2

79 6 0
                                    

Pintu masuk sangat kuat dibanting Asia dan tertutup begitu saja. Tiga lelaki sedang makan malam tersentak, kemudian menatap dengan ekspresi terkejut ke arah Asia berdiri di depan pintu apartemen setelah membanting pintu sedetik lalu.

"Sia, apa yang salah?"

Asia mengembuskan napas berat, dengan tenang namun masih marah ia berkata, "Tidak ada, Gerome. Kalian lanjut makan saja, jangan pedulikan aku."

Asia bergegas cepat menuju kamar tidur, dan ada suara langkah kaki di belakang mengikutinya. "Sia, ada apa?"

"Tidak ada apa-apa. Tolong, jangan mengajak aku bicara malam ini, Kaffman." Tapi kemudian kening Asia mengernyit melihat lampu kamar tidur di seberang dari kamar tidurnya menyala, "Pemilik kamar tidur dari seberang kamar tidurku sudah kembali?"

"Cagaregi tidak akan kembali ke apartemen Akana ini. Sepertinya berlaku selamanya." Gerome menyahut setelah menuangkan ketel berisi air ke dalam gelas. Asia memutar balik punggung menghadap ke arah dapur dan meja makan berada. Gerome kembali berkata, "Dia sudah mempunyai rumah sendiri hasil dari tabungan dia bekerja sebagai pembantu kepala koki dan dia sudah menjadi kepala koki omong-omong."

"Kamar tidur Cagaregi sekarang ditempati temannya Brodie." Kaffman menjawab, dan beralih ke Brodie, "Hm, nama temanmu itu siapa?"

"Jashen."

"Sia, makanan yang dibeli Kaff cukup banyak, mau makan bersama?"

Asia menggelengkan kepala, "Tidak, terima kasih sudah menawari makan malam bersama, Amellota. Saat ini selera makanku sudah hilang."

"Kenapa? Apa sesuatu terjadi padamu?" tanya Kaffman dengan kening saling menaut.

"Tidak, Kaff. Sudahlah, aku sedang lelah saat ini. Kalian silahkan makan saja. Selamat malam."

Asia kembali melangkah dan kali itu lebih cepat. Ia juga cepat mengunci pintu sebelum Kaffman atau Brodie atau Gerome atau Amellota memaksa ia bergabung makan bersama mereka berempat.

҉

"Berengsek!"

Di dalam ruang baca di keliling lemari isi beragam macam buku, seorang lelaki jakung, bahunya yang bidang sangat kontras dengan tatapan rapuh memegang kepala dengan kedua tangan. Samar-sama punggung lelaki itu naik lalu turun saat menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan paksa. Dia berada di ambang luapan emosi dan sangat berbahaya jika ada orang disekitarnya, bisa saja lelaki itu melukai siapa saja yang muncul di sekitar diandemi melampiaskan emosi berapi-api. Dan, mendadak, lelaki itu menendang salah satu kursi di dekat bufet dari sofa tunggal dalam ruang baca.

"Berengsek!"

Tidak berhenti menendang kursi itu, tetapi pada seratusperkian detik kaki kursi itu patah dan Nedved mengulangi lagi merusak kursi itu. Namun alih-alih menyerah setelah dihajar kekuatan kaki berulang-ulang kali, kursi itu bergesar menjauh dan semakin jauh dari hadapan Nedved yang dikerubungi luapan emosi berapi-api.

Nedved terlihat kacau dan sangat marah yang ia alami hari ini. Hari terburuk dan itu sangat buruk juga bagi emosi marah yang terkadang-kadang tidak stabil dan tak bisa ia kontrol dengan mudah. Ia sangat marah, lagi dan lagi ia tidak bisa membawa pulang perempuan yang telah diberikan mediang Nyonya dan Tuan Fleming.

"Ada apa ini, Nedved Artista Fleming?"

Suara feminim di dari pintu ruang baca menyahut. Nedved menelengkan kepala sekilas saja. Namun mata pria itu sangat tajam. "Pergi dari sana Ralandra!"

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Ved?" Ralandra tidak mendengari kemauan Nedved. Perempuan bermata hitam itu dengan berani melangkah ke tempat Nedved yang mengeluarkan aura berbahaya.

The Promise of Outstanding | Novella #5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang