pengantin pria sebenarnya.

Setelah semua tamu undangan berkumpul dalam aula suatu ruangan, beberapa menit upacara pernikahan akan dilaksanakan. Kemudian, pintu masuk berderit dan piano dimainkan. Nada-nada setiap piano adalah tanda pengantin perempuan telah melangkah menuju altar.

Sudut mata Ed mengerling kemudian menatap ke bawah. Sebuah sepatu berhak tinggi putih dan juntaian ujung kain di lantai menandakan acara berikut adalah sumpah pernikahan.

Tapi perasaan cemas Ed tidak hilang ketika mendengar kata-kata Pendeta yang melakukan negosiasi dengannya—kalimat itu tidak mudah hilang.

"Pernikahan ini menurut kau bukan sungguhan—kau hanya perlu bersandiwara sesuai waktu ditentukan. Tapi, tahukah kau pengantin perempuan akan mengucapkan pemenuhan janji pernikahan tetaplah menjadi milikmu—si pengantin pria—setelah semuanya—misi yang diberikan kepadamu—pengantin perempuan harus mengikuti suaminya. Inilah tradisi dan keyakinan dari keluarga si Pengantin pria."

"Kami—aku dan dia punya tradisi dan keyakinan berbeda—" perkataan Ed terpotong dan Pendeta itu melanjutkan, "Meski demikian, Anda tetaplah menjadi suami dari si pengantin perempuan. Sangat tidak adil untuk dia ... aku mendengar pengantin perempuan kali ini adalah seorang dokter. Dia hanya bertugas menyelamatkan manusia. Tapi kesialan menimpa dia. Dia dicap sebagai budak dan tidak diberikan makan selama tiga hari dan dia juga dipukuli oleh penjaga tahanan ketika semua tahanan harus bekerja paksa."

Ed menghela napas pendek. "Aku akan memberikan hak material wajib dia dapatkan sebagai isteri. Tapi untuk ikatan pernikahan aku tidak bisa. Aku sudah memiliki wanitaku."

"Baiklah aku mengerti. Aku hanya bisa mendoakan semoga Tuhan memberikan jalan terbaik untukmu dan si pengantin perempuan."

Lalu pendeta itu pergi dan meninggalkan Ed dalam pemikiran penuh pertimbangan.

Ed menghela napas agak dalam kemudian menatap dengan salah ujung mata ke arah si pengantin perempuan yang mengangguk sebagai tanda menerima upacara pernikahan tidak jelas diantara mereka.

Sumpah pernikahan dibacakan kembali untuk si pengantin pria.

Ed mengangguk seperti dilakukan si pengantin perempuan kepada Pendeta.

Sesuai kesepakatan, setelah Pendeta selesai mengucapkan sumpah janji pernikahan kepada pengantin, Tim Alpha menembakkan pistol ke udara dan seperkian lima detik Ed menarik tangan si pengantin wanita dan menyembunyikan wanita itu di balik punggungnya lalu suara pistol kembali menggema.

Orang-orang dalam aula mulai panik dan berteriak.

"Kau Ed?"

Meskipun suara pengantin perempuan itu terdengar kecil, Ed mendengar perempuan itu memanggilnya. Tidak menjawab, Ed tetap fokus meringkuk dan menyembunyikan tubuh mereka demi menghindari tembakkan pistol sedang terjadi dan orang-orang terlihat panik.

"Ed ...."

Ed meringis dan sedikit terpaksa menjawab, "Kita akan berbicara nanti, Nona."

"Nedved! Aku Leja! Leja ...."

Ed merasakan dirinya kehilangan kefokusannya. Seluruh tubuh ia menjadi kaku dan suhu badannya agak hangat yang ia tahu itu pengaruh seorang perempuan cukup lama hilang dari hidupnya.

Kefokusan yang masih tidak bagus dialami Ed, tiba-tiba membuat sesuatu terjadi. Sebuah situasi tidak pernah diharapkan Ed ataupun ia bayangkan.

Di belakang punggung Ed, Leja melepaskan cekalan tangan Ed tanpa pria itu tahu kemudian Leja memutar badan melindungi Ed ketika letusan pistol mengarah  diantara mereka.

Tubuh Ed terpaku kemudian Ed segera menahan tubuh Leja ketika Leja hampir terjatuhnya menyentuh lantai.

"Leja ....."

Senyuman tipis Leja melengkung sebelum mata perempuan itu tertutup.

"Ed ...."

"Jangan! Tetap bersamaku."

"Terima kasih."

"Bangun Leja! Leja sialan! Sialan!"

Ed membawa cepat tubuh Leja keluar dari keributan dan baku tembak. []

The Promise of Outstanding | Novella #5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang