15

26 1 0
                                    

Sahelama melirik dua pria dewasa, satu wanita dan satu gadis kecil, masing-masing dari mereka menyorotkan tatapan berbeda setelah mengirimkan pesan singkat kepada pemilik kedai, bahwa hari ini vodka yang kurang pada mejanya. Sahelama menghela dan mengembuskan napas, frustasi melihat tiga orang dewasa di meja makan siang. Saat ini pandangan bagus diperhatikan adalah gadis kecil yang sedang minum es cokelat dengan senyum polos. Tentu saja Sahelama tersenyum kecil untuk gadis kecil itu dan tiga orang dewasa yang duduk untuk menemani ia makan siang membuat ia menggeleng pelan. Mereka bertiga adalah pemandangan manusia muda beremosi kadang tak bisa stabil dan sulit dipikirkan bagaimana menghadapi emosi mereka itu.

Gadis kecil duduk di sebelah kanan Sahelama sama sekali tak merasakan atmosfir dingin itu, sementara pengawal kepercayaannya di kiri sedang memotong daging ham dan dua orang lain duduk sebelahan tampak seperti sepasang kekasih sedang menikmati makanan yang dipesan beberapa waktu lalu.

“Nona Asia Fleming, apakah hidup di Mesir membahagiakan Anda? Maksudku, Anda tidak merasa sulit untuk sesuatu dibutuhkan?” Sahelama memandang lurus kepada Asia dan akhirnya memulai bertanya untuk memecahkan gelembung kehingan di meja yang bagi ia semakin tidak nyaman, padahal mereka hampir lima belas menit di sini dan orang dewasa menemani ia untuk makan tak membuka topik pembicaraan sama sekali. Ia agak lelah berurusan dengan orang-orang diam. Ia membutuhkan hiburan, seperti pembicaraan apa saja. Ia akan menyukuri bisa mendengar hiburan itu hari ini.

“Pak, sepanjang aku di Mesir beberapa hal terjadi dan membuatku tak senang dan sulit. Namun aku perlahan bisa melewati itu. Aku bisa bertahan hidup dan itu tidak sulit.” Asia menjawab pertanyaan diajukan Sahelama. “Cukup memutar otak dan jangan memilih-milih pekerjaan.”

“Kau tahu, aku menyukai keteguhan hatimu.” Sahelama tersenyum mendengar jawaban Asia. “Kau bekerja paruh waktu?”

Asia mengangguk.

“Ak bekerja paruh waktu.”

“Bekerja sebagai apa?” Sahelama mengangkat bahu, “Jika kau mengizinkan aku untuk tahu.”

“Manajer band.”

“Wow.” Sahelama memutar pandang dan menatap kepada pengawal yang dipercayainya. “Ed, kau dengar itu? Gadis muda ini manajer band.” Kepala Sahelama kembali berputar, memandang dan menatap kepada Asia. “Apa nama Band-mu? Berapa anggota? Selesai dari sini aku akan coba mencari lagu dari bandmu. Mungkin aku akan menyukainya. Masa mudaku dulu, aku suka mendengar lagu dan mendiang isteriku terkadang-kadang menulis patitur musik. Kami sangat suka lagu dan kami akan menyanyikannya diakhir pekan.”

“Black Horse, band beraliran pop-rock.” Asia berkata. “Anggota bandnya laki-laki dan aku satu-satunya perempuan harus mengurusi para pria Black Horse.”

“Pasti merepotkan,” kata Sahelama. “Kau mencerminkan seorang perempuan kuat dan terlatih mandiri seiring waktu bersama band Black Horse.”

“Aku tidak merasa direpotkan mereka. Aku menikmati lagu band Black Horse. Aku menyukai beberapa lirik lagu mereka. Jiwa dan emosiku bercampur aduk ketika mendengarnya.”

“Orangtuamu akan bahagia melihat perjuanganmu.” Sahelama bergumam dengan suara kecil. Namun Asia mendengarnya dengan wajah tertegun dan bingung. Ketika ingin menanyakan maksud kata-kata Sahelama, pelayan kedai datang membawakan makanan serta minuman penutup dan ditatakan ke meja. Asia mengarahkan tatapan pada botol alkohol di meja yang menjadi tempat ia makan siang bersama Presiden Mesir dan orang-orang ia kenal dan tahu-tahu suatu ingatan melayang dalam kepala Asia secara mendadak.

Di bawah meja, Asia menginjak kaki seseorang.

“Apa yang kau lakukan?”

“Pembohong.” Asia berbisik kesal. “Kau membohongiku. Aku ingat semuanya,  Doktor Jashen. Malam itu. Mari kita berbicara.”

The Promise of Outstanding | Novella #5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang