1

135 4 0
                                    

Asia berjalan menuju gedung tempat apartemen ia tinggali baru lima bulan, beberapa lampu lorong apartemen rusak, sebagian terang, sebagian gelap. Ia mulai terbiasa melangkahi jalan gelap setelah selama lima bulan ia menjadi bagian orang-orang yang tinggal di gedung apartemen serba kekurangan sedikit banyak segi fasilitas dan itu bukan masalah. Ia sangat bersyukur mempunyai tempat untuk pulang itu saja, sebelumnya ia hanya tinggal di studio band Black Horse dan anggota band tidak mempermasalahkan ia tidur di sana. Namun, ia mulai merasa tak enak untuk terus tinggal di studio band Black Horse sejak band mereka mendapatkan debut pertama dan beberapa dari mereka harus menggunakan studio untuk menggarap lirik dan lagu. Salah satu teman pria ia yang menyukai drum dalam band Black Horse sedikit mendapat kesulitan membayar biaya apartemen, sehingganya ia diajak tinggal bersama dan ada beberapa orang tinggal di apartemen yang bukan hanya ia seorang perempuan saja di sana. Semua orang dalam apartemen itu wajah-wajah baru. Ada lima kamar dan tentu saja ada dua perempuan. Tapi salah kamar di seberang dari kamar tidur ia telah kosong sejak dua minggu lalu.

Ketika mengeluarkan ponsel dan berbelok, tiba-tiba sebuah tangan memegang lengannya, Asia berteriak, "Ah! Tolong!"

"Ini aku. Jangan berteriak Asia."

Mata Asia memicing tajam dan seketika merasa sesuatu mencekik di jantungnya. Asia menyentak kasar tangan kekar yang memegang lengannya dengan sedikit kuat, ia juga memasang tatapan dingin, dengan marah berkata, "Pergi kau dari sini!"

"Asia, sampai kapan kau menghindariku seperti ini?!"

"Kau ingin tahu?" Asia mendekat dan mencengkeram kerah leher kemeja pria berambut hitam, yang sama sekali tidak menyerah meski telah ia lempari kata-kata sarkastis. "Sampai napasku diambil Tuhan. Benar, suatu hari jika aku mati aku tak akan menemuimu. Tidak akan pernah, Nedved!"

"Kau adalah tanggungjawabku. Kedua orangtua kita sudah mati dan kau satu-satunya keluargaku. Aku mohon kembali ke apartemen yang kuberikan untukmu."

"Sudah kubilang aku tidak mau! Pergilah Ned, aku muak melihatmu! Dan jangan pernah ikut campur dalam urusanku! Meskipun kau adalah Penasihat Presiden Mesir jangan harap aku melembut padamu." Asia mendecih pelan, "Sangat sia-sia kau jauh-jauh dari Istana Ras El Tin hanya untuk membujukku, aku tak akan mau. Pergi dari hadapanku, sekarang!"

"Asia!"

"Apa?!" Asia menyerang balik; ia meninggikan juga suara yang hampir sama seperti tinggi bentakan suara Nedved. "Jika kau tak ingin pergi aku yang akan pergi, dan jangan pernah menginjakkan kakimu di gedung apartemen ini, atau aku akan mengirim surat ancaman kepada Presiden Mesir."

"Asia, kenapa kau menjadi sangat kasar? Tolong, kali ini turuti aku. Karena kau ...." Nedved kelihatan tak bisa berkata selanjutnya dan Asia mengernyit tiba-tiba ingin tahu, "Karena aku apa?"

Nedved menggelengkan kepala dengan pelan dan Asia mendekat maju, semakin mengernyit dan berkata, "Aku bertanya dan butuh jawabanmu, bukan gelengan kepala."

"Kedua orangtua kita, tidak, orang tuamu—mendiang Ayah dan Ibumu. Mereka berdua menyuruhku berjanji untuk menjagamu. Dan sepertinya aku tidak bisa menyembunyikan lebih lama janji mendiang Ayah dan Ibu kita putuskan. Kita—aku mungkin tepatnya, harus menikah denganmu, Asia."

Asia tertegun saat kepalanya masih mendongak kepada Nedved dan tidak bisa menanggapi untuk waktu yang lama setelah mendengar Nedved beritahukan.

"Asia?" Nedved memanggil dengan suara lembut.

Asia perlahan sadar kembali, dan masih mengingat ucapan Nedved yang belum semenit, ekspresinya tiba-tiba menjadi suram.

"Aku tidak setuju! Apa-apaan keputusan hanya sepihak dari kedua orangtua kita. Kau itu saudara aku, Nedved!"

The Promise of Outstanding | Novella #5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang