5

47 2 0
                                    

Sepanjang menuju Malkata, Asia membayangkan hari pertama kali dipertemukan dengan seorang anak laki-laki lebih tua darinya oleh sang Ayah. Keinginan mempunyai seorang saudara atau saudari dalam pikiran Asia kanak-kanak di umur sembilan tahun sudah lenyap ketika tahu bahwa sang Ibu tak bisa memberikan yang ia inginkan. Menurut sang Ayah, ketika ia hadir ke dunia, dalam keluarga Fleming sangat kecil, dikarenakan kesehatan tubuh sang Ibu tak kuat daripada sebelumnya. Ketika ia dalam perut, keadaan sang Ibu sangat lemah dan tepatan di hari ia akan melihat dunia, kesehatan sang Ibu menurun sangat drastis—Dokter dengan hati berat memberitahukan jika memaksa ingin mempunyai buah hati lagi, dapat terjadi keadaan sangat buruk pada jantung, sehingganya akan memacu antibodi menurun, tubuh melemah dan fatalnya bisa meninggal dunia di waktu tak diketahui.

“Namaku, Buddleja Asiatica Fleming.”

“Nedved Artista.”

“Nama belakangmu mirip nama tengahku. Asiatica dan Artista.”

“..... Iya.”

“Karena kau akan tinggal di sini mulai sekarang dan seterusnya, namamu akan bertambah di bagian belakang.”

“Um .....”

“Jangan menjawab singkat setiap kata-kataku.”

“….. Maaf …..”

“Selamat datang di rumah, Nedved Artista Fleming.”

“Terima … kasih.”

Dengan hadirnya seorang anak laki-laki bernama Nedved Artista di malam musim dingin turunnya hujan salju lebat adalah hadiah terindah Asia terima.

Asia siap menjadi adik.

Asia siap mempunyai saudara.

Senyum lebar di bibir Asia sebagai bentuk bahwa dirinya sudah siap menjadi saudari dari Nedved dan keinginan ia ajaibnya benar-benar terjadi untuk mempunyai saudara.

“Ayo turun.”

“Ya?”

Mata Asia mengedip, kemudian pandangnya beralih ke bangunan artistik mempunyai sejarah panjang. Ia mengedip lagi, betapa sial ia karena tadi tiba-tiba ia seperti orang bodoh yang linglung.

“Turun, Nona Asia. Kita sudah sampai di depan istana Malkata.”

Asia mengulas senyum terpaksa sedetik dan berkata dengan nada suara keberatan, “Oh maaf, Pak Doktor Jashen.”

“Kita tidak punya waktu mendebat. Ayo turun.”

“Maaf.”

Jashen menggeleng ketika Asia belum bisa mengumpulkan aura normal atau sesuatu yang membuat perasaan muram beberapa menit lalu beralih ke perasaan sukacita setidaknya.

“Kenapa minta maaf lagi? Apa kau melakukan suatu kesalahan padaku?”

Jashen berkata dengan suara terdengar santai, namun Asia tetap tidak menyukai nada suara pria itu yang ketika sampai ke telinganya lebih terdengar arongan dan sarkastis.

“Aku sedang kacau beberapa menit lalu.”

“Jangan diulangi lagi. Tadi aku benar-benar yakin seperti melihat seorang manusia mempunyai tubuh tapi tidak mempunyai jiwa. Apa beberapa menit lalu jiwamu juga keluar dari tubuh?”

“Doktor, kata-kata kau katakan betapa terdengar sangat bijak.” Asia merendahkan nada suaranya namun sedikit menyiniskan bahwa dirinya sedang tersinggung dan memasang ekspresi wajah tak suka, “Oh, aku lupa kalau kata-kata orang bekerja sebagai dosen di suatu universitas memang tajam. Mahasiswa mengontrak kelasmu pasti diam-diam berbicara keburukanmu, yang salah satunya sekarang.”

The Promise of Outstanding | Novella #5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang